Bagian 45

6.9K 372 21
                                    

Pandu menjelajahi isi hutan untuk melacak jejak keberadaan Baron, lelaki yang hari ini sudah beberapa kali membuatnya murka. Ia bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia akan melampiaskan amarahnya yang sudah membara pada keparat itu.

Pandu menemukan beberapa jejak kaki manusia di tanah berlumpur. Apa itu jejak kaki Baron? Hmm, belum tentu. Siapapun bisa memiliki jejak kaki tersebut. Tapi jika dilihat dari bentuknya, jejak kaki tersebut bukan milik para prajurit yang memakai sepatu PDL. Mungkin jejak kaki anak buahnya Baron? Entahlah.

"Lapor, Komandan."

Pandu mengangkat HT-nya sambil terus berjaga-jaga keadaan sekitarnya.

"Para prajurit sudah berpencar ke segala arah, Danton."

"Oke." hanya itu yang mampu ia katakan. Fokusnya terus tersudut pada pria keparat yang sudah berani mencari perkara dengannya.

Tiba-tiba kedua matanya menangkap seorang pria yang tengah berdiri di bawah pohon besar seraya menunduk. Pria itu bersembunyi di sebuah tempat yang cukup tertutup. Warna pakaiannya yang gelap seolah berkamuflase dengan sisi gelap yang diciptakan tempat tersebut. Seseorang mungkin akan tertipu dengan keberadaannya, tapi tidak dengan Pandu. Ia sudah pernah bertemu dengan pria tersebut secara langsung, bahkan pria itu juga yang sudah membuatnya hampir terbunuh.

Pandu menyiapkan senapannya untuk berjaga-jaga. Dan... Hap! Ia memergoki Baron tengah buang air kecil di balik pohon tersebut. Tampaknya ia tak menyadari kedatangan Pandu.

Ternyata Baron tak secerdik yang kita kira, Bung!

"Tertangkap kau!" ucap Pandu senang. Pandu memandang jijik pria yang baru saja kencing sembarangan itu.

Cih, dasar pria jorok! Umpatnya dalam hati.

Bugg! Sebuah pukulan keras mengenai perut sixpack milik Pandu. Baron rupanya mengambil kesempatan di kala pria itu lengah.

Pandu terjatuh tersungkur.

"Hahaha! Ternyata si pecundang bangkit dari kuburnya." ejeknya seraya berkacak pinggang.

Pandu menatapnya dengan kilatan marah.

Ketika Baron hendak menodongkan shot gun kepada Pandu, Pandu menepis shot gun tersebut dengan kakinya yang lincah.

"Aku memang belum mati," ucapnya setengah berbisik di telinga kiri Baron. 

Tentara itu memulai permainannya dengan pria itu. Dipukulinya Baron berkali-kali. Tampaknya Pandu sudah dikuasai oleh amarahnya yang memuncak.

"Ini untuk perbuatanmu padaku dulu!" ucapnya seraya melayangkan kepalan tinjunya ke rahang kanan Baron.

"Dan ini untuk perbuatanmu kepada nenekku!" Pandu kembali melayangkan bogem mentahnya kepada Baron yang sudah lebam-lebam.

Baron tak mau kalah. Ia juga melayangkan bogem mentahnya kepada tentara tampan yang memukulinya brutal tersebut.

"Hanya segitu saja kemampuanmu?" ejek Baron menantang. Pandu terdiam seraya menenangkan deru nafasnya yang tersengal-sengal.

"Oh ya, tadi apa katamu? Nenek? Oh! Apa mungkin maksudmu... Nenek tua renta yang tinggal di pelosok itu? Hahaha!" ujarnya makin terdengar angkuh. Pandu makin murka mendengarnya. Dadanya kembali bergetar tatkala telinganya mendengar ocehan pria itu tentang nenek kesayangannya.

"Kali ini kamu akan habis di tanganku, dasar keparat!" Pandu berkata seperti itu lalu membuang salivanya sembarangan.

Sementara Baron masih tertawa sinis menanggapi perkataan Pandu yang menurutnya terdengar seperti sebuah lelucon.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang