Aliran infus mengalir di tangan cantik nan kecil yang mulai mengurus. Tabung oksigen yang membantu pernafasan wanita cantik dengan mata tertutup pulas itu menjadi penanda bahwa kehidupan masih tersisa disana.
Bibir kecil itu dulu berwarna pink penuh, sekarang terlihat pucat. Pipinya dulu chaby sekarang tirus. Tubuh berisi nan ideal 15 tahun lalu itu kini mengurus. Pucat.
Seluruh ruangan di dominasi dengan suara alat-alat dokter yang digunakan untuk menopang hidupnya.
Ceklek.
"Hai cantik~ gimana kabarnya?" tanyanya begitu masuk dan duduk tepat disamping brankar luas milik wanita cantik itu.
Tidak ada jawaban, kecuali suara alat detak jantungnya. Dia tersenyum getir menatap lekat wajah pucat itu.
"Se-asik itu ya disana sampai lu gak mau buka mata? Disini lebih asik tau. Perusahaan lu makin maju, lu tahu kan gimana bagusnya perusahaan lu," ceritanya sambil mengganti bunga yang ada di atas nakas.
Bunga yang sudah layu diganti dengan bunga segar yang dia bawa.
"Tara~ ruangan lu jadi segar lagi. Oh ya, Lan, gue bawa foto Ara nih! Dia cantik banget tahu. Mukanya mirip banget sama lu! Dia juga pinter sama kayak lu. Kalau lu gak percaya, nih gua tempel ya... disini!"
Satu foto tertempel di dinding putih bersama dengan deretan foto lainnya. Tempat di hadapan brankar itu, foto pertumbuhan seorang anak gadis terpampang begitu banyak.
"Cantik deh!" ucapnya berkacak pinggang membanggakan karyanya.
"Udah jam 2 nih, biasanya lu bawel minta dibeliin cemilan, apa lagi kalau udah ada meeting. Duhh gak kebayang pusingnya gua harus nyetok!"
Dia kembali duduk. Menggenggam tangan kecil yang begutu rapuh itu dengan hati-hati.
"Gue kangen dengar lu ngomel. Gue kangen denger ocehan lu tentang suami lu. Gue kangen ekspresi dan kepintaran lu kalau urusin masalah perusahaan. Gua kangen semuanya, Lah. Gue mohon buka mata lu..."
Air mata menetes dengan pelan dari membasahi pipinya. Dia sangat rindu, keseharian penuh warnanya seketika hilang kala gadis di hadapannya ini tak sadarkan diri.
"Gue tahu lu bisa dengar semuanya kan, Lan." Jeda sejenak karena rasanya sangat sesak.
"Lu tahu gak sesakit apa Aldi saat liat lu menghembuskan nafas terakhir lu di depan matanya secara langsung. Dia bahkan nggak mau ngurusin Ara sampai Ara berusia 1 tahun..." Jeda lagi.
"Dan walaupun dia ngasuh Ara sekarang, dia masih nggak terima Ara sebagai anaknya, Lan. Dia masih beranggapan bahwa Ara adalah penyebab lu pergi."
Tri Aulia Wulan Sari Putri Adriatha.
Wanita cantik yang 15 tahun lalu dinyatakan meninggal itu, kini tengah memperjuangkan hidup dengan kepintaran buatan manusia.Dan sejak tadi yang berbicara adalah Linda. Sekertaris terhandal, terpercaya, dan paling setia yang senantiasa menjaganya.
Dengan susah payah Linda menghapus air matanya. Berkali-kali ia menghapusnya, berkali lipat juga tingkat derasnya.
"Baru kemarin--" Linda menarik nafasnya lebih dalam.
"Baru kemarin tepat di hari ulang tahun Ara, Aldi baru bisa nerima malaikat lu. Lu jahat tahu gak... Lu ngebiarin anak lu menderita sendirian selama 15 tahun. Kasih sayang seorang ayah yang ia harapkan, baru dia dapat kemarin, jahat lu Lan... jahat banget."
Linda tak kuasa menahan isakannya. Suara sesak itu menggema di ruang VVIP luas milik Wulan saat ini.
Ceklek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerd Metropolitan ✅ [REVISI]
Novela Juvenil[END😘😘😘] SUDAH TERBIT Silahkan cek di online shop kalian guys. Nerd itu bukan berarti aku harus culun dan menerima semua ejekan orang-orang. Aku tidak suka ditindas. Aku tidak suka diam. Aku tidak suka kebodohan. Aku tidak suka temanku terluka. A...