epilog

2.5K 104 7
                                    

Ini chapter terakhir Athaya. Jangan lupa vomments. Oh iya satu lagi, aku bikin teenfiction baru, sequel Athaya judulnya Bad Things dan kalian wajib baca💗 jangan lupa juga vomments.


"Don't look at the camera, look at my hand" ucap perempuan yang ada di sebelah sang fotografer. Impian Athaya selama ini tercapai, sekaligus. Keluarganya yang kembali sayang kepadanya. Cita-citanya menjadi model. Dan Dimas yang kembali kepadanya. Itu semua sudah cukup. Athaya sudah merasa sangat bahagia.

"Mommy.." Dimas tersenyum dan mengelus rambut anak kecil dipangkuannya tersebut, "Mommy is busy darling, just wait and then we can eat ice cream together"

"Promise?" nadanya sangat imut, Athaya ingin kabur dari sesi pemotretan ini dan memeluk mereka, "I promise!" teriak Athaya.

"Athaya!" tegur sang fotografer, "im sorry" ucap Athaya sambil terkekeh. Dimas tersenyum lebar melihat perempuan yang bergaya sangat cantik. Wajah kesedihan itu sudah lenyap. Wajah Athaya yang cantik kini dihiasi senyuman setiap harinya.

"Good job everyone, thanks for today. You guys doing great" kata Athaya sambil berjalan ke arah Dimas. "Hey, let's eat ice cream!"

"Athaya bersihin dulu make up sama ganti baju dulu" Dimas terkekeh melihat anaknya yang memainkan gaun ibunya. "Shila don't" kata Dimas. Shila terkekeh dan lari ke arah ayahnya. Athaya tersenyum.

"Two vanilla ice cream and one strawberry juice" ucap Dimas. "Mama kenapa ga beli ice cream?" tanya Shila. "Mama ga boleh makan ice cream Shila, nanti sakit" Athaya mengelus kepala putrinya tersebut.

"Mama jangan sakit" kata Shila sambil menjilat es krim yang diberikan papanya. "Ya, mama harus jaga kesehatan" kata Dimas. Athaya tersenyum, "Mama is the strongest women in the world guys" Athaya menyedot jus stroberinya, favoritnya.

Athaya tidak butuh yang lain ketika ia sudah mendapatkan alasan dia bahagia. Tidak ada lagi sebatang rokok di bibirnya. Ia sudah tidak tinggal di dunia yang menyedihkan lagi seperti dulu. Ia sudah punya keluarganya, cita-citanya, dan Dimas ditambah lagi Shila; anaknya dan Dimas.

Dimas; orang yang membuatnya tersenyum dan tertawa. Alasan kenapa ia bisa bahagia. Alasan kenapa ia merubah sikapnya yang kasar. Pertemuannya dengan Dimas yang tidak sengaja. Ternyata mengubah hidupnya untuk selamanya.

Dimas adalah serendipity-nya. Kebahagiaan yang ia temukan tanpa sengaja. Sesuatu yang berharga.

Tapi, ini adalah dunia. Semuanya berputar. Setiap kesedihan ada kebahagian. Dan setelah kebahagiaan ada kesedihan. Kita harus belajar bersabar dan mencari jalan keluar di setiap permasalahannya. Hidup tidaklah se-simple ini.

"Halo?" Athaya mengangkat handphonenya yang berdering. "Iya, saya akan segera kesana" Athaya menutup telefonnya dan memasukkannya ke dalam tas.

"Dim, bawa Shila pulang. Aku harus ke rumah sakit, Tante Fen pingsan." perintah Athaya, "kamu ga mau aku temenin?" tanya Dimas. Athaya menggeleng, "kasian kamu cape, Shila juga udah seharian nunggu aku, dia cape"

"Yaudah hati-hati ya" Dimas mencium kening Athaya. Dipanggilnya taksi yang melintas di depannya. "Dah Shila!!"

Dimas tersenyum. Memperhatikan taksi yang membawa Athaya pergi menjauh. "Shila, abis ini.." suara klakson dan benturan keras membuat Dimas reflek menengok ke belakang. Taksi Athaya yang hancur ditabrak bus kota.

"Athaya!!"

Nama gue Athaya Latfesha. Kelas dua belas, dulu, sekarang gue udah seratus persen bukan Athaya yang dulu lagi. Gue ketemu Dimas di tempat yang jauh dari segala permasalahan gue. Dan gue bertemu orang yang menghapus semua kesedihan dan warna abu-abu kusam di hidup gue.

Gue punya temen-temen yang bantuin gue bangkit. Dan kadang temen-temen gue menambah semua permasalahan yang ada. Tapi dari situ gue belajar. Disaat kalian berjuang untuk tersenyum dan untuk bangkit menghapus semua masalah. Tuhan memberikan kalian masalah lagi, untuk menguji apakah kalian akan setia dan tetap berlari? Atau kalian akan berhenti dan pasrah?

Awalnya abu, kemudian berubah menjadi hitam, lalu putih. Itulah hidup. Kalian harus melewati semuanya. Mau atau tidak mau. Salah satu orang yang membuat gue percaya bahwa ada warna putih di ujung hidup gue adalah, Dimas.

Atau haruskah gue panggil dia,

"Sadim?"

Tamat

mau sequel-nya ga? lanjutan dari Athaya, ceritanya Shila, anaknya Athaya? komen yezz

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang