Beban itu terasa berat, kau tau mengapa? karena tak ada satu orang pun yang mau berada di sisiku****Kevin🍀
Di teras belakang rumah yang sepi, Alvin duduk menyendiri. Matanya menatap sendu ke arah langit. Seperti yang tadi sore dia lakukan di sekolah, malam ini dia melakukan hal yang sama di teras belakang rumahnya, yaitu menatap langit dengan sorot mata sendunya. Berharap bahwa teman setidaknya itu dapat menghilangkan rasa sesak di relung hatinya. Namun hal itu hanyalah harapan kosong. Karena nyatanya, meski langit malam ini terlihat indah tapi hal itu belum cukup menghibur hatinya yang gunda.
Hari ini, banyak hal yang telah terjadi di rumah. Dari kepulangan Kevin, bundanya yang jatuh sakit, hingga kenyataan pahit yang baru saja dia temukan saat masuk ke kamar kembarannya. Semua itu bagaikan mimpi buruk bagi Alvin. Mimpi buruk yang sangat ingin Alvin hancurkan dan lupakan.
Cowo itu mengingat kejadian beberapa jam lalu saat bundanya sadar dan orang pertama yang dicari oleh bundanya adalah Kevin. Sejujurnya Alvin tidak merasa iri denagn hal itu, dia malah senang, karena sekarang bundanya sudah mulai peduli dengan Kevin. Hanya saja, ada rasa sakit saat dia melihat bundanya kembali terisak ketika tak dapat menemukan sosok Kevin. Entah mengapa bundanya begitu sedih. Terlihat sangat sedih, seakan-akan dia tak ingin kehilangan atau telah kehilangan seseorang yang berarti dalam hidupnya. Alvin memang tidak tau penyebab bundanya jadi seperti itu, tapi satu hal yang Alvin tau, bahwa sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.
Alvin menghembuskan nafas panjang, memejamkan matanya dan menikmati kesejukan angin malam yang menyentuh lembut tubuhnya. Untuk beberapa saat dia terus melakukan hal itu-menikmati kesejukan udara malam- hingga sebuah tangan menyentuh bahu Alvin dan membuyarkan lamunannya.
"Ayah..."
Seseorang itu duduk di samping Alvin. Dia tersenyum hangat dan mengelus pucuk kepala Alvin.
"Belum tidur, udah jam 11, loh?" Alvin tersenyum tipis.
"Belom ngantuk, Yah." Jawab Alvin jujur. Sesaat keheningan menemani mereka. Alex ikut menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit hingga Alvin kembali bersuara.
"Ayah..."
"Hem..."
"Ayah sayang gak sama aku?" Sebuah pertanyaan itu terlontar dari mulut Alvin. Membuat Alex menoleh ke arah anak sulungnya dengan alis yang terangkat dan kening berkerut dalam.
"Kamu kok nanyanya aneh, sih? Ya, sayang lah, masa Ayah gak sayang sama anak sendiri." Jawab Alex cepat. Pria itu tersenyum hangat dan mengelus lembut pucuk kepala Alvin. Alvin pun membalas senyuman ayahnya.
"Terus, kalau sama Kevin?" Alvin menatap ayahnya lekat."Ayah sayang gak sama adek? adek kan anak Ayah juga." Pertanyaan alvin kali ini bagaikan sebuah pedang tajam yang menusuk tepat ke jantung Alex. Menimbulkan sebuah rasa sakit yang tidak tertahankan di relung hati pria itu.
Alex menghentikan gerakan tanganya yang semula mengelus pucuk kepala anak sulungnya. Pria itu kini memalingkan wajahnya dari Alvin. Cukup lama Alex terdiam dalam renunganya, membuat Alvin tersenyum sedih. Meski tidak di jelaskan, namun Alvin mengerti maksud kediaman ayahnya. Ini semua pasti sangat sulit untuk ayahnya karena ini juga sangat sulit baginya. Anak itu menghembuskan nafas berat.
"Aku tau Ayah juga sayang sama adek, adek kan juga anak Ayah." Cowo itu kembali bersuara. Matanya kini menatap lekat ke arah langit. Seulas senyum teduh terhias di bibirnya.
Sedangkan Alex, pria itu masih terdiam dengan kepala yang tertunduk dalam. Mencoba menghilangkan rasa sakit dan bersalah yang selalu muncul saat dia memikirkan tentang satu anaknya bernama Kevin. Satu anak yang selalu menjadi pelampiasan dia di saat kepenatan hidup menyesakan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER (END)
Teen Fiction"Karena gua kakak lo! Gua yang akan ngelindungin lo! bukan lo yang melindungi gua! jadi jangan bersikap seolah-olah lo pelindung gua dan bikin gua keliatan kaya kakak yang gak berguna!" Alexandar Alvin. "Apa lo tau seberapa takutnya gua saat lo di b...