KALAU ada yang bertanya, apa yang lelaki itu ingin lakukan di kala weekend seperti ini, terlebih saat dirinya baru di jemput pulang oleh ayahnya dari hotel tempat ia menginap semalam? Lego akan menjawab, bermalas-malasan di rumah sambil menonton film rekomendasi dari Oriza sahabatnya.
Namun tidak bisa untuk hari sabtu yang cerah cemerlang ini. Ia sudah ada janji untuk mengerjakan tugas kelompok membuat prakarya kesenian di rumahnya bersama Venus. Dan tidak bisa mengelak karena begitu ia sampai di depan pagar, gadis itu sudah menunggunya dengan sepedah kumbangnya.
Jarak rumah mereka yang hanya beberapa blok, membuat Venus tidak perlu membawa kendaraan bermotor. Lagi pula ia tak bisa menyetir, entah motor ataupun mobil. Ia tak bisa keduanya, Papanya pun tak mengizinkannya untuk belajar mengemudi.
Dan sekarang sudah hampir sejam kedua anak itu duduk di lantai beralaskan karpet berbulu warna abu-abu. Tak banyak yang mereka katakan selama satu jam itu, hanya sibuk membuat bulatan yang tidak sempurna dari lilin mainan. Membentuk planet-planet yang ada di angkasa.
Mata Lego menatap gadis di hadapannya lekat setelah ia menyelesaikan rangkaian kawat yang melingkar di sebuah bola yang sudah mereka cat dengan warna kuning-oranye seperti matahari. Dan kawat tersebut sebagai lintasan planet. Dengan beberapa cabang yang menjuntai untuk nantinya di letakan berbagai planet lilin di atasnya.
Gadis di hadapannya begitu serius membentuk planet-planet bahkan ia mewarnainya menyerupai aslinya dengan melihat contoh di ponsel. Mata Lego turun kearah pakaian gadis itu. Ia memakai baju kodok jeans panjang dengan sweater di dalamnya. Ujung celananya ia gulung hingga terlihat mengatung. Jujur Lego tak mengerti fashion, tapi entah mengapa ia tak suka gaya berpakaian gadis itu. seperti anak kecil, menurutnya. Terlebih lagi rambutnya di kuncir kuda.
Ketika sedang asik mengamati, ternyata matanya bertabrakan dengan milik Venus saat gadis itu menoleh kearahnya. Mereka berdua sama-sama membuang pandangan bersamaan, dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Awkward sekali.
"Udah belom?" Tanya Venus tidak menoleh sama sekali.
"Lintasannya?" Lego melirik Venus sekilas, namun ketika dilihatnya gadis itu tak menoleh, ia kembali memperhatikan bola di tangannya.
"Liatin guenya, udah belom?" Venus tertawa cekikan membuat Lego jadi malu sendiri.
"Tolol." Gumamnya begitu menusuk.
Tawa Venus bubar entah kemana, "Lo kapan bisa manis sih sama cewek? Kasar mulu omongannya." Protesnya. "Mana sini?" Ia langsung menjulurkan tangan kirinya meminta bola berkawat yang ada di tangan Lego.
Lelaki itupun memberikannya dengan hati-hati, takut-takut akan bergeser. Namun Venus yang matanya masih terpaku pada lilin di tangan kanannya pun akhirnya tak melihat Lego sudah memberikan bolanya. Alhasil benda itu jatuh ke lantai, bergelinding dan kawatnya bengkok semua.
"Gila ya. Kalo mata lo udah gak ada gunanya lagi, mending lo donorin ke orang yang lebih butuh." Ucapan Lego begitu dingin dan menusuk. Namun Venus sudah sangat terbiasa dengan itu. Jadilah ia tak memperdulikan Lego dan langsung mengambil bola itu, membenarkan posisi kawat-kawatnya seperti semula.
"Tinggal di benerin, gak usah ngomel."
Lego memilih untuk tidak menjawab. Ia membaringkan tubuhnya di atas karpet dengan kedua tangannya yang terlipat sebagai bantal. Melihat Lego malah malas-malasan Venus pun langsung melemparkan potongan lilinnya hingga menempel dikening Lego. "Enak banget idup lo ya."
Lego mengangkat tubuhnya dan menyanggahnya dengan lengannya. "Kan gue udah bikin lintasan tadi." Ucapnya membela diri.
"Ya bantuin apa kek, koprol kek, jangan diem aja." Oceh Venus, gadis itu menancapkan lilin-lilin planetnya pada kawat-kawat. Menyusunnya mulai dari Merkurius, hingga saturnus.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A S C H E R A
Teen Fiction•The missing piece of Alea Jacta Est• Selamat datang di pertunjukan paling spektakuler. Anda tak akan pernah tau topeng mana yang asli. Anda tak akan tau siapa yang sedang berpura-pura. Karena nyatanya, hidup ini hanya sebuah panggung. Para pemain m...