SUDAH hampir 3 hari Lego belum juga terbangun. Karena kondisinya yang sudah stabil, anak itupun di pindahkan ke ruang rawat. Tak ada yang tau mengapa sampai sekarang Lego belum membuka matanya. Milea hanya takut. Benar-benar takut. Ia sudah membayar denda kepada pihak produksinya dengan uang tabungannya sendiri. Milea tak peduli lagi dengan apapun. Yang ia inginkan hanya bersama dengan Lego.
Sisi sudah kelabakan sendiri mengurusi wartawan yang mulai menanyakan tentang menghilangnya Milea secara tiba-tiba dari dunia entertainment. Namun Sisi belum membuka mulut, ia bahkan belum memberitahukan hal ini kepada Milea. Ia tak ingin mengganggu, karena keadaan wanita itu sedang tidak baik.
Dan sudah 3 hari juga Milea tak berbicara dengan Javier. Mereka berada di ruang yang sama namun tak pernah duduk berdekatan. Jika Milea duduk di samping ranjang Lego, maka Javier akan berada di sofa pojok. Begitu pula sebaliknya. Tanpa berbicara sedikitpun.
Walaupun setiap malam, jika Milea tertidur di atas kursi di samping tempat tidur Lego. Javier selalu mengangkat tubuh istrinya dan meletakannya di sofa dan di selimuti dengan selimut. Milea sadar itu. Namun ia masih tak mau berbicara dengan Javier.
Javier sendiri memilih mundur dari perusahaannya. Papinya mengerti sekali akan hal itu bahkan membiayai semua kebutuhan Lego. Papinya akan selalu mengirimi Javier uang tanpa perlu lelaki itu bekerja.
Kedua orang tua Milea dan Javier pun sudah menjenguk Lego kemarin sore. Saat itulah dimana Milea dan Javier berpura-pura baik-baik saja. Berpura-pura kalau hubungannya tak sedang di rundung masalah. Untuk pertama kalinya setelah 3 hari berlalu, mereka akhirnya duduk bersebelahan. Walau hal itu hanya bertahan setengah jam. Hingga ketika kedua orang tua mereka pergi, Milea dan Javier pun memberi jarak. Yang secara kasat mata hanya berjarak beberapa langkah, namun jika di rasakan dengan hati, jarak mereka bahkan lebih jauh dari pada saturnus dengan neptunus.
Saat ini Javier sedang berbaring di sofa. Sudah 2 hari ini lelaki itu tidak tidur dan akhirnya sekarang ketiduran. Sementara Milea duduk di atas kursi yang berada di samping tempat tidur Lego. Kepalanya di letakan si samping wajah Lego, memperhatikan betapa pucatnya wajah anak sematawayangnya itu di balik masker oksigennya.
Milea mengecup pipi Lego dengan derai air mata yang kembali mengalir, "Lego bangun ya sayang. Jangan tidur terus, Bunda kangen." Ucapnya dengan bibir yang bergetar.
"Bunda gak tau lagi Go. Mungkin kalo kamu gak akan pernah bangun, Bunda gak akan sama Ayah lagi."
***
"Ori!"
Yang punya nama pun langsung menghentikan langkahnya dan berbalik untuk melihat siapa yang memanggil namanya. Itu Venus. Berjalan kearahnya dengan tergesa-gesa sambil menjumputkan rambutnya ke atas membentuk sebuah gumpalan.
"Mau kerumah sakit gak?" Ajaknya kini berjalan di samping Oriza menuju gerbang sekolah.
"Iya, emang gue mau ke rumah sakit."
Wajah Venus langsung berbinar, "Kalo gitu bareng aja yuk." Mereka berdua berhenti di depan gerbang sekolah.
Oriza menganggukan kepalanya membuat Venus langsung mengeluarkan ponsel dari saku roknya, "Gue pesenin Uber."
"Eh-eh gak usah. Kan gue di jemput." Venus menurunkan ponselnya menatap Oriza. Benar juga, anak kecil ini pasti tak di biarkan oleh Deva untuk pulang sendirian.
Tak berapa lama kemudian sebuah mobil hitam berhenti di depan mereka. Pintu mobil itu langsung terbuka, memperlihatkan seorang anak laki-laki berpakaian putih-merah dengan wajah yang serupa dengan Oriza, namun menurut Venus, lelaki itu lebih imut dari Oriza.
KAMU SEDANG MEMBACA
M A S C H E R A
Teen Fiction•The missing piece of Alea Jacta Est• Selamat datang di pertunjukan paling spektakuler. Anda tak akan pernah tau topeng mana yang asli. Anda tak akan tau siapa yang sedang berpura-pura. Karena nyatanya, hidup ini hanya sebuah panggung. Para pemain m...