Aku masih dalam koma panjang ini.
Menatap ragaku sendiri yang masih kritis.
Malam ini. Aku benar-benar sendiri. Kedua orangtuaku dan Ed memutuskan untuk pulang ke rumah.
Rasanya aneh melihat dirimu sendiri masih bernapas tapi jiwamu sendiri tidak. Sudah sebulan aku koma dan jiwaku belum kembali.
Bukannya belum kembali,
Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya bangun dari koma ini.
Tiba-tiba saja dokter yang merawatku masuk ke ruanganku. Entah tanpa ada permisi ataupun ketukan pintu, dia langsung melihat tubuhku yang dibaringkan.
Berjaga-jaga, aku langsung berjalan ke dekat tubuhku dibaringkan. Berusaha menyimak dan memperhatikan apa yang dokter itu akan lakukan kepadaku.
Aku lega saat melihatnya tengah melakukan check-up rutin. Namun, dia memperhatikan wajahku. Dokter John Smith namanya, dokter pribadi keluargaku.
Memperhatikan wajahku begitu dalam. Ya, karena kecelakaan itulah, wajahku masih berbekas luka bakar. Sedangkan, untuk bernapas saja aku masih ditopang oleh alat bantu kesehatan.
"Hai, Reyn," dia lantas duduk di bangku untuk tamu yang menjenguk.
"Saya tidak tahu jiwa kamu dimana sekarang. Tapi saya tahu pasti kalau kamu ingin cepat-cepat bangun, kan?"
Aku menatap wajahnya yang penuh kasih. Aku sadar dia tidak dalam hal bercanda. Dia benar-benar menunjukkan raut wajah serius.
"Saya tahu bahwa kamu koma karena kecelakaan. Maaf, Reyn, saya mengungkitnya kembali. Tapi, Reyn, saya mencuri pandang dari ruang cctv bahwa kedua orangtuamu dan saudara kembarmu itu begitu memperhatikanmu,"
"Reyn, kamu mau tahu bagaimana caranya supaya kamu sadar?"
Aku spontan mengangguk. Benar-benar ingin tahu caranya. Ingin segera lepas dari koma panjang ini, walaupun aku tahu bahwa dia todak akan bisa melihatku yang begitu antusias ini.
"Seperti yang sudah saya analisa, bahwa kamu akan mengalami koma panjang. Tapi Reyn, itu tergantung dari diri kamu. Kalau kamu ingin sadar secepatnya, ataupun masih ingin berada dalam koma kamu. Kamu sendiri yang menentukan ingin segera sadar atau tidak. Kalau kamu ingin, dan dengan kuat ingin, kamu pasti bisa melalui koma ini sebentar lagi,"
"Ingatlah bahwa kamu yang memegang kendali atas tubuh kamu. Saya percaya kamu mau cepat bangun, kan? Itu semua dari diri kamu sendiri,"
"Kamu yang memotivasi diri kamu sendiri. Saya yakin, Reyn."
Dokter Adam lalu memegang tanganku.
"Reyn, janji ya, kalau kamu sudah sadar kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Yaitu meminta maaf pada orangtua kamu. Sungkeman lah. Orangtua kamu, kembaran kamu atau sahabat kamu pasti kangen sama kamu. Kamu yang baru, alias Reyn yang lebih baik."
Perlahan, dokter itu melepaskan genggaman tangannya dariku. Lalu pergi tanpa pamit.
Pandanganku tetap konstan ke depan. Lalu berjalan menuju ke arah jendela.
Tiba-tiba saja memoriku terus berputar. Aku membuka sendiri pikiranku. Segala hal yang telah kulakukan di masa laluku.
Semua pengalamanku paling bahagia dalam hidupku.
Otakku masih konsisten memutar kenangan saat ayahku, yang mengajarkanku naik sepeda untuk pertama kalinya, dan melihat ibuku sendiri yang tersenyum bangga saat aku menunjukkan kepadanya bahwa aku sudah bisa dengan lancar menaiki sepeda roda tiga.
Lalu muncul lagi bayangan saat aku dengan gagahnya unjuk gigi naik sepeda roda 3 tanpa pengawasan orangtuaku di depan Sarah.
Ya, Sarah.
Aku tersadar dari kepingan memori itu saat melihat Sarah kecil yang tersenyum padaku.
Dengan perlahan, aku menegakkan kepala.
Ternyata dia yang kucari selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Coma
Roman pour AdolescentsBagaimana jika sepasang hati yang harusnya saling mencintai malah menuju ke arah yang berlainan satu dengan yang lain? Yang satunya mencintai, yang satunya membenci. Bukankah perasaan itu tumbuh karena rasa cinta? Tapi bagaimana jika dia adalah yang...