Chapter 43

3.3K 156 1
                                    

[REVISI]

~0*0~

3 Tahun Berlalu.

Rumah yang dulu ceria, penuh kehangatan, canda tawa, dan kebahagiaan. Sekarang menjadi sangat sepi, hampa, dan jarang sekali terjadi perbincangan. Setelah kepergian jantung yang selalu berdetak di dalamnya, rumah ini begitu sunyi.  Hanya ada beberapa percakapan yang dimulai oleh sapa para pelayan.

Kepergiannya bagai sebuah matahari yang tenggelam digelapnya malam. Wulan, sang jantung berdetak di dalam rumah itu sudah hilang entah kemana. Menyisahkan sebuah luka yang tergores sangat dalam.

"Fian, papa dan mama akan pergi ke Australia, kamu jaga rumah baik-baik.  Kalau kamu mau, ajak Raka dan teman-teman untuk menginap, tidak apa," ucap Syam disela-sela acara makan malam mereka.

"Iya Pa, tenang saja," sahutnya.

"Yasudah, jaga adik kamu dan Ratna sebaik mungkin. Mmm, Ratna besok pulang dari Korea kan?"

Fian tahu jika Ketty sampai sekarang masih belum bisa melupakan putri kesayangannya. Tapi perkataan ini sudah melampaui rasa syok yang diderita semua orang pada umumnya.

Kehilangan seorang putri memang sangat membekas di relung hati sang ibu, tapi apakah Ketty harus menanggung rasa sakit yang tanpa dia sadari merusak psikisnya?

Aksi makan terhenti karena ucapan tadi, Faiz menghela napas panjang dan membuangnya secara perlahan. Ada kesedihan diraut wajah mereka.

"Mama istirahat ya, besok mama ke Australia kan, jaga kondisi malam ini ya ma," ucap Faiz mengalihkan pembicaraan yang jika dilanjutkan pasti akan berujung pada kesedihan.

Tanpa suara apapun Ketty pergi ke kamarnya. Begitulah tingkah Ketty selama tiga tahun ini. Dia akan berbicara tanpa sadar, lalu melakukan sesuatu sesuai perintah tanpa protes atau mencerna sedikit saja kalimat perintah itu.

"Sebisa mungkin jangan ingatkan kenangan tentang Wulan. Papa tidak ingin melihat mama kalian tersiksa seperti itu. Dia seakan menganggap bahwa Wulan masih bekerja dan belum pulang," Syam kembali bersuara ketika memastikan Ketty sudah memasuki kamar.

~0*0~

Tumpukan kertas bisnis memenuhi meja kaca besar miliknya. Komputer menunjuk kan gambar grafik yang dipenuhi warna serta keterangan akan kenaikan suatu keuntungan, dan terakhir, seorang gadis cantik yang terus saja membolak-balikkan kertas bisnisnya.

Tok. Tok.

"Masuk!" perintahnya terdengar meski titik fokusnya masih pada sang kertas.

Sekertaris andalannya masuk.

"Kenapa?"

"Lu harus makan siang sekarang atau lu masuk Rumah Sakit lagi. Gue nggak mau tanggung ocehan dia kalau lu masuk rumah sakit, dan—" penjelasannya terputus karena dia segera menjawab.

"Iya, iya, bawel banget deh. Lu urus sisanya atau lu kirim aja lewat gmail, biar gue lanjut di rumah. Bye~" dia pergi. Menuruti perintah yang memang harus ia turuti selama beberapa bulan ini.

Nerd Metropolitan ✅ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang