Topeng yang Melekat

14.5K 1K 17
                                    

BAU alkohol yang di tuangkan oleh Venus di atas kapas langsung tercium di hidung Lego. Napas kasarnya berkali-kali terdengar, terlebih saat Venus membersihkan luka-lukanya. Lego meringis sesekali mambuat Venus ngeri sendiri, meski sebenarnya ia agak kesal begitu menunggu Lego hampir satu jam dan ketika datang, lelaki itu malah babak belur.

Untung saja rumah Venus sedang kosong melompong. Kalau tidak pasti kedua orang tuanya yang juga dekat dengan keluarga Lego akan mengomelinya habis-habisan. Setelah membersihkan lukanya. Kini Venus menuangkan obat merah keatas kapas, menekan-nekannya sedikit kearah lebam dan luka di wajah Lego.

"Aw!" Ringisnya memundurkan wajahnya sekilas begitu Venus menekan wajahnya terlalu kencang.

"Sakit ya?" Wajah Venus terlihat begitu mengeri, keningnya mengerut dalam saat menatap Lego meringis.

"Ya lo pikir aja Ve." Lego kembali memajukan wajahnya agar Venus bisa kembali mengobatinya. selain di bagian wajah. Luka yang cukup parah dan terlihat adalah tangan sebelah kirinya. Terdapat luka menganga yang cukup panjang akibat terkena ujung penggaris besi. Namun Venus sudah terlebih dahulu menutupinya dengan perban, sebelum beralih ke wajah Lego.

"Lagi sih, sok jagoan banget berantem-berantem segala. Rachel tuh mati bukan buat bikin lo jadi suka ngelukain diri lo sendiri tau." Tangannya dengan hati-hati menutup luka di kening Lego yang tadinya banyak mengeluarkan darah, namun setelah di kompres dengan es batu. Kini darahnya sudah berhenti dan lebam-lebamnya sudah mendingan. Tanpa sadar kalau lelaki itu tertegun mendengar ucapannya.

"Bacot." Lego pun langsung menjatuhkan tubuh letihnya ke atas tempat tidur Venus mencoba tidak memperdulikan apa yang gadis itu sempat katakan, sementara Venus membereskan kotak P3Knya dan juga membuang kapas-kapas yang tadi di gunakan untuk membersihkan luka Lego. Terlihat tidak merasa bersalah sama sekali dengan ucapannya, ia sudah lelah menasehati Lego dengan kata-kata lembut, yang nyatanya tak pernah di dengar.

"Tangan lo kayanya harus di bawa ke klinik deh." Ucap Venus setelah kembali duduk di samping lelaki itu, mengamati perban di tangan Lego yang terlihat amatiran dan tidak rapih. Kemudian mata Venus beralih pada dada Lego yang naik turun setiap kali lelaki itu menghembuskan napas. Suara napasnya jauh lebih berat dari biasanya, seolah untuk bernapas saja ia butuh kekuatan ekstra.

"Dada lo luka gak sih?" Mata Lego langsung melirik kearah Venus, tangan kanannya yang sehat wal afiat menyentuh dada, namun ia tak merasakan sakit saat di sentuh. Hanya saja setiap ia menarik napas memang terasa nyeri.

Lego pun menggeleng, "Enggak sih kayanya."

"Tapi napas lo aneh. Kaya sesek gitu. Lo asma?" tanya gadis itu meski ia tau kalau Lego tidak punya riwayat asma. Namun mengingat tubuh anak itu memang kurang baik sejak kecil, jadi mungkin saja hal itu bisa terjadi tanpa ia ketahui.

Namun lagi-lagi Lego menggelengkan kepalanya. "Enggak. Mungkin tadi ketendang." Lagi-lagi Venus bergidik ngeri, membayangkan dadanya di tendang. Pasti rasannya akan sesak dan sakit sekali.

"Deket sini ada klinik gak sih? Kalo gue pulang kaya gini, yang ada Bunda bisa nyuruh gue ke rumah sakit." Lelaki itu menegakan kembali tubuhnya menatap Venus.

"Ya mending sekalian ke rumah sakit."

Lego langsung memasang wajah kecut setelah mendengus, "Yang ada Bunda nyuruh gue nginep di rumah sakit, padahal cuma luka ringan gini. Enggak deh makasih, mending gue ke klinik, terus sampe rumah tinggal bilang udah ke dokter, kelar urusan." Lelaki itu membuka tangannya di udara, menganggap idenya cemerlang dan kelewat mudah, ketimbang harus masuk rumah sakit yang sebenarnya sudah seperti rumah kedua untuknya.

Venus pun tak bisa apa-apa lagi, ia sendiri sudah tau tabiat sahabat Papanya itu seperti apa, jadi mau tidak mau, ia akhirnya setuju dengan usulan Lego. Gadis itupun langsung mengambil jaket dari dalam lemarinya untuk menyelubungi seragam SMA yang belum di gantinya.

M A S C H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang