Mika menahan tubuh Alvin yang ingin kembali bangun dari tempat tidurnya. Sejak sadarkan diri tadi Alvin terus merengek meminta pulang seperti anak kecil pada Mika, padahal kondisinya masih sangat lemah. Tapi anak itu masih saja bersikeras ingin pulang.
"Bunda aku mau pulang! Aku udah gak papa!" Ucap Alvin kembali meyakinkan bundanya. Namun tak ada hasil, karena Mika masih teguh pada pendiriannya yang menginginkan anaknya untuk tetap di rawat hingga kondisinya benar-benar sehat. Karena wanita itu tak ingin mengambil resiko, kalau-kalau kondisi Alvin semakin bertambah buruk setelah dipulangkan. Karena kejadian tadi pagi sudah cukup menjadi pukulan berat untuk Mika.
Wanita itu menggeleng pelan sembari mengelus rambut Alvin penuh kasih. Dengan berat hati dia pun tetap tidak menyetujui keinginan anaknya.
"Maafkan bunda ya sayang, Dokter Fadil bilang kalau kamu masih harus melakukan beberapa tes dan di rawat selama 3 hari."
"Tapi Bunda..."
"Alvin..." Mika menatap Alvin tepat di maniak mata. Menatap pitranya itu lekat dengan peringatkan bahwa wanita itu tidak menerima penolakan. Namun Alvin masih belum mau menyerah, anak itu masih kekeh meminta pulang.
"Aku udah gak papa, Bun. Beneran deh, aku udah sehat." Mika kembali menggeleng memberi penolakan. Membuat Kevin kembali kecewa.
"Sehat dari mana? Kamu tuh masih sakit, wajah kamu masih pucat, dan tubuh kamu masih lemah. Kalau kondisi kamu sudah membaik Bunda pasti akan ngabulin permintaan kamu, tapi tidak untuk sekarang."
"Bundaaa..." kali ini Alvin mulai putus asa. Dia tau tak akan mudah membujuk bundanya untuk mengabulkan sebuah keinginannya, terlebih lagi kalau keinginan itu berhubungan dengan kondisi tubuhnya.
"Aku mau ketemu Adek, Bun... Aku bahkan belum ketemu dia setelah dia pulang ke rumah. Aku mau minta maaf sama dia." Suara itu terdengar lirih. Membuat hati Mika terasa perih saat mendengarnya. Ini lah kelemahan Alvin, yaitu Kevin. Kalau sesuatu itu sudah berhubungan dengan saudara kembarnya, cowo itu akan berubah menjadi anak yang keras kepala.
"Besok Bunda suruh Adek ke sini. Jadi sekarang kamu istirahat aja, ya."
"Gak mau! Aku mau pulang aja!" Cowo itu mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil.
"Alvin..."
"Aku janji gak akan lupa dan telat minum obat lagi, Bun. Jadi, ayo pulang..." Lanjut Alvin.
Untuk sesaat anak itu menatap lekat mata bundanya, menatap dengan penuh harapan. Namun saat dia tau kalau bundanya masih tak mau mengabulkan keinginannya cowo itu langsung mengubah posisi tidurnya menjadi miring membelakangi Mika.
Ngambek. Itulah yang sedang Alvin lakukan saat ini. Itu adalah cara terakhir yang bisa dia gunakan supaya keinginannya dituruti. Sebenarnya Alvin bisa saja kabur dari rumah sakit. Tapi kalau dia melakukan hal itu, itu akan membuat bundanya khawatir. Dia tak mau membuat bundanya lebih khawatir dari ini.
******
Pria itu masih terpaku di tempatnya. Berdiri mematung sembari menatap kosong ke arah darah kental yang menodai lantai. Menatap kosong dengan ekspresi wajah datar yang sulit di artikan oleh orang lain.
Setelah dua orang remaja pergi dari hadapannya suasana ruangan itu menjadi sunyi. Membuat perasaan Alex menjadi semakin kelam. Terlebih lagi saat kembali mengingat rintihan kesakitan Kevin tadi saat dia siksa.
Ini bukan pertama kali Alex menghajar Kevin hingga tak sadarkan diri. Sudah puluhan kali dia melakukan hal itu, namun rasa sesal yang dia rasakan saat ini setelah aksi menghajar putranya, merupakan perasaan yang kali pertama baru dia rasakan seumur hidupnya. Dia menyesal. Sungguh! Kali ini Dia benar-benar merasa bersalah telah memukuli anaknya hingga muntah darah seperti tadi. Dan lagi Kalau saja tadi Bayu, teman anaknya itu tidak segera datang untuk menghentikan amukannya Dia sangsi kalau dia tadi tidak akan membunuh Kevin saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER (END)
Teen Fiction"Karena gua kakak lo! Gua yang akan ngelindungin lo! bukan lo yang melindungi gua! jadi jangan bersikap seolah-olah lo pelindung gua dan bikin gua keliatan kaya kakak yang gak berguna!" Alexandar Alvin. "Apa lo tau seberapa takutnya gua saat lo di b...