Sudah hampir tiga bulan Nada belajar di sekolah barunya. Ia tampak sangat menikmati hari-harinya di sekolah. Sang papa pun merasa senang dengan kenyamanan anaknya.
Meski banyak teman-teman Nada yang baik dan ramah, namun tak dapat dipungkirin ada sebagian dari mereka yang tak menyukai Nada. Sebagai salah satu contohnya, yaitu Vivian.
Ya, Vivian adalah orang pertama yang tak menyukai Nada. Ada beberapa alasan mengapa ia tak menyukai gadis itu. Yang pertama, Vivian tak suka melihat Nada yang memang sebenarnya lebih cantik dari dirinya. Terlebih lagi, Nada cantik bukan karena make up. Sangat berbeda dengan Vivian yang sangat lengket dengan make up.
Alasan kedua, Vivian tak menyukai Nada karena kehebatan dan bakatnya. Ia tak suka melihat Nada bermain piano, dan bahkan bermain basket. Ketiga, ia sangat membenci melihatnya dekat dengan Kevin, cowok taksirannya. Padahal, Nada tak pernah berniat mendekati pujaan hatinya tersebut. Keadaan lah yang memaksanya dekat dengan Kevin. Ya, mereka satu tim basket, dan Kevin-lah kapten tim basketnya. Kevin menyalahgunakan kesempatan tersebut untuk mendekati Nada.
Di sisi lain, Pandu terus merasa dilema semenjak pertemuannya dengan kekasih lamanya, Nada. Kekasih yang teramat dicintainya. Tangan tegapnya ingin sekali memeluk tubuh mungil yang sangat ia rindukan.
Sore ini, Pandu termenung di depan barak. Ia duduk di sebuah kursi sambil memandangi ponselnya. Foto-foto cantik Nada membuatnya frustasi. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Ingin sekali ia menyadarkan Nada tentang masa lalu mereka, tentang hubungan mereka. Tapi, di lain sisi, ia segan melakukan itu karena papanya adalah orang yang sangat dihormatinya. Ia tak ingin Nada menjauhinya karena hal tersebut.
Ah, sudahlah. Biarkan saja waktu mengalir. Aku percaya, waktu bisa mengembalikanmu padaku, Nada.
Sedang asyik melamun, tiba-tiba ponsel Pandu berdering. Tercetak nama jenderalnya di layar. Pandu buru-buru membenarkan suaranya.
"Assalamu'alaikum, Letnan?"
"Siap, wa'alaikumsalam, Pak!"
"Kamu sedang sibuk, kah?"
"Siap, tidak, Pak!"
"Baiklah, tolong jemput anak saya di sekolahnya ya. Saya masih ada pertemuan dengan Danrem."
"Siap, laksanakan, Pak!" ucapku tegas. Lalu, telepon dimatikan.
Pandu POV
Hatiku berdebar kencang saat Jenderal memerintahku untuk menjemput Nada. Ah, pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja aku melamunkan gadis itu.
***
Nada POV
Kriiinggg!!! Bel sekolah berbunyi. Setelah berdoa, murid-murid berhamburan keluar kelas.
Aku melirik jam tanganku. Waktu masih menunjukkan pukul satu siang. Hari ini aku harus latihan ekstrakulikuler basket. Perkataan Zara waktu itu benar adanya. Ya, seminggu setelah kedatanganku, Kevin langsung merekrutku menjadi anggota basket.
"Hai, Nad," sapa Kevin tiba-tiba. Ia membenarkan rambut jambulnya yang dibilang keren oleh sebagian besar cewek di sekolah ini. Kevin lalu menyunggingkan senyum genitnya. Dih.
"Eh, hai juga, Vin," ucapku sambil tersenyum paksa.
"Umm... Basket kan?" tanyanya. Aku mengangguk mantap.
"Oke, ayo," ajaknya. Aku berjalan mengekorinya menuju lapangan outdoor basket.
Aku bertemu banyak teman satu ekskulku disana. Ada Larissa, Willa, Tara, Deara, Dian, Budi, Rahman, Dhito, dan masih banyak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disappeared Memory (Completed)
RomanceKetika sebuah memori harus memisahkan ikatan antara seorang tentara gagah dengan kekasihnya. Namun, tanpa kesengajaan, waktu kembali mempertemukan mereka setelah bertahun-tahun terpisah jarak kenangan. Cerita fiktif dari coretan-coretan absurd autho...