LELAKI itu langsung menoleh begitu kakak kelasnya menyodorkan sekotak rokok dengan posisi satu batang yang keluar dari dalam kotaknya. Ia langsung mengambilnya dan menyelipkan di antara bibirnya, dan kakak kelas yang lain menyulutkan rokok itu dengan korek hingga ujungnya terbakar.
Ia menghisapnya dalam, beberapa asap masuk kedalam tubuhnya dan beberapa lagi ia hembuskan ke udara, terkadang lewat mulut, dan terkadang juga lewat hidung. Kedua tangannya sibuk memegang kartu remi yang sesekali ia lemparkan satu saat gilirannya tiba.
Hingga kegiatannya itu terintrupsi dengan bunyi ponselnya sendiri, bertepatan dengan Raska yang mengerang karena kalah bermain. Beberapa kakak kelasnya yang lain langsung mengoles wajah Raska dengan bedak, namun satu-satunya anak kelas sepuluh di sana malah melengos pergi memberi jarak agar bisa mengangkat telpon.
Avenus Sinatra Caliing...
"Kenapa?" Ucapnya to the point, meski sudah tau maksud dari gadis itu meneleponnya.
"Di mana lo sekarang?" Kata-kata yang berisi kemarahan dan kekecewaan itu sudah tak mempan lagi olehnya. Pasalnya, sudah hampir setiap hari lelaki itu membolos kelas, dan sudah hampir setiap hari itu juga Venus selalu mencarinya, dan berkata dengan nada yang sama setiap harinya.
"Belakang." Jawabnya santai.
"Lego!" Matanya melirik kesebuah meja di depan warung kecil dimana teman-temannya berada dan Ajilah yang memanggilnya, memerintahkannya untuk segera kembali karena permainan akan segera di mulai kembali. Lego hanya mengangkat tangannya yang sedang mengapit sebuah rokok, bermaksud untuk memberitahu teman-temannya untuk menunggu.
"Kekelas gak lo sekarang! Ngapain sih bolos mulu? mau gak naik kelas ya lo!" Ceramah Venus.
"Bacot banget sih. Nanti juga gue kesana."
"Sekarang!" Perintah Venus dengan begitu tegas, lebih tepatnya lagi, ia berteriak. Lego pun langsung menjauhkan ponselnya dari telinga untuk beberapa saat, sebelum akhirnya mendekatkannya lagi. "Bacot sumpah." Umpatnya sambil membuang rokok ya ketanah dan menginjaknya dengan sepatu untuk mematikan baranya.
"Gue bilangin Pak Hadi, kalo sekarang lo gak balik juga." Ancamnya. Lego pun langsung membayangkan wajah Pak Hadi, walikelasnya yang masih sangat kolot, tidak segan-segan memukul siswanya yang tidak disiplin dengan penggaris papan tulis yang ukurannya lebih besar dari teriakan Venus. Membuatnya bergidik ngeri.
"Sumpah ya tuh mulut, ember banget."
"Bodo! Pokonya kalo gue itung sampe lima, lo gak dateng juga. Gue bakal aduin."
"Gimana caranya coba?"
"Satu.." Dengan cepat Lego pun langsung mematikan sambungan telponnya, tanpa berpamitan dengan teman-temannya, ia langsung berlari menuju pintu samping yang sudah lama tidak terpakai dan terkunci dari dalam.
Ia langsung memanjatnya dan melompat dengan cepat, ia sudah terbiasa melakukan hal itu. Langkahnya terus berjalan cepat hingga akhirnya berhenti di depan pintu kelasnya, dimana Venus sudah berada di sana, bersandarpada pintu cokelat yang terbuka.
Lego terdiam mengatur napasnya sementara Venus yang sedang tertawa langsung menepuk bahu Lego, "Bagus-bagus."
Dengan kesal, lelaki itupun langsung menepis lengan Venus dan berjalan memasuki kelas. Duduk di bangkunya, tempat tasnya berada. Memang saat tadi pagi di antar oleh Javier. Lego langsung memasuki kelasnya, menaruh tas dan kemudian berjalan keluar sekolah untuk menemui teman-temannya, yang rata-rata adalah anak kelas 12 di warung belakang sekolah.
Sementara Venus mengekorinya dan duduk di sampingnya, karena memang mereka duduk semeja. Pak Hadilah yang mengatur posisi duduk di kelas. Semua anak laki-laki akan duduk dengan anak perempuan. Katanya agar mereka bisa berbaur dan tidak kubu-kubuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A S C H E R A
Teen Fiction•The missing piece of Alea Jacta Est• Selamat datang di pertunjukan paling spektakuler. Anda tak akan pernah tau topeng mana yang asli. Anda tak akan tau siapa yang sedang berpura-pura. Karena nyatanya, hidup ini hanya sebuah panggung. Para pemain m...