Bagian 26

6.9K 375 13
                                    

Di perjalanan, mereka diam tak saling bicara. Nada masih terisak tangis sementara Pandu yang lebih memilih diam sampai keadaan gadis di sebelahnya benar-benar tenang. Beribu pertanyaan yang berkecamuk di batinnya terus mendesaknya untuk segera dikeluarkan. Akan tetapi Pandu lebih memilih untuk menahannya demi perasaan Nada. Ia tahu saat ini mood gadis itu belum membaik.

Sementara hujan turun semakin deras di luar sana. Kini gemericik air menambah keheningan senja mereka.

"Kak," panggil Nada dengan suara parau. Pandu menoleh.

"Iya?"

"Jangan bawa aku pulang ke rumah," lirihnya.

Pandu menaikkan sebelah alisnya. Jangan ke rumah? Lalu, dia harus kuantar kemana? Pikirnya.

"Bawa aku ke tempat yang tenang, selain asrama. Aku nggak mau ketemu papa dalam kondisi kayak gini." lirihnya.

Pandu mengangguk. Ia memutar balik setir mobilnya menuju Jalan Kaliurang. Tempat dimana apartemennya berada.

Ya, sebenarnya, selama ini Pandu memiliki rumah sewa di salah satu apartemen di kota kelahirannya. Apartemen itu menjadi tempat peristirahatannya jika ia sedang libur atau sedang butuh tempat menenangkan diri, selain di barak dan asramanya. Maklum lah, dia kan belum punya rumah dinas, karena belum berkeluarga. Lagipula, ia belum tertarik untuk menikah.

Tapi, kalau dia menikah dengan gadis yang saat ini berada di sebelahnya, mungkin dia akan berubah pikiran.

Pandu memarkirkan mobilnya di sebuah halaman luas di depan gedung tinggi bernama 'Uttara The Icon Apartment'.

Pandu membukakan pintu untuk gadis di sebelahnya. Ia segera menggendong gadis itu ala bridal style.

"Kak, gak usah. Aku bisa jalan sendiri," elak Nada halus.

"Jangan, kamu masih lemah." sergah Pandu. Ia tetap bersikukuh menggendong gadis itu menuju apartemennya di lantai delapan.

Cklek. Pandu membuka gerendel pintu jati di depannya. Dan tampaklah sebuah ruangan luas dengan tatanan yang sangat rapi. Terdapat dua buah sofa putih beralaskan karpet coklat tebal di lantai, jendela yang terbuka tirainya, sebuah pintu besar menuju balkon, sebuah dapur yang sangat bersih dan terawat, dan sebuah kamar tidur yang cukup besar.

Pandu menurunkan Nada di ranjang tidur king sizenya. Kamar tidur itu juga tertata sangat rapi. Dengan bergaya maskulin khas pria bujangan.

"Kamu disini dulu aja ya, sekarang silakan kamu ganti baju." ujar Pandu.

"Eh, tapi Kak, aku kan nggak bawa baju ganti," ucap Nada.

Pandu membuka lemarinya. Mengeluarkan isinya dan mencari baju yang pas untuk Nada. Kebanyakan bajunya berukuran XL karena memang ukuran badan Pandu dua kali lipatnya dari ukuran tubuh Nada yang mungil. Pandu menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena sedari tadi tak menemukan baju yang pas untuk membalut tubuh Nada.

"Nah, ini dia." ucap Pandu setelah akhirnya ia menemukan sebuah T-Shirt lengan pendek yang sudah kekecilan di tubuhnya.

"Ini, pakailah." ucapnya.

Nada menerima T-Shirt itu. Tapi sesaat ia melirik ke arah Pandu dengan tatapan bingung.

"Kenapa?"

"Bawahannya mana?" tanya Nada. Pandu menepuk dahinya.

"Uh, tunggu sebentar. Biar aku cari dulu." ujarnya.

Pandu kembali mengobrak abrik isi lemarinya menjadi super duper amburadul.

"Nah, kamu pakai ini aja ya," ucap Pandu seraya menyerahkan sebuah celana pensil panjang miliknya. Agak ketat, jadi mungkin tak akan terlalu kebesaran bagi Nada.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang