Hurt and many more

8.4K 739 47
                                    

LEGO mendesah pelan saat di lihatnya ketiga kakak kelasnya sudah berada di depan pintu kelasnya menunggu dirinya keluar dengan wajah panik. Meski Lego sudah menghindari mereka sejak kemarin, tentu saja karena Lego tak ingin ada urusan lagi dengan mereka, terlebih karena penyakitnya. Namun sepertinya ia tak bisa mengelak saat ini.

"Kenapa?" Tanya Lego santai sambil berjalan keluar, ketiga kakak kelasnya itu langsung mengekori, sesekali berusaha untuk menyamai langkah Lego.

"Kita butuh bantuan lo." Lagi-lagi Lego mendesah, ia sudah tau bantuan macam apa yang ketiga kakak kelasnya itu butuhkan. Dan Lego menolak keras untuk membantu.

"Sorry gue sibuk." Ucapnya, sekenanya. Lego masih saja berjalan tanpa menoleh sedikitpun, namun kali ini Aji mulai geram. Ia menarik bahu Lego agar lelaki itu berhenti berjalan dan menghadap kearahnya, "Jangan karena kita butuh lo, lo jadi merasa berkuasa ya. Walau gimanapun kita tetep senior lo, jadi lo tetep harus punya respect."

"Ya okey. Tapi gue tetep gak bisa." Lego berdiam berbalik dan pergi, namun kali ini Raska yang menariknya hingga kembali ke posisi semula. "Jangan kaya anjing lo Go. Waktu itu kita berantem bareng dan sekarang lawan gak terima kalo mereka kalah kemaren, terus lo mau kabur gitu aja hah?"

Sudah sejak tadi Lego menahan mulutnya agar tidak mengatakan yang sejujurnya, ia tak mau di kasihani, namun ia tak bisa pakai cara lain lagi karena ketiga kakak kelasnya itu mulai tersulut emosi dan memaksa. Bisa-bisa lawan Lego bukanlah anak SMA sebelah, melainkan ketiga kakak kelasnya itu.

"Gue kanker okey. Kalo kalian mau gue ikut berantem, ya sama aja kalian nyuruh gue buat mati lebih cepet. Ya emang gue bakalan mati cepet juga sih, tapi gue menolak buat mati dalam keadaan berantem. Jadi Please, bisa gak kalian biarin gue memilih cara mati gue sendiri dan urusin urusan kalian sendiri? Toh dari awal kalian yang nyeret gue buat berantem, bukan gue yang mengajukan diri."

Ketiga kakak kelasnya itu langsung terdiam kehilangan kata-kata seketika. Terkejut karena teman nongkrong, membolos dan merokoknya itu ternyata mempunyai beban dan penyakit seberat itu, namun karena ucapan Lego kelewat santai, Satria jadi sulit percaya, "Lo boong ya? jangan nyari alesan buat kabur."

Lego berdecak, "Ck, boong?" Mata biru lelaki itu langsung menatap ketiga kakak kelasnya dengan lekat sebelum merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan 2 buah tabung bening yang selalu di bawanya dan di minumnya secara rutin, membuat ketiga orang itu semakin terdiam tak tau harus mengatakan apapun.

"Gue juga selalu berharap kalo ini cuma boong. Kalo tuhan cuma lagi bercanda aja sama gue. Tapi sayangnya enggak." Ketiga orang itu masih mematung Bahkan saat Lego mulai melangkah pergi, mereka tetap terdiam, tak mencegatnya sama sekali.

Dan mungkin inilah akhir dari topeng berandalannya. Akhirnya satu topeng terkuak juga.

***

Langkah kakinya cepat berjalan melewati koridor rumah sakit, bahkan bisa di bilang ia sedang berlari sekarang. Meski di larang keras untuk berlari namun anak itu tak bisa menahan kegelisahan di hatinya, yang ia inginkan sekarang hanyalah sampai di ruang lafender nomor 34 sekarang juga.

Ia masih ingat suara ayahnya dari seberang telpon saat Lego sampai di gerbang sekolahnya. Suara yang bergetar menahan tangis itu berkata, "Bunda masuk rumah sakit Go, kamu  kesini bareng Om Galaxy ya, Papa gak bisa jemput." Kata-kata itu masih terngiang di telinganya, satu-satunya alasan mengapa Ayahnya sampai tak bisa menjemputnya pastilah karena kondisi Bundanya sangat gawat.

Tanpa menunggu apapun lagi, lelaki itu langsung berlari menyetop sebuah taksi. Ia tak punya waktu untuk menunggu Galaxy datang ataupun menjelaskan kepada Venus yang memanggil namanya berkali-kali saat lelaki itu memilih pergi begitu saja. Terlebih karena pagi tadi Bundanya terlihat baik-baik saja, namun sekarang tiba-tiba masuk rumah sakit. Lego benar-benar tak tau apa yang sebenarnya terjadi.

M A S C H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang