Jangan Tinggalin Bunda

9.5K 798 27
                                    

"SATU-satunya jalan cuma dengan kemoterapi."

Setelah menjelaskan berbagai pengobatan yang bisa membantu Lego untuk sembuh atau paling tidak menghambat perkembangan kankernya, akhirnya tidak ada pilihan lain selain dengan kemoterapi. Javier mendesah, Milea di sampingnya juga tak kalah frustasi. Meski tak begitu mengerti dengan kemoterapi, namun Milea dan Javier sangat tau dengan efek sampingnya, seperti mual dan muntah, kerontokan rambut, memar, mudah lelah ataupun sulit tidur. Dan kedua orang tua itu tak bisa membayangkan hal tersebut akan terjadi pada putranya.

"Gak ada cara lain?" Tanya Javier.

"Operasi." tandas Deva dengan cepat namun baik Javier dan Milea tak menyukai cara yang satu itu. "Tapi kanker Lego udah menyebar, ya resikonya kita gak bisa ngangkat semuanya, dan kanker yang tersisa itu bakalan terus berkembang, cara satu-satunya cuma dengan obat sama kemo."

"Jadi kita emang gak ada pilihan lain?" Kali ini Milealah yang membuka mulut. Wajah wanita itu sedikit pucat dengan kantung mata yang mulai menghitam di bawah matanya, ia kurang tidur, setiap malam selalu menjaga Lego karena pada jam-jam tertentu anaknya suka terbangun dan mengeluhkan tidak bisa bernapas.

Deva mengangkat bahunya serempak, "Gak ada pilihan."

Javier pun langsung menoleh kearah Milea bertepatan dengan istrinya itu yang juga menoleh kearahnya. Javier menjulurkan tangannya menggenggam tangan Milea erat, "Kita tanya Lego dulu, gimana?" Ucap Javier. Ia tau kalau dirinya dan Milea tak mungkin memutuskan sepihak sementara Lego yang akan menjalani pengobatan tidak di ikut sertakan untuk memilih.

Milea menggangguk setuju, "Iya, kita tanya Lego dulu."

***

Perempuan itu langsung mundur beberpa langkah karena tiba-tiba Sisi keluar dari ruang rawat Lego begitu saja, "Eh, sorry Mbak."

Milea menggeleng, "Gak apa-apa Si. Makasih ya udah jagain Lego." tangan Milea bergerak mengusap bahu Sisi sebagai ucapan terimakasih. Karena Milea tak bisa membiarkan Lego sendirian di kamar rawatnya walau hanya ia tinggal sebentar untuk pergi ke ruangan Deva bersama Javier. Milea tetap merasa tidak tenang kalau tak ada yang mengawasi putranya.

"Mbak nih, segala bilang makasih. Lego kan keponakan aku juga." Ucap Sisi membuat Milea mengulas senyumanya. "Yaudah Mbak, aku permisi dulu ya, Di suruh pulang sama ibu." Ujarnya pamit.

"Salam buat Mbak Jihan ya Si." Javier berucap ketika Sisi meleyakan punggung tangan Javier di keningnya. "Iya Mas. Saya permisi."

Setelah Sisi melangkah menjauh, Javier pun langsung membuka pintu kamar rawat Lego, menahannya untuk beberapa detik agar Milea bisa masuk kemudian menutupnya kembali.

Milea langsung mengambil tempat dan duduk di pinggir tempat tidur sementara Javier duduk di bangku yang telah di sediakan. Mata Milea menatap makanan yang masih terbalut plastik di atas meja, itu adalah makan siang Lego. Wanita itupun langsung mengelus pipi Lego lembut, "Hei, Go. Makan dulu yuk." Ucapnya lembut membangunkan Lego.

Yang di eluspun hanya menggeliat dan mempernyaman posisi tidurnya tanpa ada niat untuk bangun. Meski Milea tidak tega, anaknya itu tetap harus makan dan minum obat sesuai jamnya. Jadi Milea tetap mengelus lebut kepala hingga lengan Lego untuk membangunkannya, "Ayo makan dulu sebentar, nanti tidur lagi."

Akhirnya Legopun bangun, mata birunya langsung melihat kearah Milea kemudian kearah Javier yang berada di samping tempat tidur. "Makan dulu yuk." Ajak Milea sekali lagi membuat Lego pun menangguk.

Di angkatnya tubuhnya sedikit di bantu oleh Javier hingga dapat terduduk di kasurnya dan bersandar pada bantal yang sudah di atur oleh Javier agar anak itu bisa bersandar dengan nyaman.

Mileapun langsung menggeser meja makan Lego hingga berada di depan dada anak itu. di bukanya plastik pembungkusnya kemudian mulai menyuapi Lego sedikit demi sedikit. Karena saat di mulutnya terdapat makanan, entah bagaimana Lego jadi sulit mengatur napas. Seolah hidungnya mampat padahal selang oksigen masih berada di hidungnya dan membantunya bernapas.

"Ayah gak kerja?" Tanya Lego saat melihat ayahnya berpakaian santai. Kaos oblong berwarna abu-abu berlapis jaket hitam dan celana dengan warna senada.

Javierpun menggeleng, ia sengata mengcancel semua rapat dan meetingnya karena Deva sejak kemarin sudah meminta dirinya dan Milea untuk membahas tentang kesehatan Lego. Jadilah ia membolos untuk satu hari. Tak ada yang melarang, tentu saja karena perusahaan yang di jalankan adalah milik ayahnya yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.

"Bosen kerja mulu." Ucap Javier bercanda.

"Mentang-mentang punya Opa perusahaannya jadi males kerja." Ucap Lego menanggapi.

"Eh iya Go, Venus nanyain kamu terus tau. Bunda gak boleh kasih tau kalo kamu di rawat di sini?" Tanya Milea sambil menodorkan gelas berisi air mineral dengan sedotan yang kemudian di minum oleh Lego.

"Jangan Bun, biarin aja." Jawabnya.

"Kasian tuh pacarnya khawatir." Ucap Javier tiba-tiba menimpali.

Lego pun langsung membantah, "Apaan sih Yah. Orang gak pacaran."

"Pacaran juga gak apa-apa." Goda Javier lagi membuat Lego memutar bola matanya malas.

Milea hanya tersenyum saja sambil menyodorkan sendok berisi nasi dan sayuran kearah mulut Lego, namun anak itu justru menggeleng, "Udah Bun." Ucapnya.

"Kok udah? baru 3 suap loh."

"Susah napasnya Bun." Jawab Lego yang membuat Milea tertohok. "Mau Bunda panggilin suster?" Tawarnya meletakan sondok di genggamannya kedalam piring.

Lego menggeleng, "Lego gak apa-apa, cuma kalo ngunyah jadi susah napasnya."

"Sekali lagi deh, sekali lagi." Milea kembali menyodorkan sendoknya sambil merayu putranya itu hingga Lego akhirnya menyerah dan membuka mulutnya. Melahap makanan yang di suapi oleh Bundanya.

"Udah." Serunya menarik sedotan dari dalam gelas di hadapannya kemudian meminumnya.

"Sekali lagi deh." Tawar Milea lagi-lagi menyodorkan sendok kearah mulut Lego membuat anak itu memundurkan wajahnya, "Ih Bun kan udah tadi sekali."

"Ya sekali lagi."

Legopun menggeleng mantap dan menutup mulutnya dengan tangan menunjukan pada Milea kalau ia benar-benar tidak bisa makan lagi. Mileapun menyerah, di gesernya kembali meja makan itu hingga tak ada lagi penghalang di antara tubuhnya dengan Lego.

"Jav tolong obat Lego." Javier pun langsung meraih botol kecil yang di dalamnya berisi 3 butir obat yang sudah di kemas oleh suster-suster rumah sakit sebagai obat khusus setelah makan dan memberikannya kepada Milea.

Wanita itupun langsung menyerahkan satu persatu pil di dalam sana kepada Lego dan dengan patuh di tenggaknya obat-obatan itu dengan bantuan air. Setelah selesa Milea meletakan botol kosong itu dan gelas yang airnya sisa setengah di atas meja kecil di samping tempat tidur. Di tariknya selimut hingga mencapai dada putranya, ketika Lego sudah meluruhkan kembali di atas kasur.

"Sembuh ya Go." Ucap Milea sambil mengelus rambut putranya.

Legopun menganggukan kepalany, "Doain Lego terus ya Bun, Yah." Ucapnya sebelum memejamkan matanya dan kembali tertidur karena efek dari obatnya.

Air mata Milea lagi-lagi terjatuh, di majukannya kepalanya dan mengecup kening Lego cukup lama sambil menangis, "Jangan tinggalin Bunda ya sayang." bisiknya membuat Javier yang mendengarnya langsung menengadahkan kepala menahan agar air matanya tidak ikut mengalir.

M A S C H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang