tiga puluh dua

1.7K 111 4
                                    

"Sialan!" teriak Dimas, ia menendang kaleng soda yang dibuang sembarangan oleh seseorang ke trotoar ini. Dimas sangat sedih dan marah saat ini, ia tidak tau harus bagaimana, ia sangat mencintai Athaya

"Kenapa gue yakin seyakin-yakinnya kalo lo ada perasaan juga sama gue Thay?" gumam Dimas, tatapannya sendu, menatap jalanan trotoar dan kakinya yang sedari tadi menendang kaleng soda

"Awh!" seseorang berteriak dan meringis kesakitan saat Dimas menendang kaleng sodanya lebih kuat dan melayang, ia tidak tau bahwa seseorang akan terkena kaleng tersebut

"Aduhh, jangan nendang-nendang kaleng dong!" protes orang tersebut, perempuan, dia mengelus hidungnya yang terkena kaleng tersebut

"E-eh maaf ya, mana yang sakit?" Dimas menahan tangan perempuan itu untuk melihat hidugnya

"Dimas?"

"Ivanka?"

"E-eh pai, maafin gue ya? Sini duduk dulu, yang mana yang sakit?" Dimas membawa Ivanka-mantan sahabatnya, sepupu Kylie-duduk di bangku panjang di trotoar

"Gue udah berapa kali bilang kalo nama gue Ivanka, bukan pai" Ivanka yang sedang mengelus hidungnya tertawa

"Ivanka, ipanka, pan, pai" ucap Dimas sebelum ia ikut mengelus hidung Ivanka, Ivanka yang diperlakukan Dimas seperti itu pipinya memerah, jantungnya berdetak lebih cepat,

Perasaan itu kembali

"Ini yang sakit?" Dimas menunjuk hidung Ivanka yang bisa dibilang mancung tersebut, "ini" Ivanka menunjuk hatinya dan tersenyum "hai Dimas, udah lama kita ga ketemu" ucapnya

"Pai, please, yang merusak persahabatan itu lo, jangan rusak pertemuan kita ini ya?" Dimas menatap jalanan

"Jadi, perasaan gue itu salah?" Dimas mengetahui sikap, perilaku, dan kebiasaan Ivanka, Ivanka tidak suka berbasa-basi, ia selalu mengatakan apapun yang ia ingin katakan kepada orangnya

"Bukan perasaan lo, perasaan yang lo alami itu wajar, tapi perilaku lo yang ga wajar, lo maksain waktu itu pai" Dimas merasa tidak nyaman saat ini, ia ingin kembali ke rumah sakit, tapi ia akan merasa sakit melihat Athaya dan Raihan

"Lo pasti jatuh cinta sama orang yang bikin lo nyaman dan merasa lo ter-prioritaskan oleh dia, itu yang lo lakuin ke gue Dim, waktu lo pacaran sama siapa itu namanya gue lupa, lo lebih prioritasin gue dari pada pacar lo, itu yang numbuhin bibit di hati gue" Ivanka berusaha menatap Dimas, tapi Dimas tetap menatap jalanan agar ia tidak menatap mata Ivanka

"Bisa kita ga bahas ini?" tanya Dimas karena ia sudah tidak nyaman dengan semua ini

"Ok, maaf, mungkin gue terlalu meledak, lo tau gue Dim" Ivanka tertawa, Dimas kembali berani menatap Ivanka

"So, lo apa kabar?" tanya Ivanka, Dimas tersenyum

"Gue baik"

"Kenapa?" pertanyaan Ivanka membuat Dimas mengerutkan dahinya tidak mengerti, "kenapa apa?" Dimas bertanya balik

"Lo kenapa? Lo kaya yang ancur, ancur secara emosional, hati lo" kata Ivanka, kata-kata Ivanka memang terlalu dramatis, selalu begitu karena sedari dulu Ivanka menyukai karya sastra berbentuk puisi, terkadang kata-kata puitisnya itu mendorong beberapa temannya untuk curhat kepadanya, termasuk Dimas, dulu

"Sotau, gue gapapa ko" Dimas tersenyum, senyum yang dipaksakan karena ia mengingat perdebatan itu

"Lo mungkin bisa bohong lewat kata-kata lo tapi lo gabisa bohong lewat mata dan senyuman yang lo kasih, senyuman yang mengisyaratkan sakit" ucapan Ivanka membuat Dimas mengusap wajahnya kasar

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang