10. Bunda

27.1K 2K 170
                                    

Dikala mentari itu menghilang bersama keindahan senja yang selalu aku suka. Aku tidak pernah merasa resah ataupun takut. Karena aku tau, di esok hari dia akan muncul lagi dengan kehangatan yang menyemangati. Namun bila sosok mu yang menghilang. Aku akan hancur dan ikut mati bersamanya.****🌸

Di ruang rawat yang serba putih itu tinggalah Kevin dan dokter Aldi yang sedang duduk saling berhadapan. Kevin duduk di ranjangnya dan dokter Aldi di bangku kecil di samping ranjang Kevin. Raut wajah dokter itu nampak serius, membuat Kevin tau topik apa yang akan dokter itu bahas. Apa lagi kalau bukan tentang kondisinya.

Untuk beberapa menit keheningan menemani mereka. Membuat Kevin menghembuskan nafas panjang dan berat. Dia benci suasana cangguh begini. Akhirnya dia pun membuka mulut.

"Jadi..." Kevin memulai pembicaraan. Membuyarkan lamanya Dokter Aldi yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya. Sesaat dokter Aldi tersenyum hangat lalu berdehem.

"Sebelumnya om mau tanya sesuatu sama kamu. Tapi kamu harus jawab jujur, ya." Ucap dokter Aldi. Pria itu kemudia mengacungkan jari kelingkingnya ke depan Kevin.

Sahabat anaknya yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri itu pun langsing merengut saat melihat kelakuan Aldi. pasalnya mereka kan bukan anak kecil lagi, jadi harunya kan tidak perlu main janji-janjian pake jari kelingking.

"Yaelah om, gak perlu pake gandeng-gandengan jari kelingking napa, kan kita bukan anak kecil lagi." Keluh Kevin dan itu membuat Aldi terkekeh. Kevin memang sangat mirip dengan putranya jadi dia suka menggoda Kevin. Pria paruh baya itu mangut-manggut membenarkan perkataan Kevin.

"Ya, iya, om emang buka anak kecil lagi, tapi kamu beda, kamu tuh masih kecil. Masih bocah." Saut Aldi dan tentunya hal itu langsung di protes oleh Kevin.

"Aku udah gede om, tinggi aku aja udah ngelebihi Bayu."

"Gede badannya doang, tapi." Haha. Pria itu mengacak rambut Kevin lembut. Kevin tersenyum. Dia sangat suka mengobrol dengan Om Aldi Karena, meski tanpa kejelasan dan tanpa ada ikatan darah di antara mereka sekalipun tapi pria itu, dengan tulus, selalu memperlakukan Kevin bagai anaknya sendiri. Pria itu selalu menyayangi Kevin.

Keramahanya, kehangatannya dan kebaikannya. Hal itu membuat Kevin nyaman berlama-lama ngobrol dengan Aldi. Meski kadang dia merasa miris karena dia malah di perlakukan seperti seorang anak oleh ayah sahabatnya ketimbang ayah kandungnya sendiri.

Aldi kembali menunjukan jari kelingkingnya di depan Kevin. Dia kembali menawarkan 'janji'. Sesaat Kevin diam lalu dia mengangguk malas.

"Iya deh, janji." akhirnya Kevin menyerah.

Aldi memamerkan senyum kepuasan. Pria itu kembali mengacak rambut Kevin dan mengatai Kevin anak yang penurut. Kevin tersenyum tipis. Lalu seperdetik kemudian suasana kembali tegang saat raut wajah Aldi berubah serius.

Sesaat Aldi menutup matanya, kemudian menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Setelah pria itu merasa siap dia pun mulai membuka mulut.

"Sejak kapan kamu mulai sakit kepala lagi?" Pria itu mulai menginterogasi Kevin. Dia mantap Kevin lekat berusaha menerawang apa yang ada di dalam kepala sahabat anaknya itu. Berusaha mencoba menganalisis apakah Kevin akan menjawab dengan jujur atau tidak.

Kevin nampak ragu untuk menjawab, kemudian dia bersuara.

"Sejak tiga minggu yang lalu, Om." Jawab Kevin pelan. Dan desahan nafas kasar Aldi pun terdengar memilukan. Pria itu cukup syok. Pasalnya 3 minggu itu adalah waktu yang cukup lama. Dan Kevin mengabaikan rasa sakit kepalanya itu. Aldi benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Kevin.

ANOTHER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang