[35] Nayla

7.2K 680 10
                                    

Aku menghentikan langkah.

APA YANG BARU SAJA KULAKUKAN?!

Sepertinya tadi urat ketakutanku baru saja konslet. Tadi aku sama sekali enggak merasa takut sama sekali. Tapi Sekarang, tiba-tiba, jantungku kembali berdetak kencang. Mengingat kejadian yang baru saja terjadi, mengingat bagaimana aku mengatakan semua kata-kata itu kakek Nolan, aku merasa baru saja melakukan hal enggak benar. Mau ditaruh mana mukaku ini?! Murid SMA yang berani melawan pemilik sekolah. Huhuhu...

Ponselku berbunyi. Teleponn dari Zidan.

"Halo?"

"Jangan lupa hari ini pertama lo kerja. Jangan terlambat."

Aku menghela nafas panjang. "Iya, iya."

Aku sedang enggak mood untuk diajak bicara. Aku memutuskan sambungan telepon. Aku melihat jam yang ada di ponselku. Kurang lima belas menit lagi sebelum jam lima. Aku mendelik.

"Oh, Tidak!!!"

Aku langsung berlari.

Ini hari pertamaku bekerja. . Lupakan soal Nolan, soal kakek Nolan, dan soal semuanya, aku harus fokus hari ini. Aku harus melakukan yang terbaik.

***

Hari pertama bekerja, aku akui ini sangat melelahkan. Padahal kata Zidan biasanya pengunjung restoran lebih ramai dari malam ini. Tapi di sisi lain aku juga merasa senang. Aku punya pengalaman baru yang enggak akan banyak anak SMA lain dapatkan. Bekerja sebagai pelayan itu seru. Menyapa pengunjung, mencatat pesanan, dan membawakan pesanan semua itu mengasyikkan bagiku. Cuma kalau sudah enggak ada yang dilayani, capeknya jadi terasa.

"Nay, itu meja nomer 5 kamu layani. Ini sudah jam istirahatku," kata Kak Rere.

Aku mengangguk. Aku segera menuju meja nomer lima, tempat seorang perempuan paruh baya dan seorang remaja laki-laki sedang memesan.

"Selamat malam. Dengan saya Nayla, apa yang ingin Anda..."

Jantungku serasa mau berhenti saat remaja laki-laki itu mengangkat kepalanya dari buku menu. Sepasang mata dingin itu langsung menatapku.

"...pesan?"

Aku menyelesaikan kalimat sambil menelan ludah. Jantungku berdetak kencang. Astaga! Kenapa Nolan bisa ke sini?!

"Nayla?"

Seseorang dihadapan Nolan memanggilku. Aku mengalihkan pandangan. Mama Nolan. Aku tersenyum gugup.

"Ah, tante,"

Mama Nolan menatapku dari atas sampai bawah dengan tatapan kagum. "Wah, Nayla kerja di sini?"

Aku mengangguk ragu. "Iya, tante, baru aja hari ini."

Meskipun aku enggak menatapnya, tapi ekor mataku bisa menangkap bahwa Nolan menatapku tajam.

"Oh, pantesan. Tante sampe heran kenapa Nolan maksa makan malam di sini, ternyata ada Nayla di sini."

Aku mengangkat alis. Nolan maksa makan malam di sini?

Aku melirik Nolan. Cowok itu sudah kembali memperhatikan menu makanan.

"Ayam bakar, minumnya es jeruk."

Aku mencatat pesanan Nolan.

"Tante pesen gurami goreng, cah kangkung, sama minumnya es jeruk juga."

Aku mencatatnya dengan segera. Aku mengulang pesanan dengan cepat. Aku harus segera pergi dari sini.

"Mohon ditunggu sebentar."

Setelah mengatakan itu aku langsung pergi. Aku bahkan enggak menanyakan apakah ada tambahan, aku yakin Nolan sengaja melakukan ini. Entah apa tujuannya, tapi mendengar mamanya Nolan bilang tadi, dia memaksakan untuk makan di sini. Apalagi kemaren dia tahu kalau aku datang ke restoran ini. Nolan pasti punya tujuan dan itu tentang aku.

"Lo kenapa?" tanya Zidah tiba-tiba.

"Hah?" tanyaku bingung.

"Lo kok kayak orang bingung gitu sih. Oh, gue kayaknya paham. Itu gebetan lo ya?"

"Hah? Gebetan? Apaan sih? Udah pokoknya nih kamu aja yang ngelanjutin!" seruku sambil memberikan kertas pesanan pada Zidan. Zidan bengong.

"Enggak mau!" seru Zidan sambil mengembalikan kertas pesanan padaku.

Aku melirik jam. Aku tersenyum. "Nah, ini juga udah jam istirahatku. Jadi tolong dilanjutkan ya."

Zidan melengos. Aku terkekeh. Beruntung Sekarang juga sudah jam istirahatku. Aku enggah harus menampakkan diri di hadapan Nolan. Setidaknya sampai malam ini. Karena besok, aku yakin, pasti akan ada sesuatu yang terjadi antara aku dan Nolan.

***

Keesokan harinya aku bangun dengan seluruh badan terasa sakit. Leherku susah digerakkan. Tanganku sakit. Seluruh kaki dari atas ke bawah juga terasa sakit banget. Ditambah kepalaku yang berat dan pusing. Sepertinya aku masih belum terbiasa dengan kebiasaan baruku ini.

Kemarin aku baru sampai rumah jam 10. Sebelumnya aku ijin ke mama belajar di rumah Icha, karena aku enggak enak kalau bicara soal pekerjaan ini lewat hp. Sampai rumah, tentu saja mama sudah tidur. Aku enggak langsung tidur. Masih ada tugas rumah yang harus kukerjakan. Lima soal kimia. Bayangkan! Sebelum bekerja aku mengerjakan kimia, setelah kerja aku masih harus bertemu soal kimia yang susahnya minta ampun.

Alhasil beginilah aku sekarang. Enggak ada semangat hidup sama sekali. Dan penderitaan ini belum selesai. Saat aku mau sarapan, aku baru ingat roti yang biasa aku sarapan sudah habis. Persediaan susu dan sereal juga sudah lama habis, aku belum sempat beli. Jadi Akhirnya aku menggoreng telur yang untungnya masih ada satu di kulkas. Tapi apa yang terjadi? Aku ketiduran waktu menggoreng dan tersadar ketika aku mencium bau gosong. Huhuhu...aku terpaksa pergi ke sekolah hanya dengan perut berisi segelas air putih.

Aku sampai di sekolah sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Hhh..aku pikir pasti Nolan sudah datang ya. Biasanya dia datang paling lama juga dua puluh menit sebelum jam masuk. Jadi aku memutuskan untuk langsung ke kelas saja. Berhubung juga tubuhku yang terasa lemas dan kepalaku yang pusing.

"Pagi, Nay," sapa seseorang.

Aku menoleh. Seseorang menyapaku, siapa? Pandanganku kabur. Argh! Kepalaku jadi semakin sakit. Perutku mual.

Aku memaksakan tersenyum.

"Pagi," balasku lemas.

"Kamu enggak...."

Tiba-tiba telingaku terasa tuli. Jantungku berdetak kencang. Aku terjatuh. Dan tak lama setelah itu pandanganku benar-benar menghitam. 

___

Jangan lupa vote dan komennya :)


Broken PaymentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang