Dengan langkah gontai, Alex keluar dari ruang kerja Aldi. Kini perasaanya sangat kacau tak karuan. Entah mengapa separuh hatinya merasa bahagia namun separuh lagi rasanya ingin menangis.
Untuk sejenak, kepala itu kembali tertunduk. Alex kembali mengingat ucapan Aldi yang mengatakan bahwa dia akan membantu proses oprasi itu, oprasi yang akan menyelamatkan nyawa Alvin anak kesayangannya. Seharusnya setelah mendengar itu dia merasa senang. Tapi entah mengapa hatinya malah terasa hampa. Karena Oprasi tersebut memang akan menyelamatkannya Alvin tapi juga akan menghilangkan satu anaknya yang lain.
Ah.. Tidak.. kalau pun satu anak itu menghilang, itu bukanlah kesalahan Alex, karena Alex tak pernah memaksanya. Itu keinginan Kevin sendiri. Karena anak itu yang menawarkan jantungnya pada Alex, jadi Alex tak perlu merasa bersalah. Dan lagi, anak itu sudah menyiapkan segalanya, bukankah itu tanda kalau dia sudah sangat niat.
"Adek akan donorin jantung adek buat Kak Alvin, tapi Ayah harus ngabulin permintaan adek... Ayah harus janji kalau ayah akan maafin adek dan gak benci lagi sama adek."
Yaa Alex hanya perlu mengabulkan permintaan mudah Kevin itu dan semua terselesaikan. Jadi Alex tak perlu merasa bersalah.
Ujung bibir Alex terangkat. Senyuman tipis itu terhias di bibir Alex, namun hal aneh pun terjadi. Meski bibirnya tersenyum tapi kenapa bulir kristal itu merosot jatuh dari matanya?
Dengan keterkejutannya, pria itu pun menyentuh air mata yang tiba-tiba jatuh. Memandangi sejenak jarinya yang kini basah terkena air mata. Lalu mencoba menghapus rasa bersalah itu. Dia tak perlu menangis untuk anak yang telah membunuh anaknya. Dia tak perlu merasa bersalah atas hal ini. Karena dari pada kehilangan Alvin bukankah lebih baik kehilangan anak yang dia benci. Tapi kenapa, kenapa hatinya berkata lain?
Pria itu tertawa hambar menertawakan dirinya yang amat lucu karena tiba-tiba merasa sedih. Seharusnya dia tidak perlu sedih, karena sebentar lagi Alvin akan mendapatkan pendonor jantung dan anak kesayanganya itu akan sembuh. Jadi bukankah hal baik itu harus dirayakan, namun kenapa? kenapa sebagian hatinya yang lain terasa sakit?
Pria itu menatap sendu ke arah langit biru yang tertutupi oleh awan hitam. Hujan akan segera datang dan mungkin senja yang sangat disukai Kevin tak akan terlihat sore ini. Untuk sesaat Alex hanya terdiam menatap langit mendung dengan sorot mata sendunya. Memandangi sesuatu yang sangat di sukai anaknya itu. Hingga dia teringat dengan sebuah kotak kecil yang di berikan Aldi tadi. Sebuah kotak yang Aldi bilang milik Kevin.
"Itu adalah kotak kado yang di titipinkan Kevin ke aku untuk kamu, seharusnya aku memberikan kotak kado itu setelah oprasi itu selesai. Karena itulah yang Kevin minta. Tapi aku pikir mungkin akan lebih baik kalau aku berikan pada mu sekarang."
Dengan perasaan ragu Alex membuka kotak mungil di tangannya itu perlahan-lahan. Dia penasaran tentang benda apa yang ada di dalamnya. Hingga kotak itu sudah terbuka sempurna dan menampilkan isinya.
Sebenarnya bukan barang mahal yang menjadi isi dalam kotak mungil itu. Di dalam sana hanya ada sebuah gelang tali berwarna coklat dan selembar kertas, namun entah mengapa isi dalam kotak itu berhasil membuat mata Alex membulat terkejut.
Kali ini, dengan tangan gemetar Alex mengambil sebuah gelang yang menjadi isi dalam kotak tersebut. Sebuah gelang yang sangat dia kenal dan sangat berarti baginya. Gelang yang dulu dia berikan pada Kevin kecil yang masih disayanginya.
Kemudian fokus mata Alex pun beralih pada selembar lipatan kertas yang ada di bawah gelang itu. Dia meraih kertas itu lalu membuka lipatannya dan tulisan tangan Kevin pun terukir indah di dalam sana. Alex pun mulai membaca tulisan tangan itu dengan sorot mata sendunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER (END)
Teen Fiction"Karena gua kakak lo! Gua yang akan ngelindungin lo! bukan lo yang melindungi gua! jadi jangan bersikap seolah-olah lo pelindung gua dan bikin gua keliatan kaya kakak yang gak berguna!" Alexandar Alvin. "Apa lo tau seberapa takutnya gua saat lo di b...