Bagian 36

6.2K 377 15
                                    

"Em, Nad," panggil Pandu.

"Hmm?" sahut Nada. Pandangannya tak lepas dari pemandangan kelap kelip ribuan cahaya lampu yang terbentang di bukit tersebut.

"Besok pagi... Aku harus pergi," ucap Pandu.

Nada menoleh. Dipandangnya pria tampan yang terlihat kalut tersebut.

"Maksudnya?"

"Ada panggilan tugas di Sumba," jawab Pandu.

Nada terdiam beberapa saat.

"Oh, berapa lama?" tanya Nada sedikit menurunkan nada suaranya.

"Insya Allah bulan Januari awal pulang," jawab Nada.

Nada hanya manggut-manggut paham.

"Jadi, kalau nanti aku gak datang ke turnamen kamu... Gak pa-pa, kan?" tanyanya.

Nada terdiam. Ia kemudian menghela nafasnya.

"Gak pa-pa kok, Kak. Utamakan dulu tugasmu." ucapnya seraya tersenyum getir.

Pandu tak menjawab lagi. Mereka saling membisu.

Dalam hati, Nada merasa sedih. Sangat sedih. Saat turnamen adalah saat dimana ia sangat membutuhkan semangat dan dorongan dari pria yang diam-diam dicintainya. Ya, pria yang sudah membuatnya jatuh cinta.

Tapi, mau bagaimana lagi, tugas tetaplah tugas. Ia tak bisa berbuat apapun selain membiarkan pria itu pergi menunaikan tugasnya. Toh kepentingan negaranya lebih penting daripada dirinya. Lagipula, siapa juga dia di matanya. Mungkin saja, selama ini dia hanya dianggap sebagai teman atau sebatas gadis yang diamanahkan papanya. Hanya itu, tak lebih.

"Hmm, ya udah yuk, Kak. Kita pulang, udah malem nih." ajak Nada. Pandu menoleh padanya, menatapnya sendu.

"Ayo, Kak. Besok kan kakak harus nugas," ajaknya lagi seraya menarik-narik kecil tangan kekar Pandu.

Mau tak mau ia menuruti keinginan gadisnya. Ia tahu, gadisnya tak ingin semakin berlama-lama di tempat ini. Ia tak tahan setelah Pandu menceritakan perihal penugasannya.

Sepertinya, Pandu sudah merusak mood gadisnya. Apa boleh buat, kabar penugasan itu tetap harus diberitahukan padanya. Daripada harus menghilang tanpa jejak dan kabar, kan lebih nyesek.

Maafkan aku, Sayangku. Batinnya.

***

Selama di perjalanan pulang, mereka lebih banyak diam. Terutama Nada, yang terus memandang lurus ke depan. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi. Padahal, dari raut wajah dan sorot matanya menggambarkan kesedihan yang amat dalam dan sebuah kebahagiaan. Sedih karena ditinggal tugas, tapi bahagia karena malam ini mereka bisa mendatangi tempat indah dan romantis.

Ya, setidaknya Pandu bisa memberinya setitik kebahagiaan sebelum ia memberinya segudang kesedihan.

"Nad?" panggil Pandu.

Nada tak menjawab. Ia hanya menolehkan wajahnya pada pria di sampingnya. Senyum yang tadi dilihat Pandu tak nampak lagi di wajah cantiknya.

"Kamu nggak pa-pa?" tanyanya khawatir.

"Aku nggak pa-pa kok, Kak. Kakak fokus nyetir aja," jawabnya, lalu kembali memalingkan wajahnya.

Pandu terdiam membisu.

"Maafkan aku, Dek."

Nada tak menggubris permintaan maaf Pandu, selain hanya menoleh lalu melayangkan senyum manisnya yang tampak layu.

Setelah menempuh perjalanan beberapa lama, akhirnya mereka sampai di depan sebuah rumah tempat Nada tinggal.

"Selamat malam, Nad."

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang