Saat bulir-bulir rindu itu datang menghampiri, hanya rasa sakit yang aku dapat. Saat waktu tak mau bersahabat, akankah semua berakhir seperti ini? ***Alvin🍀
Malam sudah semakin larut tapi cowo itu tak kunjung keluar dari kamar.
Awalnya Alvin senang saat melihat adiknya pulang sore, karena dengan begitu dia punya kesempatan untuk bertatap muka atau berbicara dengan adiknya. Tapi nyatanya itu cuman bisa jadi angan-angan Alvin. Karena percumah saja, meski anak itu pulang lebih awal tapi setelah itu dia hanya mengurung diri di kamar bagai orang sedang di pingit. Sama aja boong, kan? Gak akan ada kesempatan dia untuk bertemu adiknya.
Sebenernya sih, tadinya Alvin mau langsung masuk ke kamar Kevin untuk bertegur sapa, berbincang, atau mengajak adiknya itu makan bersama. Tapi dia mikir dua kali, pasalnya bagi Kevin, kamar adalah tempat privasinya. Wilayah yang haram dimasuki oleh orang lain saat dia sedang berada di dalamnya. Karena saat ketenangannya di usik maka dia akan kabur. Jadi Alvin pun memilih menunggu di ruang makan. Berharap adiknya lapar lalu pergi ke sini dan bertemu denganya. Namun nihil yang dia dapat. Nyatanya hingga jam 9 malam begini pun itu anak tidak muncul-muncul. Alvin jadi heran. "Emangnya itu anak gak laper apa?"
Cowo itu menghembuskan nafas berat."Gak ada cara lain." Gumamnya pelan sambil bangkit dari duduk.Cowo itu mengambil sepiring nasi berserta lauhnya, segelas air putih dan dua pasang sendok perak, kemudian dia tata di atas nampan kecil. Sesaat cowo itu tersenyum melihat apa yang telah dia siapkan. Pikirannya mulai menghayal tentang bagaimana reaksi Kevin saat melihat Alvin mengajaknya makan bersama dengan menu kesukaannya. Apa Kevin akan jingkrak-jingkrak kaya dulu waktu kecil. Tapi kayanya hal itu gak mungki, deh. Dia kan bukan anak kecil lagi. Hihi.
Sebuah senyum nakal terhias di bibir Alvin saat membayangkan reaksi adiknya. Dia bener-bener kangen sama masa itu. Rasanya jadi ingin sekali mengulang. Dan ini adalah kesempatan bagus. Lagian, kapan lagi bisa mengajak saudara kembarnya makan malam bersama kalau tidak sekarang? Besok? Itu pun tidak akan mungkin, bisa jadi besok Alvin tiba-tiba tidak daat membuka matanya lalu semua pun akan hanya menjadi angan-angan saja.
Tok! Tok! Tok!
Alvin mengetuk pintu kamar Kevin pelan. Tidak ada reaksi. Cowo itu menghembuskan nafas berat kemudian mengetuk ulang pintunya.
Tok! Tok! Tok!
"Vin, lo belum tidur, kan? Gua masuk, ya?"
Tetap tak ada jawaban dari dalam, jadi mau tidak mau Alvin pun nekat masuk ke kamar adiknya. Kebetulan kamarnya tidak kekunci. Lucky buat Alvin.
Alvin melangkah masuk ke kamar yang sunyi itu. Kamar dengan nuansa warna biru muda kesukaan Kevin. Kamar yang di plafonya terlukiskan gambar langit biru yang indah.
Kevin memang sangat menyukai lukisan Tuhan yang satu itu. Langit. Dari dulu hingga sekarang tidak pernah berubah. Dan jangan heran kalau waktu kecil kembaranya itu punya cita-cita terbang ke langit luas kaya superman. Bahkan dulu dia pernah merengek sama ayahnya untuk di belikan baling-baling bambu yang bisa membut dia terbang kaya doraemon. Alhasil hal itu pun membuat ayah kelabakan. Ya iya lah, kemana coba nyari baling-baling bambu yang bisa bikin orang terbang. Itu kan cuman ada di dunia Doraemon.
Cowo itu memfokuskan pandangannya ke arah Kevin yang sedang duduk di depan meja belajar.
Kevin tak berpaling dan bergerak. Dia masih berkutat dengan bukunya. Sebenarnya sih dia sadar akan kehadiran Alvin, namun dia enggan menyapa dan lebih memilih mengabaikannya. karena keributan akan terjadi saat dia buka mulut. Kata-kata kasar akan terucap dari mulutnya dan dia akan menyakiti kembarannya lagi. Maka, dia memilih bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER (END)
Teen Fiction"Karena gua kakak lo! Gua yang akan ngelindungin lo! bukan lo yang melindungi gua! jadi jangan bersikap seolah-olah lo pelindung gua dan bikin gua keliatan kaya kakak yang gak berguna!" Alexandar Alvin. "Apa lo tau seberapa takutnya gua saat lo di b...