Bagian 41

6.4K 346 6
                                    

Nada terlihat sangat serius dengan latihannya. Ia membuktikan hasil kerja kerasnya sendirian selama ini dalam permainannya kali ini.

Kini ia tak sendiri lagi, melainkan bersama teman-teman tim basketnya. Sudah berminggu-minggu mereka berlatih bersama, menyewa sebuah lapangan basket di pusat kota. Dan mungkin selama sebulan ini mereka benar-benar harus berlatih keras demi memenangkan turnamen yang kini hanya tinggal menghitung hari.

Prangg! Lagi-lagi Nada berhasil menambah poin untuk timnya. Teman-temannya senang sekali melihat salah satu member mereka terlihat sangat aktif dan cekatan.

"Wuhuuu! Ayo Nada, ayo!" teriak Zara lantang memberi semangat pada sahabatnya. Ia duduk di jajaran kursi penonton untuk menyaksikan teman-temannya berlatih.

"Kok Nada doang yang disemangatin?" goda Farrel yang sedang duduk di sebelahnya. Ya, belakangan ini mereka memang sering terlihat dekat. Hmm, ada apa ya?

Zara menjulurkan lidahnya ke cowok tampan yang tadi menggodanya.

"Biarin dong! Suka-suka aku. Kui ojo ganggu!" celetuknya.

"Wih, ojo nesu loh..." goda Farrel di sebelahnya. Zara tak peduli.

"Go kalian go kalian go!" teriak Zara sembari bertepuk tangan. Farrel yang melihat tingkah gadis itu tertawa geli.

"Kenapa kok ngguyu? Emang ada yang lucu?" tanyanya protes.

"Hmm, nggak ada sih." jawab Farrel.

"Ish, nyebelin." gerutu Zara lalu memutar bola matanya. Farrel tertawa ringan melihat tingkah menggemaskan gadis di sebelahnya.

***

Pandu POV

Senja menggulung di langit Pulau Sumba. Hari ini adalah hari terakhir di tahun ini. Perayaan tahun baru kali ini harus kami isi dengan berlaga di hutan Sumba. Hutan yang sempat menghilangkan namaku walau hanya sesaat. Saat-saat menyakitkan sekaligus menegangkan itu juga merenggut masa lalu indahku bersama kekasihku.

Dan hal itu takkan terjadi kalau bukan karena Baron. Lelaki brengsek itu membuatku haus darah belakangan ini. Tuhan sangat baik. Memberiku kesempatan untuk bertemu kembali dengan lelaki sialan itu.

Kami terus bersiaga sembari menenteng senapan serbu. Dengan dilindungi oleh rompi baja kami melangkah menyusuri hutan.

Suasana di hutan ini sangat sepi. Kami terus menjejakkan kaki di penjuru hutan untuk mencari keberadaan para teroris yang kabarnya bersembunyi disini. Pandanganku tak lepas dari seluruh isi dari hutan ini. Tak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti saat aku terkurung disini dulu. Seketika aku berpikir, apa kabar nenek baik yang dulu banyak menolongku? Aku sangat ingin bertemu dengannya.

Kreek!

Sebuah suara mengagetkan kami. Dan ketika berbalik, peluru-peluru tajam itu menyerang kami bak hujan meteor.

Duaaarr! Duarrr!

Seketika itu terjadi baku tembak di antara kami. Aku berhasil menghindari banyak peluru yang ditarik dari pelatuk senjata mereka.

"Tiaraap!" aku menginstruksikan para anggotaku untuk bersembunyi dan membalas serangan dengan mengerahkan jumlah peluru yang tersisa. Untaian doa terus kututurkan dalam hati. Berdoa semoga nyawa kami bisa terselamatkan dari penyerangan dadakan ini.

***

Setelah berkutat dengan banyak teroris, akhirnya kami berhasil melumpuhkan beberapa teroris. Tapi sialnya para teroris yang lain berhasil melarikan diri dari kami. Mungkin mereka bersembunyi di pelosok hutan yang belum sempat kami sisir. Tadinya kami hendak meneruskan misi kami hari ini. Tapi karena sekarang sudah pukul tiga dinihari, komandan menarik kami kembali ke pos dan digantikan oleh pasukan dari batalyon yang lain.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang