Dan batuk-batuk itu sering terjadi. Aku sering batuk dan mimisan. Rambutku rontok. Kadang dalam sehari bisa beberapa helai. Aku takut botak. Atau karena ujian nasional yang akan diadakan 5 bulan lagi? Tapi rasanya tidak mungkin.
Aku takut kenapa-kenapa. Dalam sehari hidungku bisa berdarah 2 kali, aku takut kalau aku akan meninggal. Selain itu aku merasa badanku semakin kurus. Tapi aku harus positive thinking. Aku yakin ini hanya penyakit biasa, tak lebih.
~~~
Upacara bendera pagi ini akhirnya selesai juga setelah 1 jam kami berkutat di lapangan sekolah. Aku berusaha setengah mati menahannya saat upacara berlangsung. Kepalaku pusing. setelahnya aku langsung ke kelas untuk duduk.
Esme yang kebetulan kelas 12 ini sekelas denganku, untungnya tahu kalau aku sedang sakit, dia langsung duduk sebelahku dan menawari dirinya supaya bisa menemaniku ke ruang kesehatan sekolah, yang langsung kutolak. Aku baik-baik saja.
~~~
Istirahat ini, aku, Gabby dan Esme seperti biasa ke toilet sebelum aku menemani mereka jajan di kantin. "Muka lu pucet. Lu ga pa pa, kan?" Gabby yang melihatku setelah keluar dari kelasnya, menyadarinya. "Ga papa kok. Seriusan." Aku menemani mereka makan karena aku tidak berselera dengan makanan hari ini. Aku benar-benar mau muntah. Lalu aku lari dengan menggunakan sisa tenagaku saat sarapan tadi pagi. Aku sudah tidak kuat.
~~~
Aku menahan mual di sepanjang pelajaran matematika ini. Aku sudah tidak tahan di sepanjang pelajaran ini. Dan ketika isi perutku sudah hampir naik semua, aku buru-buru berlari keluar kelas sambil memberi isyarat kepada guruku yaitu menunjuk mulutku yang kututupi. Guruku mengiyakan dan aku mulai berjalan keluar kelas secara buru-buru, saat aku melihat Reyn.
Reyn melihatku dengan tatapan heran. Tapi aku tetap berlari ke toilet dan menumpahkan semuanya.
~~~
"Lu minum obat lah, atau periksa ke dokter. Ini bukan sakit biasa namanya. Sampai lu batuk, muntah dan mimisan gitu. Lu udah minum obat apa aja?" Tanya Gabby. Mereka menginap di rumahku hari ini. Dan sore ini rencananya mau mengantarku ke rumah sakit untuk check-up.
"Kalian terlalu peduli, tapi beneran deh, gapapa..." kataku, tidak enak. Ibuku sudah pulang, dan inilah waktunya aku ke rumah sakit untuk check-up.
~~~
Aku dites darah. Dan dites macam-macam yang aku enggak tahu. Untunglah suster rumah sakit ini sangat baik padaku. Kami mengobrol banyak sementara dokter sedang bicara dengan ibuku dan Gabby maupun Esme ikut menemaniku.
Tadi ibu dipanggil. Feeling-ku buruk. Aku gak tahu kenapa. Tapi kali ini feeling-ku benar-benar buruk.
~~~
"Terima kasih, dokter. " ibuku berada di ruangan dokter selama kurang lebih 1 jam. Tapi aku tidak melihat tanda-tanda habis menangis di matanya. Mungkin feeling-ku meleset dan aku baik-baik saja. Baguslah.
Di mobil, semuanya hening. Tidak ada yang memulai obrolan apapun. Kami semua diam. Makin membuatku penasaran setengah mati.
"Apa hasil diagnosis dokter?" Tanyaku, ingin benar-benar memecah keheningan ini. "Dokter hanya memberikanmu obat." Kata ibuku. Aku terlonjak. "Supaya gejalanya tidak semakin parah." Lanjutnya.
Aku melihat banyak sekali obat dalam satu plastik itu. Aku takut aku akan terserang penyakit yang macam-macam.
"Memangnya kapan hasil diagnosis dokter keluar, bu?" Tanyaku lagi.
"Secepatnya," aku hampir bisa melihat air matanya hampir keluar walaupun aku di dalam mobil dalam kegelapan malam.~~~
Aku sakit apa?
Mengapa badanku jadi aneh?
Rasanya ini seperti bukan badanku.
Ini tubuh orang lain, 'kah?Tiba-tiba darah mengalir keluar dari hidungku...
Rambutku perlahan rontok dan mulai menipis...
Aku batuk-batuk parah dan tak bisa tidur beberapa jam saat malam hari...Apakah aku terkena penyakit serius?
Atau apa?
Aku tidak sehat?
Aku harap aku baik-baik saja.Lalu berkumpul bersama-sama lagi dengan yang kucintai...
Kukuatkan diriku apabila memang aku sakit
Aku sudah pasrah menghadapinya kalau benar ini terjadi....Aku siap untuk mati. Lebih dari siapapun. Ataupun kapanpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Coma
Teen FictionBagaimana jika sepasang hati yang harusnya saling mencintai malah menuju ke arah yang berlainan satu dengan yang lain? Yang satunya mencintai, yang satunya membenci. Bukankah perasaan itu tumbuh karena rasa cinta? Tapi bagaimana jika dia adalah yang...