Gencatan Senjata, melawan Ego

6.7K 613 62
                                    

MILEA langsung meletakan sebuah tempat alumunium di hadapan Lego saat gelagat anaknya menunjukan ingin memuntahkan sesuatu dari dalam mulutnya. Dan benar saja, Lego pun langsung memuntahkan isi perutnya kedalam baskom tersebut.

Deva memang sudah memperingatkan kalau Lego akan mual dan muntah setelah menjalani kemoterapi. Oleh sebab itu Deva meminta Milea untuk mengawasinya. Sementara Javier sedang tidak berada di sana untuk menjalani check up yang tentu saja Milea belum di beri tahu. Meski sudah berbaikan, hubungan mereka masih terasa asing. Mereka belum bisa terbuka bebas seperti sebelum-sebelumnya.

Tangan kiri Milea langsung mengelus tengkuk Lego, membantu anaknya untuk muntah. Milea merasa kasihan sekali dengan anaknya. Sudah di suntik sana-sini, minum obat yang jumlahnya tidak sedikit dan akhirnya harus merasakan muntah-muntah seperti ini.

Lego langsung membaringkan tubuhnya yang lemas ketika perutnya sudah tidak mual lagi. "Udah?" Tanya Milea memastikan, dan anak itupun menganggukan kepalanya.

Milea langsung membawa tempat itu ke kamar mandi. Membuangnya di closet kemudian menekan flashnya sebelum akhirnya keluar dari kamar mandi, meletakan tempat alumunium itu di bawah kasur jika sewaktu-waktu Lego mual lagi.

Lego meletakan lengan kirinya di atas mata menahan segala gejolak tidak enak di seluruh tubuhnya. Wajahnya benar-benar pucat. Tubuhnya bertambah kurus dan Lego benar-benar tersiksa dengan tubuhnya sendiri. Seolah kalau bisa, ia ingin melepaskan jiwanya sebentar dari tubuhnya sendiri agar tak lagi merasakan sakit.

"Minum dulu ayo, biar kamu gak dehidrasi." Milea pun menyodorkan sedotan yang berada di dalam segelas air mineral ke arah Lego. Anak itupun langsung menyingkirkan tangannya dan mengangkat kepalanya sedikit untuk meminum air yang di berikan Bundanya. "Kasian anak Bunda." Sebelah tangannya yang bebas mengelus kening Lego yang sedikit hangat dan berkeringat.

Sesudah Minum, Lego kembali membaringkan kepalanya. Di lihatnya 2 buah bag berisi obat kemo yang mengalir tepat ke selang yang menancap di dadanya dekat dengan lehernya. Cairannya hanya tersisa sedikit lagi, dengan begitu injeksinya akan segera di lepas. Setelah 3 hari menjalani kemo, akhirnya ia akan terlepas juga, meski hanya sementara. Namun Lego begitu bahagia.

"Lego mau tidur lagi?" Tanya Milea.

Legopun menggeleng, mana bisa ia tertidur dengan kondisi tubuh seperti sekarang. "Enggak Bun."

"Atau mau makan?" Tawar Milea.

Lego menggeleng lagi, "Apalagi itu, enggak mau, enek." Ucapnya sambil mengelus-elus perutnya. "Ayah mana bun?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Milea mengangkat bahunya serempak, "Enggak tau, tadi katanya mau ketemu Om Deva dulu." Legopun mengangguk mengerti.

Tak berapa lama kemudian, seseorang yang di bicarakan mereka pun datang, membuka pintu kamar rawat Lego dengan Deva yang berada di belakangnya.

Deva langsung mengecek bag yang tergantung bersama kantung infusan yang lain. Cairan itu sudah habis sekarang. "Udah selesai ini. Injectnya mau di cabut sekarang?" Tanya Deva.

Lego pun langsung mengangguk cepat, "Iya Om, sekarang aja."

"Yaudah, tunggu sebentar ya." Deva pun langsung menekan tombol di samping tempat tidur Lego, hingga tak berapa lama kemudian seorang suster memasuki ruang rawat itu.

"Di buka ya sus selang kemonya." Perintah Deva yang langsung di beri anggukan kepala oleh suster tersebut. Suster berbaju putih itu langsung kembali berjalan keluar untuk mengambil peralatannya, sementara Deva mengecek keadaan Lego.

"Dia agak Demam kayanya Dev." Ucap Milea mengingat kening anaknya yang hangat.

Deva mengangguk setuju, "Iya, masih lemes juga ya gara-gara kemo?" Tanya Deva lebih di tunjukan kepada Lego.

M A S C H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang