Bagian 22

7.4K 377 1
                                    

Pagi hari yang cerah. Denting piano menggema indah di ruang tamu rumah Nada. Ya, gadis itu sedang menyalurkan bakatnya pagi ini.

Pagi ini ia sendirian di rumah. Bi Siti belum pulang sejak kemarin. Rencananya pergi menjenguk terpaksa diundur siang ini karena pagi ini sang papa ada kegiatan di luar.

Di permukaan perasaan yang dalam
Ingin sekali sebenarnya terucap
Tak di asa lagi hingga tumbuh rasa hati
Dan berakhir jiwa terasa sepi

Aku tak bisa terus begini
Aku tak bisa mengatakan yang sesungguhnya
Tak bisa menunggu lagi
Pesan ini kusampaikan sekali lagi
Ku beri kesempatan terakhirmu

"Nad?" panggil seseorang dari luar. Nada menghentikan permainannya ketika mendengar suara orang yang memanggilnya. Ya, suara itu milik pria tampan bernama Pandu.

"Masuk aja, Kak!" ujar Nada. Nada kembali memainkan pianonya.

Tiba-tiba seseorang berdehem dan kembali membuat Nada menghentikan aktivitasnya.

"Nggak jawab salam nggak baik lho," tegur Pandu, yang kini berdiri di belakang Nada. Ya, memang sedari tadi ia mengucap salam di depan pintu rumah Nada. Namun, tampaknya Nada sama sekali tak menyadarinya.

"Ehehe... Wa'alaikumsalam, Kak." cengirnya.

Pandu memutar bola matanya. Ia mendekati Nada yang masih duduk di depan pianonya.

"Kenapa sih lagunya galau semua?" tanyanya bingung.

"Em, nggak pa-pa, Kak. Aku cuma lagi pengen nyanyi itu aja," jawab Nada.

"Emangnya kamu belum cukup seneng semalam?" tanya Pandu menyelidik. Nada tercekat. Sampai saat ini saja hatinya masih berbunga-bunga kala melihat Pandu berada di sisinya. Bagaimana bisa ia merasa tak cukup dengan kisah mereka semalam?

"Nggak kok, Kak. Aku seneng," jawab Nada.

"Oh ya, tadi papamu minta aku buat antar berkas ini ke rumah." ujar Pandu seraya meletakkan berkas tersebut di atas meja.

Nada tak menggubrisnya. Ia lalu menutup pianonya.

"Kakak udah nugas lagi? Bukannya cuti?" tanya Nada.

"Nggak kok. Aku emang lagi cuti. Tadi papamu nelpon, suruh aku ke barak buat ambil berkas itu." jawab Pandu. Nada hanya ber-ooh ria.

Tiba-tiba Nada teringat dengan kejadian semalam. Sebuah kecupan yang menjadi penutup malam mereka. Entah mengapa ia tak bisa menolak kecupan itu. Ia justru merasa luluh dan terbius oleh pesona pria seksi di depannya kini.

"Apa agendamu pagi ini?" tanya Pandu.

"Umm... Aku nggak tau, Kak. Mungkin aku bakal di rumah terus sampai papa pulang." jawab Nada.

"Oh, kalau siang?" tanya Pandu.

"Siang nanti aku dan papa mau jenguk adiknya Bi Siti di rumah sakit." jawab Nada.

"Rumah sakit mana?"

"Rumah Sakit Tunas Harapan." jawab Nada.

Hmm, jenguk adiknya Bi Siti? Kayaknya ini saat yang tepat buat ketemu sama Bi Siti. Bi Siti juga harus merahasiakan hubunganku dan Nada di masa lalu. Aku tak ingin Nada menjauh dariku, pikir Pandu.

"Oh, gitu. Terus, kalau sore?"

"Ih, kakak! Nanya mulu deh kayak wartawan." protes Nada kesal. Pandu tertawa ringan.

"Ya udah, pagi ini mau ikut aku nggak?" tawar Pandu.

"Ikut kemana?" tanya Nada.

"Lari pagi."

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang