dua puluh tiga

1.8K 106 1
                                    

Decitan pintu terdengar di seantero ruangan tengah rumah Dimas. Berharap ayahnya tidak ada di rumah ataupun sudah tidur, yang ia bayangkan pokoknya ia tidak bertemu ayahnya saat ini

"Dari mana?"

Tapi takdir mengatakan lain, pria tersebut duduk di meja makan memegang segelas kopi ditangannya. Sepertinya ia memang baru membuat kopi dari asap yang keluar dari gelasnya. Pria tersebut menatap Dimas dengan tatapan mengintimidasi, rambutnya yang sudah ditumbuhi beberapa uban adalah hal pertama yang Dimas masalahkan; semakin cepat ayahnya tua, semakin cepat Dimas dapatkan jabatan itu

"Abis jalan sama temen" jawab Dimas sopan, ia meletakan sepatu nya di rak

"Oh, cewek atau cowok?" tanya Robi; ayah Dimas

Dimas menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, ia meletakan tasnya di sofa dan kemudian menyenderkan kepalanya, "cewek" jawab Dimas

Robi menghembuskan nafas berat sebelum ia menjawab, "Dimas, kamu seharusnya lebih mentingin jabatan ini dulu, kalau kamu punya perusahaan, punya uang banyak, cewek manapun pasti mau sama kamu" ceramah Robi, Dimas tidak suka ini, ayahnya selalu menyangkut pautkan apapun dengan pekerjaan

Dimas tau, ayahnya berkata benar. Dimas juga mau mendapat jabatan itu di perusahaan ayahnya, sangat mau. Apalagi bayarannya yang sangat tinggi akan sangat cukup bagi Dimas untuk memenuhi perekonomiannya, tapi bukan sekarang waktunya. Dimas baru menginjak kelas 1 SMA, dan bahkan masih ingin bermain seperti kebanyakan remaja lainnya

"Kalau bukan di Los Angeles, Dimas mau" sekarang Dimas berjalan ke arah ayahnya; ke dapur lebih tepatnya. Mengambil air putih untuk ia minum, tenggorokannya terasa sangat kering

"Dimas, kamu tau kan perusahaan di negara kita gimana. Banyak yang bagus tapi ga semuanya terpercaya dan jujur Dimas, papa juga harus bulak balik Los Angeles kok, papa pulang pergi LA-Indo itu karena ada kamu, papa gabisa ninggalin kamu—"

"—kalau kamu kan belum punya istri, apalagi anak, jadi kamu tinggal aja di LA, papa juga akan ikut ke LA bareng kamu atauengga papa tinggal disini, papa kan udah tua tinggal nunggu dicabut nyawa" Robi terkekeh

"Papa!" teriak Dimas, terasa sangat sedih papa-nya bicara seperti itu

"Kenapa papa ga ngajak Dimas dari awal ke LA aja? Jadi Dimas sekolah di LA" dan ga bakal ketemu Athaya dan gabakal sesulit ini ninggalinnya lanjut Dimas dalam hatinya

"Mama kamu maunya tinggal di Indo waktu itu, jadi papa tinggalin kamu sama mama" nada bicara Robi melemah dan menjadi sedih, mengingat istrinya yang sudah meninggal

"Pa, bisa ga Dimas ke LA nya tengah semester kelas 12?" pinta Dimas

Robi tampak berfikir, menatap anak semata wayangnya tersebut, kemudian mengangguk "yasudah, mungkin kamu harus menikmati masa remaja kamu dulu" setelah itu Robi menepuk pelan kepala Dimas dan pergi ke kamarnya

Kalau mama masih hidup, pasti Dimas gabakal ke LA. Dimas juga masih punya mama, Dimas kangen sama mama

Dimas pun menaruh gelasnya di tempat cucian, kemudian ia mematikan semua lampu lalu berjalan ke kamarnya

Ia berjalan ke kamar mandi kamarnya untuk mandi dan kemudian ia memakai baju yang nyaman untuk tidur. Ia merebahkan dirinya di kasur dan memainkan handphonenya

Seenganya gue harus habisin waktu gue di SMA buat Athaya

Kemudian Dimas mematikan handphonenya, meletakannya di nakas dan kemudian menarik selimut untuk tidur

AthayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang