Nolan bilang apa? Hutangku sudah terbayar?
"Maksudnya?" tanyaku bingung.
"Sudah cukup. Lo enggak perlu lagi nungguin gue pagi-pagi di gerbang. Lo enggak harus beliin gue jajan waktu istirahat. Lo enggak usah lagi nemenin gue ke tempat latihan."
Aku mengerutkan kening, menatap Nolan heran. Kenapa tiba-tiba sekali?
"Memangnya kenapa? Aku malah merepotkan ya?" tanyaku.
Nolan menatapku sejenak. Aku balas menatapnya dalam diam.
"Lo sudah membayar kerusakannya. Besok semunya kembali normal kayak sebelum kita kenal."
Aku terdiam lama. Harusnya aku senang, bukan? Icha selalu bilang supaya aku berhenti menuruti perintah pangeran dingin ini. Tapi kenapa sekarang rasanya aku jadi enggak senang? Uh! Ada apa sih denganku?
Aku melirik Nolan. "Kamu bukan Nolan, ya? Kamu jelmaan Nolan, kan?"
Nolan menoleh dan menatapku sambil mengerutkan kening.
"Lo ini fobia banget sama gelap ya?! Gue ini sungguhan manusia!" bentak Nolan gemas.
Aku cemberut. "Habisnya tingkahmu jadi aneh gini."
Nolan hanya diam. Kembali melanjutkan kesibukannya yang aku enggak tahu apa sebenarnya yang dia kerjakan. Sebuah alasan lain terlintas di benakku.
"Ah, jangan bilang kamu kasihan melihatku? Makanya kamu selesai menyiksaku. Iya, kan?" tanyaku.
"Kasihan? Ngapain gue kasihan sama lo? Kalau gue kasihan sama lo sudah dari kemarin gue nyuruh lo berhenti ngikutin perintah gue."
Aku mendengus. "Trus kenapa?!"
"Gue udah bilang hutang lo udah lunas. Kenapa sih lo ini?! Seharusnya lo seneng kan? Lo akhirnya bisa terbebas dari gue," balas Nolan.
Aku diam dan menundukkan kepala. Iya memang seharusnya aku senang. Tapi kenapa sampai sekarang perasaan senang itu sama sekali enggak muncul di perasaanku? Kenapa aku lebih merasa....kecewa?
Nolan menyerahkan sesuatu padaku. Aku mengangkat kepala. Tas sekolahku. Aku menatap Nolan.
"Ayo pulang. Gue antar."
Dan entah kenapa, detik itu juga jantungku berdetak kencang. Bukan karena takut. Ini perasaan yang lain. Jantungku berdetak lebih kencang tanpa alasan yang jelas.
***
Aku termenung menatap gerbang sekolah dari bangkuku. Sejak kemarin Nolan bilang aku enggak perlu lagi mengikuti perintahnya, aku jadi enggak semangat. Biasanya pagi-pagi aku datang sekolah, aku langsung berdiri di depan gerbang. Menunggu sosok menyebalkan itu datang. Membawa buku yang banyak sekali sedangkan tasnya kosong. Sekarang, aku hanya duduk di bangku, enggak lagi berdiri di gerbang itu. Tadi, aku hampir saja mau berdiri di sana. Tapi ketika sampai di tangga, aku berhenti dan mengingat perkataan Nolan kemarin. Jadi aku kembali ke kelas dan hanya duduk temenung menatap gerbang sekolah sambil menunggu bel sekolah berbunyi.
Seseorang menepuk bahuku. Aku menoleh. Icha menyapaku.
"Halo, Nayla! Gimana keadaanmu?" tanya Icha. Dia duduk di sebelahku.
"Baik," jawabku singkat.
Aku belum memberitahu Icha soal kemarin. Entah bagaimana reaksinya, yang jelas dia pasti senang mendengar kabar dariku.
"Maaf kemarin aku enggak bisa menunggumu. Ayah menyuruhku pulang cepat-cepat," kata Icha merasa bersalah.
Aku tersenyum dan menggeleng. "Enggak apa. Kemarin aku baik-baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Payment
Teen FictionKalau jadi upik abu besoknya jadi cinderella, aku sih enggak masalah. Tapi kalau jadi upik abu cucu pemilik sekolah yang dinginnya melebihi kutub utara...MANA TAHAN! Aku tanpa sengaja merusakkan ponsel milik cucu pemilik sekolah dan aku harus mem...