Reyn POV

53 3 4
                                    

Aku melihat Sean, dia menuju ke arah ruanganku...

Ah, Sean. Aku sudah menunggu kehadiranmu. Maka aku langsung mengikuti Sean dari belakangnya. Akan mendengarkan apa yang akan ia katakan padaku...

Author POV

Pemuda itu mengayunkan cepat-cepat langkah kakinya.

Sudah hampir 2 hari sahabatnya terbaring koma di sebuah ruangan rumah sakit itu.

Dia tahu rasanya sebuah sunyi sebuah rumah sakit. Dia pernah merasakannya. Dan kini sahabatnyalah yang mengalaminya.

Lama-lama, dia jadi teringat bagaimana sang sahabat, menjenguknya yang saat itu terkena patah tulang saat mereka bermain basket bersama kelas 1 SMP.

Dia ingat betapa keras kepalanya Reyn mengakui semuanya kepada ibunya. Bahwa Reyn merasa bersalah telah menciderai Sean, sahabatnya sendiri. Sampai tiba-tiba saja teringat bahwa setahun yang lalu, kira-kira, ia telah mengkhianati sahabatnya sendiri karena sudah menyukai Christina dari dulu padahal saat itu ia masih menjalin hubungan dengan Vera, kekasihnya.

Kamar 407.

Ada setilik ketakutan dalam dirinya. Apakah arwah Reyn ada didalam ruangan ini? Apakah Reyn akan memaafkannya? Atau sebaliknya?

"Masuk," perempuan dalam ruangan itu menjawab setelah dia mengetuk pintu.

Dia menarik napas, dalam. Lalu memutar kenop pintu tersebut.

Hal yang pertama ia lihat tentu saja Reyn. Reyn yang kaku, dan lemas. Pemandangan luka bakar di sekujur wajah Reyn tiba-tiba saja membuat Sean menangis.

Sahabatnya menderita, sahabatnya koma. Tapi 2 hari kemudian dia baru muncul. Sedangkan saat ia terkena patah tulang dulu, sang sahabat tetap setia menunggu di depan ruang Unit Gawat Darurat Rumah Sakit itu, menunggu kabar dari dokter.

Benaknya bergemuruh. Dalam pikirannya, dan hal terutama yang akan dia ungkapkan adalah kata 'maaf', tentu saja.

"Maafin gua, Reynnn...maafin gua..maaf gua telat dateng kesini, bro." Dia histeris tentu saja.

Sedang Mayumi berusaha menenangkannya. Sekuat tenaga.

"Sean, kamu yang tenang, sayang. Reyn masih memiliki kesempatan hidup. Kita harus optimis." Sean akhirnya tenang mendengar kata optimis itu.

Bahwa harapan itu selalu ada.

"Duduk, sayang." Sean memandang lekat-lekat mata ibunda Reyn itu. Dari pancaran matanya terlihat jelas bahwa Mayumi terus percaya bahwa putranya akan kembali ke kehidupan dunia ini. Ia percaya. Begitu pula diri Sean. Sean harusnya percaya.

Setelah tenang, Sean lalu duduk di sebelah raga sahabatnya. Sedang Mayumi pergi. Memberi mereka waktu bersama.

Reyn POV

"Hei, kutil," Sean memandangi fisikku dan memanggilku itu lagi. Dia sambil mengusap air matanya. Aku tahu dia masih ingin menangis lagi. Aku duduk di depannya. Memandangi wajahnya yang kini sedang menatap wajahku yang masih diberi alat pernapasan buatan.

"Reyn, gua minta maaf ya, bro, buat semuanya. Ya, gua gak tahu kalau lo, atau jiwa lo sedang berada dimana, tapi gua tahu lo selalu ada di hati gue. Lo sahabat terbaik gue. Gue bangga punya sahabat yang maaf ya, gila, kocak, dan hehehehe, aneh kayak lo," Sean mengusap air matanya lagi. Kami menangis bersama. Aku dan dia. Aku memegang tangannya, entah apakah dia merasa atau tidak. Tapi aku tahu dia pasti akan lebih tenang.

"Gua harap lu cepet bangun ya dari koma ini. Gua ga peduli, bro mau kata dokter ini koma panjang atau kagak, tapi gua pengin kita hang out bareng lagi, lu mau kan? Gua rela, bro kalau kita tukar tempat barengan. Lu pulih, gua koma. Gua uda buat hati lu hancur parah saat kejadian dulu-dulu. You always stay beside of me,"

"Dear my craziest friend, please give us your sign. Kita semua kangen Reyn. Gua kangen banget masa-masa lu iseng dulu. Dan, o iya, entar sore satu kelas mau jenguk lo loh. Itu atas inisiatif gua. Kita pengin doa bersama biar lu cepet sadar dan pulih."

Sean terus menatap ragaku. Dia terus menangis. Akupun juga. Kami saling menangis bersama. Namun kali ini kami dipisahkan, alias berbeda dunia...

~~~

Selesai kumpul kelas di ruanganku yang benar-benar sangat ramai, momma masih menemaniku. Kali ini semua teman sekelasku sudah pulang, kecuali Sean.

Sean menatap ragaku sekali lagi dan memegang tanganku, "Gue pulang dulu ya, til. Biar sekarang mama lu yang ngejaga lo. Cepet sadar, okay?"

Dia lalu melepas tanganku dan berpamitan pulang pada momma.

Terima kasih sahabatku. Sean, kau benar-benar sungguh mempedulikan diriku. Terima kasih. Sampai pesannya yang menyuruhku cepat sadar membingungkanku. Bagaimana caranya supaya sadar dari koma panjang ini?




Long Coma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang