Bagian 35

6.4K 368 2
                                    

Waktu menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit. Nada sudah sibuk mempersiapkan kencannya dengan Pandu. Entah mengapa jantungnya berdebar kencang kali ini. Hmm, kira-kira kali ini Pandu mau mengajaknya kemana ya? Mengapa harus dirahasiakan? Ah, pria itu memang penuh dengan kata 'rahasia'.

Nada memoles wajah ayunya dengan make up natural. Ia hanya memakai bedak, mascara, dan lipstik. Ia pun menggunakan lipstik berwarna pink nude yang menggambarkan jiwanya sebagai anak muda.

Tok... Tok... Tok...

"Non, ada Den Pandu di depan," ucap Bi Siti.

Nada melirik ke arah jam wekernya. Tepat jam setengah delapan. Pria itu memang pria yang suka menepati janjinya. Ia tersenyum lalu melanjutkan aksi mempercantik dirinya.

"Iya, Bi!" ucapnya.

Malam ini ia mengenakan dress selutut berwarna hijau pastel. Ia menata rambutnya menjadi sedemikian rupa lalu mengeritingi sisa rambut yang menjuntai panjang di depan telinga kanannya. Kemudian, gadis itu juga menata poninya menjadi poni lempar ke sisi kanan.

Setelah siap dengan penampilannya, ia mengenakan flatshoes berwarna hitam dan menyambar sling bagnya.

Cklek. Nada membuka pintu kamarnya dan mendapati Bi Siti tengah berdiri di hadapannya sambil melayangkan pandangan takjubnya.

"Subhanallah... Non ayu tenan, wis seperti bidadari," puji Bi Siti seraya menatap Nada tanpa berkedip.

Nada tersenyum.

"Makasih, Bi. Kak Pandunya di luar?" tanyanya.

Bi Siti mengangguk. Nada langsung berjalan menuju papanya yang sepertinya juga berada di luar.

Sesampainya ia di balik pintu, ia mendengar obrolan papanya dengan lelaki yang hendak mengajaknya kencan malam ini.

"Kamu mau ajak kemana putri saya?" tanya sang papa kepada Pandu.

"Siap, saya mau ajak Mbak Nada ke Bukit Bintang, Pak." jawab Pandu tegas.

Nada ber-ooh ria.

Oh, jadi mau ngajak ke... Bukit... Bukit apa tadi? Bukit Bin... Bukit Bintang? Oh, rahasiamu terungkap sekarang, hahaha... Pikir Nada.

"Izin Pak, apa bapak mengizinkan?" tanyanya.

Pak Hendrawan tersenyum samar. "Ya, saya mengizinkan. Saya percaya sama kamu, tolong jaga anak saya baik-baik." jawabnya.

"Siap, laksanakan!" tegas Pandu.

Nada tiba-tiba keluar dari dalam rumah, hendak berpamitan pada sang papa. Kedua lelaki yang tengah berbincang itu beralih pandangan padanya. Mereka menatap takjub, terutama Pandu. Kedua matanya tak mampu berkedip seakan sedang melihat bidadari yang baru saja turun dari khayangan.

"Papa," sapa Nada.

Nada menghampiri sang papa lalu mencium punggung tangannya.

"Pa, Nada mau pergi dulu sama Kak Pandu ya," pamitnya.

"Iya, Sayang. Hati-hati di jalan," ucap sang papa.

Nada menoleh ke arah pria yang sedari tadi menatapnya terpesona. Pria itu tampak santai dengan blazer cokelat tua dan jeansnya.

Makin tampan, pikir Nada.

"Kita bisa berangkat sekarang?" tanya Pandu pelan. Nada mengangguk.

"Kami berangkat dulu, Pa." ucap Nada.

Pandu menghormat pada sang Jenderal. Jenderal pun membalas hormatnya.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang