empat puluh lima

2K 89 2
                                    

Udah dua setengah tahun. Dan Athaya masih, pasti, menunggu. Dua setengah tahun itu waktu yang cukup sebentar buat orang-orang yang ga nunggu apapun. Tapi Athata benar-benar menunggu hal apapun tentang Dimas. Chatnya dibalas saja dia akan sujud syukur.

"Thay, temenin gue ke toilet yuk" ajak Rani. Akhirnya di kampus ini Athaya punya teman perempuan. Dan sangat anti sama yang namanya cowok.

Kalau dulu dia sangat anti sama cewek dan sahabatnya cowok semua. Kali ini dia anti sama cowok dan punya sahabat cewe. Bukannya apa-apa, Athaya gamau Dimas cemburu kalau dia tau Athaya deket sama cowok.

Usaha apapun udah dia lakukan. Kayak ke rumah sakit dia dirawat waktu itu. Cuma memastikan kalau Dimas benar-benar tidak ada disana. Pikiran negatifnya sering keluar, mengira kalau Dimas udah ga ada. Tapi dia cepet-cepet hapus pemikiran kayak gitu.

Lagu little things-nya One Direction mengalun pelan memasukki pendengaran Athaya, "hari ini lo sibuk ga? ke mall kuy bareng gue sama Karina," ajak Raihan. Athaya tersenyum. "ga makasih" Athaya menutup sambungan teleponnya dengan Raihan dan menyimpan handphonenya di saku.

Raihan membuang nafas berat di sebrang sana. Benar-benar prihatin dengan keadaan Athaya saat ini sejak ia kehilangan Dimas. Pasalnya, tidak ada yang tau kemana Dimas.

"Thay, besok gue ngambil cuti, gue mau jenguk sepupu di LA, lo mau nitip oleh-oleh ga?" Rani mengelap tangannya yang basah dengan tisu.

"Makanan aja yang banyak Ran, coklat kek," Rani tertawa, "gue iri banget sama lo, makan banyak badan kurus" Rani memegang perut Athaya. Athaya hanya tersenyum simpul.

"Bentat-bentar, LA?" tanya Athaya merasa ada sesuatu. Rani mengangguk yakin, "GUE JUGA MAU KE LA! waktu itu agensi gue nawarin kerja di brand baju disana" Athaya mengambil handphonenya dan memperlihatkan email dari agensi tempat kerjanya.

Impian Athaya selama ini tercapai bahwa ia ingin menjadi model. Pasalnya sejak ia berbaikan dengan mamanya. Mamanya mendengar seluruh curahan hati Athaya dan akhirnya mengerti bahwa Athaya ingin menjadi model. Jadi mama Athaya membawa Athaya ke temannya yang memiliki agensi model terkenal.

"Yang model mah beda" kata Rani. Athaya tertawa kecil dan tersenyum. Kadang hidup itu ga sempurna. Disaat hidup kamu benar-benar kelam karena masalah keluarga, tiba-tiba ada seseorang yang datang membuat warna. Dan saat dunia kelamnya dengan keluarga sudah mulai berwarna, ia kehilangan orang yang berwarna di kehidupan abu-abunya dulu.

Dan kini walaupun kehidupan Athaya hampir sempurna. Tapi di sisi lain. Hidupnya setengah berwarna abu karena kehilangan sosok Dimas.

Keberangkatan Athaya ke LA dimajukan karena ia ingin pergi bersama Rani.

Tante Fen : Thay, udah sampai?

Athaya : udah sampai di LAX tante

Tante Fen : nanti tante sama yang lain nyusul, kamu yakin gamau makeup artist kamu nyusul kesitu besok?

Athaya : yakin tante

Tante Fen : siapa tau kamu mau dandan sebelum jalan-jalan kemana gitu.

Athaya : Thaya bisa dandan sendiri tante

Tante Fen : oke deh, take care honey!

Bohong. Athaya tidak suka pakai makeup jadi dia tidak ingin makeul artistnya menyusul. Hanya saja, karena ia menyukai modeling dan dunia modeling berkaitan erat dengan makeup. Ia terpaksa memakainya.

"Thay gue sama nyokap bokap mau ke hotel, lo hotelnya dimana?" tanya Rani sambil menyeret kopernya. Athaya menyimpan handphonenya di saku dan melihat jam, "gue males ke hotel, masih semangat, mau jalan-jalan dulu"

"Ga jetlag?" tanya Rani, Athaya menggeleng. Rani melambaikan tangan dan berpamitan karena mereka beda hotel. Athaya menyeret kopernya dan memasukki salah satu taxi. Ia menyuruh si supir untuk mengantarkannya ke toko kopi yang paling enak di LA. Sang supir mengangguk.

Bunyi dentingan terdengar lembut ke kuping Athaya. Ia memesan kopi hangat dan duduk di dekat jendela. Ia memasang earphonenya dan memandangi jalan raya. Orang-orang tampak sibuk di hari kerja ini. Kopinya datang dan Athaya mengucapkan terima kasih.

Panasnya kopi mengalir pelan di tenggorokan Athaya. Dan tetap kopi terenak yang pernah ia cicipi adalah kopi buatan Pak Man. Apalagi yang mengajaknya ke tempat itu adalah Dimas. Ia rindu segalanya tentang Dimas.

Setelah ia meneguk kopinya sampai habis, ia bangkit untuk melanjutkan jalan-jalannya. Ia keluar dari kafe tersebut dan menghirup udara kota LA ini. Udaranya biasa saja. Karena paru-parunya masih merindukan wangi angin malam hari di tempat biasa ia merokok waktu SMA. Tempat dimana ia bertemu Dimas.

"Excuse me miss, but i think you left this" seorang laki-laki berjas kantoran menepuk pundak Athaya dan memberikan Athaya tangannya.

Athaya hendak bertanya apa orang ini waras atau tidak. Tapi mulutnya segera tertutup rapat dan hampir terkunci saat melihat orang di depannya. Ia ingin pergi bersama angin. Tapi di sisi lain ia ingin memeluk pria itu.

"My hand, for you to hold" ucapnya. Athaya tidak bisa menahan tangisnya. Ia memukul dada pria itu. Dua setengah tahun merubahnya dengan cara brutal dan drastis. Athaya hampir tidak bisa mengenalnya. Tapi kebetulan hatinya benar-benar hapal siapa dia.

"Lo bener-bener manusia terbangsat di dunia! Bener-bener anjing!" jangan lupakan bahasa favorit Athaya. Dimas terkekeh dan memeluk Athaya erat, "kalau kata-kata kasar tadi bisa nyembuhin hati kamu yang luka gara-gara aku, tolong jangan sekali pun kamu ngomong tanpa kata kasar itu" kata Dimas.

"Aku gamau minta maaf, karena aku ga salah" Dimas memegang pundak Athaya, "the fuck?" protes Athaya.

"Salahin kaki ini karena udah berjalan ninggalin kamu dan tidak mendengarkan hati yang ingin tetap tinggal" Dimas benar-benar brengsek saat ini. Athaya hanya ingin membunuh Dimas.

"Jangan coba-coba manggil gue pake embel-embel aku-kamu, lo tau gue gapernah suka panggilan itu, LO TAU ITU!" benar-benar tidak bisa dipercaya. Athaya merasa ia mempermalukan dirinya di pinggir jalanan LA.

"Athaya, aku kangen" Athaya menatap Dimas kesal, marah, sekaligus rindu, "Dua setengah tahun tanpa kabar apa kamu fikir aku bisa bilang 'aku ga rindu'?"

Dimas tersenyum, "katanya benci kata aku-kamu" Athaya memukul pundak Dimas, "FOR FUCK SAKE SADIM! I HATE YOU SADIM! JANGAN PERNAH MUNCUL DI HADAPAN GUE LAGI!" athaya pergi meninggalkan Dimas yang masih tersenyum manis.

Sudah hampir jauh dari Dimas. Athaya berhenti melangkahkan kakinya dan menghembuskan nafas kesal lalu membalikkan badannya, "KEJAR GOBLOK!"

Dimas terkekeh geli dan berlari ke arah Athaya dan memeluknya, "udah aku kejar, kamu mau apa lagi?" tanya Dimas. Athaya memeluk Dimas erat tidak mau melepaskannya, tidak mau Dimas hilang lagi, ia trauma.

"Obatin rasa rindu dua setengah tahun dan JANGAN PAKE AKU-KAMU!" Athaya menatap Dimas serius.

Dimas mengangguk dan mencium kening Athaya. Ia memeluknya lagi, "Sadim.." panggil Athaya, Dimas rindu panggilan itu.

"Hhmm??"

"Gue pengen kopi Pak Man"

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang