30. Menyerah

23K 1.6K 135
                                    

Kevin berjalan memasuki kamar rawat VIP kakaknya. Malam sudah sangat larut, namun hal itu tidak mengurungkan niatan Kevin untuk pergi ke rumah sakit guna bertemu dengan Sang Bunda dan Sang Kakak. Entah mengapa Kevin menjadi rindu pada mereka berdua. Terlebih lagi pada Kak Alvin. Orang yang pernah berbagi tempat dalam rahim bundanya selama 9 bulan. Meski tak pernah Kevin utarakan, meski tak pernah Kevin katakan, tapi bagi Kevin Kak Alvin itu bagaikan obat penenang yang mampu mengubah suasana hatinya. Dia adalah sumber penyemangat bagi Kevin, seseorang yang membuat Kevin kuat untuk dapat bertahan hingga saat ini. Dan lagi, untuk sesuatu yang selalu Kevin pungkiri dan tak pernah ingin anak itu akui. Kebenarannya adalah, dia tidak jauh berbeda dengan Alvin yang tidak dapat tidur nyenyak bila tidak tidur bersama kembarannya. Karena Sejujurnya penyakit insomnia yang Kevin derita itu datang setelah kamar dia dan kakaknya dipisah. Sejak mereka tak pernah tidur satu kamar lagi, sejak saat itu Kevin begitu sulit tertidur nyenyak di kamarnya sendiri. Yaa... Meski yang terlihat Kevin selalu mengusir kakaknya saat tertangkap sedang tidur di kamarnya ketika dia pulang ke rumah eakan-akan dia membenci keberadaan kakaknya di sana. Tapi Dalam lubuk hati Kevin yang paling dalam tanpa diketahui oleh siapapun, dia sangat ingin berbagi kamar dengan Kak Alvin lagi seperti dulu. Seperti saat mereka waktu masih kecil. Namun kini semua sudah berubah. Untuk sebuah keinginan sederhana yang sangat Kevin inginkan, semua itu terlalu sulit saat ini. Karena keadaan selalu memojokan Kevin untuk menjauh dari Kak Alvin.

Dan lagi setelah makan malam bersama Sang Ayah tadi, susana hati Kevin menjadi buruk. Bagaimana tidak, untuk sesuatu yang sangat menyakitkan, meski tak mengatakannya secara langsung, tapi dengan jelas Alex menyatakan bahwa seberapa tidak berartinya Kevin baginya. Padahal Kevin adalah anak kandungnya, tapi entah mengapa rasa peduli dan sayang itu seperti tidak ada. dan tentunya hal itu sangat melukai hati Kevin, karena akhirnya sekarang anak itu harus menyerah untuk bisa mendapatkan kasih sayang dari Sang Ayah seperti dulu, dan sekarang semuanya sudah benar-benar berakhir. Jadi dari sekarang Kevin harus bersiap untuk segalanya. Segala yang ingin dia lepas dan segala yang ingin dia tinggalkan. Karena sebentar lagi dia akan pergi dari hidup Kak Alvin, bunda, dan ayahnya.

Sejujurnya memikirkan bahwa dia akan mati itu sangat berat untuk Kevin. Karena siapa sih, yang tak takut menerima kematian? Semua orang pasti takut, kan? Tapi disaat semua sudah seperti ini, memangnya Kevin bisa apa? Dia sudah berusaha sekeras mungkin untuk bisa menjadi anak baik yang dapat diterima oleh sang ayah namun hanya kegagalan yang dia dapat. Dan lagi dengan kondisi Kak Alvin yang semakin hari semakin memburuk itu juga menjadi beban untuk Kevin. Sungguh demi apapun, dia tak ingin merasakan kehilangan lagi. Mungkin memang terdengar egois, namun daripada dia harus melihat orang yang dia sayang pergi dan kembali merasakan rasa sakit, dia lebih memilih dia yang pergi. Karena dengan begitu, tak banyak luka yang bunda dan ayahnya rasakan. Karena dengan begitu, dia tak perlu merasakan rasa sakit lagi. Dia tak perlu melihat tatapan kebencian dari sang ayah dan merasa iri dengan Kak Alvin. Serta dia bisa dekat lagi dengan Kak Vino. Meski terdengar putus asa tapi bukankah semua itu akan jauh lebih baik?

Kevin tersenyum sendu saat melihat penghuni kamar VIP itu sudah pada terlelap. Benar saja sekrang sudah jam 12 malam, sudah jamnya tidur, jadi salah Kevin juga yang datang terlalu larut. Ahh tapi mau bagaimana lagi dia mau datangnya sekarang.

Kevin mendekat ke arah Mika yang tertidur di sofa lalu membenarkan posisi selimut yang menutupi separuh tubuh bundanya. Kemudian, untuk sejenak anak itu memandangi wajah bundanya. Seulas senyum sendu pun terhias di bibir Kevin. Kalau saja bundanya belum tidur saat ini Kevin pasti akan langsung memeluk bundanya guna mengenyahkan rasa perih di hatinya, tapi saat ini hal itu tidak dapat dia lakukan.

Kemudian dengan raut wajah muram anak itu duduk di lantai bersandar pada sofa yang di tempati bundanya. Untuk sejenak anak itu memejamkan mata lalu menatap lurus ke arah Alvin yang sudah terlelap dengan pandangan kosong. Hingga anak itu mulai bermonolok mencurahkan isi hatinya pada kesunyian malam ini.

ANOTHER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang