Another Alexandria arrived [Special Part]

14.7K 788 216
                                    

Milea hamil.

Dua kata itu sebenarnya bukan perpaduan yang pas. Entah masalah atau kebahagiaan, sampai sekarang Javier tidak dapat memprediksi yang mana yang lebih ia rasakan. Milea jadi lebih manja ketimbang biasanya. Berbeda dengan saat mengandung Lego, Milea kini lebih memperhatikan penampilan dan lain sebagainya. Membuat Javier setidaknya harus menunggu 2 jam untuk wanita itu bersiap ketika mereka akan pergi.

Tadinya yang merasakan kesengsaraan dari sikap Milea—karena bawaan bayi tentunya—hanya Javier. Hingga tiba masanya Milea menjadi jauh lebih manja kepada Lego, anaknya. Entah meminta Lego tidur dengannya, menyuruh anaknya untuk tidak pergi kesekolah karena Milea tak ingin di tinggal, ataupun tak mengizinkan Lego keluar kamar barang sedetikpun.

Dari yang awalnya senang karena akan memiliki adik, kini Lego jadi kesal sendiri. Pasalnya sebentar lagi akan ada ujian kenaikan kelas dan setidaknya sudah 3 hari ia membolos sekolah karena Milea. Bahkan wanita itu tampak tidak peduli jika Lego tak naik kelas.

Oiya, yang lebih parahnya lagi, Milea sering sekali cemburu ketika Venus datang ke rumah untuk bertemu Lego. Ada saja yang Wanita itu lakukan agar mereka berdua tak bisa berduaan. Akhirnya Lego pun menyuruh Venus untuk tidak datang ke rumah sekitar seminggu yang lalu. Demi calon adiknya yang sepertinya akan manja sekali dengan Lego ketika ia lahir nanti.

"Bibi!!!" Lego langsung menutup telinganya begitu Milea yang duduk di sampingnya berteriak kencang. Mereka memang memiliki asisten rumah tangga sekarang, karena Javier tidak ingin Milea kelelahan mengurus rumah ketika sedang hamil besar seperti itu.

"Bun berisik ah. Bibi lagi sibuk kali." Ujarnya sambil mengelus-elus telinganya yang terasa sakit. Pasalnya Milea telah berteriak sejak tadi dan Bi Juni, pembantu mereka tak juga datang. Itu artinya wanita paruh baya itu pasti sedang sibuk.

"Tapi bunda aus." ujarnya dengan bibir di tekuk kebawah. Persis seperti anak kecil yang meminta di belikan permen.

"Yaudah aku aja yang ambil." Lego langsung menyimbakan selimut yang menutupi kakinya, namun belum juga ia bangkit, Milea sudah buru-buru menahan gerakannya. "Enggak-enggak, kamu di sini aja."

Legopun menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal itu, lama kelamaan ia jadi gemas sendiri. "Ya Allah bun bentar doang. Katanya aus?"

"I-iya tapi bunda gak mau di tinggal kamu. Biar Bibi aja yang ambilin."

"Ya coba liat bibinya gak naik-naik. Pasti lagi sibuk. Udah ya biar Lego aja ya yang ambil." Lego berusaha melepaskan tangan Milea yang menggenggam lengannya erat. Meski awalnya masih teguh pada pendiriannya, namun rasa haus yang mencekik tenggorokan itu akhirnya membuat Milea melemas dan melepaskan tangannya.

"Gitu dong. Tunggu sebentar ya."

Baru saja lelaki itu menurunkan kakinya di lantai dan berusaha bangkit dari sana. Desiran darah yang terasa mengalir cepat hingga ke ujung kepalanya terasa seperti membunyikan lonceng di kepalanya. Lego merasakan denguman di kepalanya yang sangat kencang, bertepatan dengan penglihatannya yang tiba-tiba memudar.

Ia merentangkan tangannya untuk mencari pengangan, namun tangannya justru menjatuhkan sebuah lampu baca yang berada di atas nakas dan menimbulkan bunyi yang memekakan. Milea terpekik. Dengan cepat, meski tubuhnya terasa berat, ia langsung cepat-cepat bangkit dari kasur.

"Go kenapa?" Wanita itu menuntun tubuh Lego untuk duduk meski sebenarnya kasur itu berada tepat di belakang Lego namun rasa pening di kepalanya seolah membuatnya tak tau dimana keberadaan kasur. Bahkan ia seolah lupa apakah ia sedang berpijak atau tidak.

Bertepatan dengan tubuhnya yang menyentuh kasur, lagi-lagi Lego merasakan desiran darahnya yang mengalir. Lagi-lagi membuat dentuman itu berbunyi di kepalanya.

M A S C H E R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang