Bagian 27

7.2K 404 6
                                    

Kruuk... Kruuuk...

Perutku bergemuruh meminta asupan makanan. Aku baru saja selesai mengeringkan seragamku dengan mesin cuci, lalu menjemurnya sebentar di dalam apartemen Kak Pandu.

Kuhampiri kulkas apartemen Kak Pandu yang rada besar itu. Kupegangi perutku yang serasa dangdutan sedari tadi. Ya, sedari tadi memang belum ada seonggok makanan pun yang masuk ke dalam perutku.

Klek. Kubuka kulkas dua pintu tersebut. Berharap terdapat banyak makanan, eh atau setidaknya bahan makanan untuk bisa kuolah di dalam sana.

Mataku melongo melihat isi kulkas tersebut. Sepertinya semua harapanku pupus. Tak ada sayur, makanan kaleng, buah-buahan, atau daging dan ikan di dalam sana. Kulirik sebuah plastik hitam di pintu kulkas. Setelah kubuka isinya ternyata hanya terdapat sebutir telur ayam mentah. Okelah, sepertinya hanya ini yang bisa kudapatkan.

Aku berjalan menuju dapur lalu kuletakkan telur tersebut di atas meja. Aku mendongak dan mendapati lemari makanan berjejer menggantung di atas meja dapur. Mataku berbinar, berharap semoga terdapat makanan lain di dalam sana.

Aku berjinjit untuk mengecek isinya. Huh, sepertinya ejekan Kak Pandu soal tinggi badan hari itu ada benarnya juga. Tubuhku terlalu pendek dan mungil untuk menjangkau lemari itu.

Kuambil sebuah kursi di meja makan. Lalu mulai menaikinya dan mencari sesuatu di dalam lemari makan.

Namun, sepertinya harapanku kembali pupus. Tak ada apapun di dalam sana. Makanan jadi pun tak ada di dalamnya.

Aku menghela nafas berat. Huh, ya sudahlah. Makan telur aja.

Aku berdiri termenung di depan meja dapur. Jari jemariku mengetuk-ngetuk meja tanda bingung harus berbuat apa. Sejujurnya, baru kali ini aku berurusan dengan ruangan bernama 'dapur'. Aku belum pernah memasak sebelumnya.

Ya udahlah, nanti minta diajarin sama Bi Siti aja.

Aku memeras otak. Kira-kira, apa yang harus kulakukan sekarang?

Kulirik sebuah kompor gas panjang berwarna hitam di sebelah kiriku.

Ya! Nyalakan kompor!

Wushh! Api mulai menyala di atas kompor.

Kulihat ada beberapa frying pan dengan berbagai ukuran yang menggantung di dinding. Segera kuambil frying pan tersebut. Setelah menimbang-nimbang kira-kira wajan mana yang cocok untuk menggoreng telur, akhirnya kuputuskan untuk memakai frying pan berukuran medium.

Setelah beres urusan wajan dan kompor, aku kembali kebingungan mencari langkah seterusnya.

Duh, habis ini aku harus apa?

"Hmm... Ah, minyak!" ucapku seraya menjentikkan jari. Aku berputar-putar mencari minyak namun tak kutemukan benda itu dimanapun. Keringat mulai membasahi dahiku.

"Duh, minyak, dimana sih lo?" tanyaku sewot.

Sementara itu, asap sudah mengepul menandakan wajan sudah terlalu panas.

Kulihat sebuah botol besar berisi cairan berwarna kuning keemasan di pojok lemari makan. Duh, akhirnya ketemu juga!

Kutuangkan minyak ke dalam wajan. Setelah itu, kumasukkan telur ke dalamnya. Em, isi telurnya maksudku. Tenang saja, meski aku sangat amatir tentang memasak, aku tetep tau kok kalau masak telur itu cangkangnya harus dipecahin dulu!

Percikan minyak terus menerus berhamburan keluar dan menyakiti kulit tanganku.

"Aduh! Aduh! Ah!" jeritku.

Kuambil spatula yang juga tergantung di dinding dapur. Maksud hati ingin membalikkan telur yang mulai menghitam di bawahnya, namun tanganku terus mundur karena cipratan minyak yang terus menyerang.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang