Kekhawatiran tanpa Jeda

6.4K 640 87
                                    

RUANGAN itu benar-benar gelap pekat jika berada di malam hari, tentu saja karena gedung tua itu sudah tak memiliki aliran listrik lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RUANGAN itu benar-benar gelap pekat jika berada di malam hari, tentu saja karena gedung tua itu sudah tak memiliki aliran listrik lagi. Jadi penerangan satu-satunya yang berada di sana hanya berasal dari lilin yang ia letakan di sudut-sudut ruangan.

Dior berdecak sambil memandangi anak laki-laki yang ia ikat di kursi dan mulutnya di sumpal oleh kain. Wajah anak itu benar-benar lesu seolah tak ada tenaga barang untuk merontah. Tentu saja Dior sudah tau hal itu. Anak itu kanker. Dan Dior meletakannya pada ruangan kecil berdebu dan gelap, tentunya hal itu akan membuatnya sesak napas. Jadi Dior tidak perlu mengotori tangannya untuk menyiksa anak di hadapannya itu.

Lelaki itu berjalan mendekat, di cengkrangnya dagu Lego dan mengarahnya hingga mata mereka saling bertabrakan. "Ternyata lebih mirip bapaknya ya." Gumamnya lebih kepada dirinya sendiri. Kemudian melepaskan kepala anak itu begitu saja dan kembali duduk di pinggir meja yang berada di hadapan anak itu.

"Lo tau gak kalo gue cinta banget sama Bunda lo?" Dior mulai bertanya hal yang akhirnya membuat Lego paham kenapa lelaki itu menyekapnya.

"Dari awal kenal sama Milea, gue udah suka. Walaupun gue tau kalo dia lebih tua dari gue, tapi wajahnya tetep cantik bahkan keliatan lebih muda dari gue. Dia baik banget, baik banget kan?" Lelaki itu menatap Lego seolah meminta jawaban, namun anak itu tak bergeming sama sekali, lagi pula ia tak bisa berbicara.

"Setiap dateng pagi dia suka bawa makanan banyak ke lokasi. Kadang dia suka ngajak gue makan bareng. Gak peduli kalo lagi ada Media atau enggak. Tapi sejujurnya, gue lebih suka kalo ada Media, karena Milea pasti di suruh buat nyuapin gue."

"Semuanya berjalan lancar-lancar aja. Gue udah nganggep dia lebih dari temen. Segala pencitraan yang kita buat di media bikin kita makin deket. Gue tau sifat asli Milea yang penyayang dan kadang suka marah-marah sendiri, tapi gue tetep suka." Dior menahan ucapannya, kini ia menaikan tubuhnya di atas meja kayu itu, menautkan kedua jemarinya sambil menggerak-gerakan kakinya yang menggantung.

"Tapi tiba-tiba dia ngilang gitu aja, tanpa kabar, tanpa bisa gue hubungin. Dan tiba-tiba dia mundur dari film kita. Dan gue? Ya gue merasa kehilangan. Gue ikut-ikutan mundur dari film karena gue gak mau di pasangin sama cewek lain. Gue mau Milea. Cuma Milea." Dior tersenyum, membuat Lego sangat yakin kalau pria di hadapannya ini memiliki kelainan jiwa.

Dior mengangkat satu kakinya keatas meja kemudian meletakan kepalanya di atas lutut, "Pas gue cari tau, ternyata semuanya gara-gara lo. Dan sekarang gue tau kalo Milea udah nikah dan punya anak. Bisa lo bayangin rasanya jadi gue?" Nada suara Dior memang terdengar santai, namun sorot matanya yang mengkilat terkena cahaya lilin membuat Lego bergidik ngeri. Lelaki itu terlihat sangat menyeramkan.

Lelaki itupun menurunkan kedua kakinya keatas lantai yang kotor dan berdebu itu, lagi-lagi ia mendekati tubuh Lego. Menundukan kepalanya hingga jarak kepalanya hanya tersisa sejengkal dari wajah Lego. "Tapi gue gak peduli." Dior menyengir lebar hingga sederet giginya terlihat.

"Gue akan lakuin apapun supaya dapetin Milea, termasuk buat bunuh lo."

***

"Maaf Pak, peraturannya sudah jelas, 1x24 jam."

Javier pun langsung menggebrak meja di depannya tidak peduli kalau sekarang ia berada di kantor polisi. Anaknya dalam bahaya dan polisi-polisi itu harus bekerja, berapapun harganya Javier akan bayar, seberapapun sulitnya, Javier akan hadapi. Termasuk jika harus menghajar polisi-polisi di hadapannya itu.

Onad yang baru datang dari surabaya langsung menarik tubuh Javier menjauh dari polisi yang wajahnya sudah mulai kesal. "Maaf Pak." Ucapnya pada lelaki itu sebelum menarik Javier keluar dari kantor polisi itu.

"Lu udah gila ya?"

"Iya! Gue bakalan gila kalo Lego gak ketemu juga." Javier menjambak rambutnya frustasi sambil mengerang kesal. Di edarkan pandangannya kemanapun seolah lelaki itu tak bisa tenang.

"Gak perlu pake polisi, gue sama yang lain bakalan bantuin lo."

Saat ini Milea, Deva dan Thalita sedang pergi menuju kantor manajementnya untuk menanyakan data-data tentang Dior, seperti alamat rumahnya, meski kemungkinannya sangatlah kecil kalau memang Dior membawa Lego ke rumahnya. Namun mereka ingin tetap mencoba. Sementara Javier dan Onad mencoba meminta bantuan ke kantor polisi yang ternyata tak ada hasilnya.

Fabian juga sudah di hubungi, ia sedang di pesawat, perjalanan balik ke indonesia bersama dengan Bianca. Ke 3 anaknya masih berada di London di temani oleh orang tua Fabian. Semuanya ingin berada di dekat Javier dan membantu lelaki itu, terlebih kebiasaan Javier yang selalu lepas kendali setiap kali ia emosi, membuat teman-temannya yakin kalau Milea tak akan bisa menangani lelaki itu sendiri.

Oriza dan Joy tidak ikut mencari, mereka di perintah untuk tetap berada di rumah, di awasi oleh seorang asisten rumah tangga.

"Gue harus ngapain lagi sekarang Nad? Anak gue ilang dan dia lagi sakit. Aarggh! Bangsatt!" Kaki Javier langsung menendang ban motor yang berada di hadapannya membuat Onad lagi-lagi harus menariknya menjauh dari benda apapun. Bisa-bisa segala hal akan hancur jika berada di sekeliling Javier sekarang.

"Gini deh, gimana kalo kita keliling aja di deket sekolah Lego sama di sepanjang jalan menuju rumah lo. Ori bilang arahnya sama kan? Gue yakin Dior gak mungkin bawa Lego jauh dari sana. Yang pertama karena dia nyuliknya pas siang, which is masih banyak orang berkeliaran, gak mungkin kan dia nyeret-nyeret Lego gitu aja? Gue yakin tempatnya gak jauh dari pinggir jalan raya."

Mendengar ucapan Onad tiba-tiba Javier yang tadinya masih sibuk dengan emosinya, tiba-tiba saja terdiam. Ia langsung mengarahkan pandangannya kearah Onad dengan mata yang terbuka lebar, "Gue tau mereka di mana!"

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Javier langsung berlari menuju mobilnya yang mau tidak mau Onad harus ikut berlari agar dapat mengikuti anak itu. Tepat sebelum Javier membuka pintu pengemudi, buru-buru Onad menahan gerakannya, "Gue yang ngetir." sergahnya cepat.

Javier langsung berdecak, "Awas anjing!"

"Gue bilang, gue yang nyetir." Onad langsung membuka pintu pengemudi dan memasukinya, tak membiarkan Javier mendapat celah untuk masuk. Lelaki itupun akhirnya mengalah dan segera memutari mobil, duduk di jok samping pengemudi.

"Kita kemana?" Ucap Onad sambil menyalakan mesin mobilnya.

"Jalan aja, gak jauh dari sekolah Lego ada gedung kosong. Milea sama Dior pernah syuting di situ."

Dengan mantap, Onad pun menekan pedal gasnya kencang keluar dari parkiran.

***

#201 in teenfiction 24/03

Ini cerita gak kelar-kelar ya. Pusing pala

M A S C H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang