Hari ini hari Senin. Hari dimana acara pembagian raport akan dilaksanakan di SMA Pertiwi, sekolah tempat Nada menuntut ilmu.
Ia bersama sang papa pergi ke sekolah untuk menghadiri acara itu. Di sana, sudah banyak siswa dan siswi yang datang bersama orang tua mereka. Begitu juga Zara.
"Nada!" panggil Zara dari kejauhan. Dia sedang duduk di kursi taman bersama ayahnya. Sang bunda tak bisa hadir menemani karena masih dirawat di rumah sakit.
"Zara!" sahut Nada ceria. Ia lalu meminta izin papanya untuk menghampiri sahabatnya. Sang papa hanya tersenyum dan mengangguk mengizinkan.
Nada berlari seperti anak kecil menghampiri sahabat yang dirindukannya. Ya, karena beberapa hari sebelumnya mereka jarang bertemu karena Zara harus bolak-balik ke rumah sakit.
"Duh, aku kangen sama kamu!" ucap Nada antusias.
"Aku juga!" ucap sahabatnya, Zara.
Mereka tersenyum lalu melepas pelukan.
"Gimana keadaan bundamu, Za?" tanya Nada mengakhiri acara kangen-kangenan mereka.
"Masih dirawat, Nad." jawab Zara sendu.
Nada yang ikut merasakan kesedihan itu langsung menepuk pundak sahabatnya pelan.
"Nanti kita jenguk sama-sama yuk," ajak Nada. Zara tersenyum dan mengangguk.
"Eh, acara bagi raportnya udah mulai tuh," ujar Nada mengganti topik.
Orang tua mereka masing-masing menduduki bangku kelas untuk menerima raport anaknya. Sementara para murid menunggu di luar kelas.
***
Pandu POVSelama lima hari ke depan aku mengikuti latihan menembak bersama Yonif 502/Ujwala Yudha di Malang. Meski begitu, aku tetap mengawasi dan menjaga Nada dari kejauhan.
"Nembak tuh yang benar! Gimana kamu mau jadi prajurit yang hebat kalau cara nembakmu itu masih salah?" tegur Kapten Rusli pada Sertu Edo, yang sedari tadi tembakannya meleset dari target.
Aku yang samar-samar mendengar hal itu sama sekali tak mengacuhkannya, dan lebih memilih untuk tetap fokus pada bidikanku.
"Tuh, contohi Sertu Wida, cewek aja bisa menembak dengan benar. Weleh weleh, kalah kamu!" cibirnya.
Setelah selesai berlatih, kami para prajurit diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak.
"Pandu!" panggil seseorang. Aku menoleh ke belakang.
Kulihat seorang perwira tersenyum seraya berjalan mendekatiku. Dia adalah Lettu Eka Agisti Humaira. Teman satu lettingku. Kami sudah berteman sejak kami masuk Akademi Militer. Berjuang bersama-sama selama empat tahun menjadi taruna hingga kami praspa. Lettu Eka ditugaskan di sini.
Lettu Eka adalah prajurit yang baik. Dia adalah kawan karibku.
"Apa kabar, Bro?" tanyanya santai seraya memberi salam pertemanan kami yang hingga sekarang masih kuingat.
"Alhamdulillah baik, Bro." jawabku.
"Oh, kirain ngilang lagi di hutan," ujarnya asal. Seraya mengungkit kejadian masa laluku yang kelam dan menyedihkan. Namun, aku tahu Eka hanya bercanda.
"Hus! Enak aja! Doainnya gitu amat," cetusku kesal. Eka tertawa renyah.
"Haha, santai, Bro. Alhamdulillah deh kalau lo baik-baik aja." ujarnya.
Kami hening seketika, sama-sama menyaksikan kegiatan anak-anak desa yang sedang bermain bola di lapangan dekat markas. Markas ini memang bersebelahan dengan perkampungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disappeared Memory (Completed)
RomanceKetika sebuah memori harus memisahkan ikatan antara seorang tentara gagah dengan kekasihnya. Namun, tanpa kesengajaan, waktu kembali mempertemukan mereka setelah bertahun-tahun terpisah jarak kenangan. Cerita fiktif dari coretan-coretan absurd autho...