Reyn POV

47 6 0
                                    

   Mereka semua datang ke rumahku saat aku sedang tertidur pulas. Ya, sudah tertidur pulas.

   Tapi tak apalah demi tugas sekolah ini. Nanti malam aku ada rencana menginap ke rumah momma.

   Sean, Gabby dan Sarah datang hari ini di rumahku. Tapi karena aku lupa beli buku fisika tentang materi Gerak Lurus Beraturan atau apalah itu, terpaksa kami semua membeli bukunya di toko buku dengan uangku dan setelahnya makan baru abis itu ke mall.

   Entah kenapa aku tidak tertarik dengan penampilan Sarah hari ini. Maksudku, aku baru tahu dia punya selera fashion yang bagus dan feminin. Meskipun agak simple juga.

~~~

   Setelahnya kami mengerjakan tugas fisika. Jujur, selama mengerjakan tugas anehnya aku tidak bisa ngomong banyak. Maksudku bahkan ke Sean pun tidak.

   Kami semua seperti tidak kerja kelompok. Tapi mengerjakan segalanya hanya penuh dengan keheningan. Di sebelahku yang sedang mengetik saja, Sean tampak sibuk dengan hapenya mungkin sedang nge-chat dengan Vera. Dan belakangku, Gabby dan Sarah juga hanya terdiam. Hingga perutku mulai mengirim sinyal lapar, jadi secepatnya langsung kuselesaikan tugasku ini.

   Aku menawari teman-temanku makan. Tidak ada yang salah kan? Walaupun sempat canggung sedikit saat pertama kalinya berkomunikasi dengan Sarah selama hanya diam.

   Setelahnya aku melihat Sarah yang anehnya malah merona setelah sempat aku menawarkan makanan padanya. Ayolah, aku kira kalau dia mencintaiku hanya fantasi saja...tapi memang sampai sekarang cintanya masig ada untukku? Aah, mungkin dia malu saat mengobrol dengan cowok paling populer di sekolah sepertiku. Kebanyakan perempuan pasti mengalaminya saat berhadapan denganku...

   "Eh, bro. Masakkin mie ya, laper nih perut." Kata Sean tiba-tiba.
"Dikira gua pembantu lu, kali. Tamu bukan selalu raja, bro..." aku tersenyum, sinis.
"Laper, mau makan aku. Masakkin lah. Kamu gak peka," balas Sean. Aku mau muntah. Kambuh homo nya Sean. "Kutil lu, sini bikin lah.. enêk gua jadinya ah.." balasku. Aku langsung turun dan menyuruh nanny Kenny memasakkanku mie dan untuk Sean juga, pastinya.

   "Nih, baek banget gua ya. Kalo gua ke rumah lu masakkin gua makanan paling enak lu... " sambil menyerahkan piring makanan mie itu pada Sean.
"Makasih.. tuh kan bro lu mah tahu aja kalo cacing di perut gua udah mulai bergoyang. Kayaknya lagu Rhoma Irama seru nih. Gabby yang nyanyi tapi.."

   Jeweran beserta tabokan keras di pipi Sean langsung berbekas merah di kulit putihnya. "Kalo ngomong jaga, lu ye. Awas aja."
"Gabby galak juga. Sakit tapi, Geb,"
"Oh, biarin aja." Aku hanya tertawa keras dan ya setelahnya aku hanya menepok jidat, ingin menangis ngakak melihat gaya selengean Sean kambuh.

   "Sadar coeg...
Lu tuh udah punya Vera. Ya elah," kataku sambil menengok pipi Sean yang makin memerah.
"Temen macem apa lu...
Temennya pipinya bengkak atau merah apalah, lu malah ketawain. Lu gak seru,"
"Dih... salah lu lah. Gua mah gak peduli iyakali..." kataku, masih ngakak.

   Gabby dan Sarah hanya tertawa. Aku suka bila Sarah tertawa. Dan anehnya rasa benciku padanya hari ini surut begitu saja. Mungkin karena tadi aku sudah menghilangkan gengsiku, sedikit.

   "Reyn...
Cuciin dong nih piring. Akuhh mau nambah lagi. Masih laper." Kata Sean.
"Suruh si Gabby aja atau Sarah. Ngelihet kita bercanda dah kayak kesetanan."
"Apa lu bilang?" Sepertinya Gabby sudah memasang kuda-kuda ingin membunuh kami berdua. Tatapannya seperti seorang psikopat.

   "Eh, kabur yuk. Nih, flash disknya kabur yuk. Sih setan gendut marah..." kata Sean. Untunglah aku lihat tugas Fisika sudah selesai.

"SEANNNN! REYNNNN! SINI KALIAN BIAR GUA BUNUH LU..." teriak Gabby. Aku dan Sean sudah pasrah entah akan diapakan oleh Gabby.

~~~

   Mom sudah standby di depan rumahku jam 5 sore. Bersiap menjemputku.

   "Reyn...kemaren ranking berapa, sayang? Gimana kelas 10 pelajarannya susah gak sayang?" Tanya mom sehabis makan malam jam setengah 8 malam di rumahnya. Mom memang sering sekali mengkahawatirkanku. Alhasil pertanyaannya selalu berulang. Dan kadang bikin sedikit jengkel.

   "Baik aja. Ranking 2 mah. Mama tahu gak rank 1 nya siapa?"
"Siapa?"
"Sarah, ma. Kenapa ya, ma. Kayaknya perasaanku sama dia masih sama seperti dulu. Aneh kan, ma." Mama tahu kalo dulu aku pernah menyukai Sarah. Hanya dia satu-satunya yang tahu.
"Mama gak bisa bantu banyak sih. Asalkan kanu harus percaya, Reyn, kalau memang kamu sudah jatuh, setidaknya biar dia yang menolong kamu. Kayak jatuh bersama-sama gitu, loh... O iya, tapi katanya kamu lagi pacaran sama cewek bukan dia ya? Ada fotonya sayang? Orangnya baik gak?"
"Ada, ma...tunggu." aku menunjukkan salah satu postingan di instagram Christina.
"Udah jalan berapa bulan?"
"Belom lama sih, ma. Aku gak pernah hitung. Hehehe..."
"Kalo kamu ketawa kayak begitu, mom jadi inget masa kecil kamu, tau. Kamu tuh dulu over cute. Dan Jepang banget. Sekarang kamu lebih ke europe mukanya. Meskiun ada jepangnya sedikit." Kata mama yang kini duduk di sampingku.

   "Ma..."
"Ya, Reyn?"
"Mama udah punya pengganti papa? Pacar gitu?" Sebenarnya bertanya seperti itu enggan. Tapi kan dia mamaku juga.
"Belom. Sebenarnya mama mau ngomong sesuatu sama kamu."
'Apa ma? Serius banget kayaknya..."
"Kalau sebenarnya...ehm..apa ya, mama bingung sih ngomongnya." Aku jadi penasaran.
"Jangan sungkan-sungkan, ma. Bilang aja..."
"Sebenarnya, ehm...mama mau ke Jepang sebentar. Sekitar 2 bulan. Pengin ke biara, sayang. Kamu tahu kan kalau nenek moyang mama mewariskan biara itu. Sekalian mama mau ngontrol tempat wisata punya mama..." aku mengangguk. Mama punya sejenis tempat wisata di Jepang dan dia sering mengontrolnya 2 bulan sekali di Jepang, kebetulan dekat dengan biara warisan nenek moyangnya.

   "Reyn, masuk kamar gih, sayang. Mama kayaknya mau tidur. Dah, mama sayang Reyn.." kata mama sambil mencium pipiku. Kadang memang aku bisa manja, begitu.
"Reyn sayang mama," kataku sambil mencium pipi mama dan bergegas ke kamarku.


  



  

Long Coma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang