Chapter 9

5.7K 233 0
                                    

[REVISI]

----- 🎀 -----

"Assalamu'alaikum," salam Fian dan Wulan berbarengan.

"Wa'alaikumussalam," jawab Bibi Rini dari arah dapur.

"Eh, bibi, udah sembuh, bi?" tanya Wulan menyapa dengan ramah.

"Alhamdulillah non udah. Non sama dek Fian mau makan?"

"Mau banget bi," sahut Wulan cepat dan semangat.

"Kamu mah lapar mulu padahal tadi udah makan, gimana pipinya gak tambah chaby coba," ucap Fian gemas dengan pipi chaby adiknya, dia bahkan mencubit pipi Wulan.

"Biarin, wwllee..." sahut Wulan yang kemudian hilang dari ruang tengah karena dia sudah ada di dapur bersama Bibi Rini. Memakan makanan yang sangat dia sukai disana, selesai makan barulah dia kekamar dan mengganti pakaiannya lalu tertidur.

Bagus, makan-tidur-sekolah. Anak rajin. Awas gendut lu.

~0*0~

"Morning mama, bang."

Bicara sedikit tentang Syam yang jarang berada di rumah, well, hal itu memang wajar. Pasalnya luar negeri bukanlah jarak yang ditempuh dengan mudah seperti mendatangi tetangga sebelah. Karena tidak bisa membuang tenaga terlalu banyak dengan pulang pergi terus menerus, Syam jadi membeli rumah di beberapa negara yang beliau kunjungi dengan rentan waktu lebih dari dua minggu. Tidak apa, anggap saja sedang menabung.

"Kamu kenapa kemarin tidur sore?" tanya Ketty menyiapkan sarapan untuk putrinya itu.

"Gak tahu, mungkin karena kekenyangan? Udah gitu capek ketawa mulu. Mama tahu gak sih, masa bang Aldi hidungnya merah banget kemarin. Lagian sih, dia ngajak Wulan main tebak-tebakan kan dia sendiri yang kalah. Jadinya merah banget kayak badut," cerita Wulan antusias. Entah apa yang membuatnya bisa seantusias itu menceritakan kisah singkat yang sudah membuatnya tertawa sangat kencang kemarin.

"Iya lah beda yang lagi senang. Udah yuk berangkat, nanti terlambat," ajak Fian mengusap puncak kepala adiknya dengan sayang.

~0*0~

Satu hari tampa pem-bullyan itu, bagai hari tanpa kesenangan. Lihat saja sekarang, Wulan melihat sesuatu yang akan membuatnya mandi sekali lagi pagi ini.

Di atas pintu kelasnya, seember air menggantung dengan tali tipis yang samar di lantai. Dimana saat ia lewat dan menginjak tali itu, embernya akan tumpah.

Wulan menghela napasnya lelah, sampai kapan dia harus mendapat perlakuan seperti ini. Untunglah hari ini dia melihat itu terlebih dahulu, kalau dia tidak melihatnya mungkin dia akan basah nanti.

Wulan berdiri diam, dia memikirkan cara untuk masuk ke dalam tanpa harus basah kuyup. Tapi disaat pemikirannya masih berputar, guru yang sangat terkenal dengan ke-killerannya lewat begitu saja. Mengganti posisi Wulan.

Byurr!!

Satu ember yang penuh dengan air itu sudah tumpah—Bu Dwi.

"Hahaha... sukurin lu! Dasar cu...lun..." tawa Erika terhenti bersama ledekannya juga langkahnya. Mereka panik.

"Siapa yang taro air di sini?!" kesal Ibu Dwi yang mengedarkan pandangannya termasuk kearah Wulan dan Erika, Lala, dan Lulu.

"Kalau gak ada yang jawab, ibu hukum satu kelas ini!" ancam Ibu Dwi.

"Mereka orangnya, bu," ucap Wulan dengan berani menunjuk tiga orang yang berdiri di depannya.

Ia tidak mau teman sekelasnya di hukum padahal tidak salah, apalagi dia juga akan masuk ke dalam hukuman itu.

Nerd Metropolitan ✅ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang