Bagian 43

5.8K 357 21
                                    

Laju perkembangan timku sangat baik di turnamen ini. Setelah melewati banyak babak dikarenakan sekolah yang mengikuti turnamen ini juga banyak, kami akhirnya berhasil menginjakkan kaki di babak final. Babak ini dimulai pukul setengah lima sore dan diperkirakan acara akan usai ketika malam tiba. Di babak ini tim kami akan berlaga dengan tim lawan paling berbahaya di pertandingan ini. Maksudku paling berbahaya adalah paling kuat di antara tim-tim lawanku yang lainnya. Tim tersebut sudah menjadi pemenang berturut-turut dalam turnamen beberapa tahun sebelumnya.

Ah, sudahlah. Tak usah terlalu dipikirkan. Aku harus fokus dan tetap optimis. Aku dan timku pasti bisa. Pasti!

Priiiitt! Aba-aba memulai pertandingan dibunyikan. Tim kami dan tim lawan berkumpul di tengah lapangan.

"Ayooo ayooo tim Pertiwi! Semangat! Kalian pasti bisa!" riuh tepuk tangan supporter makin ramai terdengar. Mereka adalah supporter paling kompak menurutku, karena jika seharusnya semakin lama mereka semakin berkurang, tapi ini tidak. Jumlah mereka justru terus bertambah. Apalagi ketika mengetahui bahwa tim kami berhasil masuk final.

Sepuluh menit pertama tim kami kalah lima poin dari tim lawan. Tim kami baru mendapat tiga poin sementara mereka sudah mendapat delapan poin. Huh, tak apa. Ini baru permulaan.

Sementara riuh supporter dari sekolahku makin ramai menyemangati kami.

"Ayooo ayooo semangat tim Pertiwi! Kalian pasti bisa! Semangat! Semangat!" jerit mereka seraya bertepuk tangan memberi kekuatan pada kami.

Pranggg!

"Sepuluh poin untuk SMA Rintisan Pelajar, sementara SMA Pertiwi masih bertahan di poin ketiga. Ayoo ayoo mana supporternya!" pekik sang MC mengisi acara kami.

Para supporter makin riuh menyemangati masing-masing tim. Aku sempat menyerah karena pertahanan tim lawan sangat kuat. Mereka cekatan dan sangat gesit mengoper bola.

"Nadaaaa! Jangan patah semangat Nad! Ayooo! Ayooo! Bangkittt!" tiba-tiba aku mendengar suara Zara berteriak menyemangatiku. Sesaat kulihat gadis itu yang tengah duduk di bangku terdepan para supporter seraya tersenyum padaku. Di sebelahnya terdapat Farrel yang juga tersenyum padaku. Aku membalas senyum mereka yang tulus itu.

"Aku akan jadi orang yang paling mendukungmu, jadi penonton yang melihatmu di barisan terdepan, lalu jadi orang pertama yang berteriak atas kemenanganmu."

Tiba-tiba janji yang terucap di bibir Kak Pandu sore itu kembali terekam di pikiranku.

"...lalu jadi orang pertama yang berteriak atas kemenanganmu."

Huh... Nafasku masih terengah-engah. Aku membungkukkan badan dan tanganku bertumpu pada dua lututku saking lelahnya. Kedua mataku menyorot ke arah ring yang lagi-lagi dimasuki bola oleh tim lawan.

"... jadi orang pertama yang berteriak atas kemenanganmu."

Aku mengatur ritme nafasku yang tersenggal-senggal.

"...orang pertama yang berteriak atas kemenanganmu."

Kemenanganmu... Kemenanganmu... Kemenanganmu...

Huh... nafasku mulai teratur sekarang. Sekali lagi kata-kata itu terngiang-ngiang di kepalaku.

Baiklah! Aku akan membuktikan pada Kak Pandu, kalau aku tetap bisa menang walau ia tak datang untuk menyaksikan kemenanganku! Ya! Aku pasti bisa!

Tiba-tiba aku merasa tenagaku terasa seperti terisi kembali. Semangatku membara menginginkan kemenangan dalam turnamen ini. Ya! Aku dan teman-temanku sudah berjuang keras untuk hal itu. Dan kami pantas mendapatkannya!

Aku berlari mencari taktik untuk merebut bola dari lawan. Bola tersebut sedang digiring oleh seorang gadis dari tim lawan. Oke, aku akan mencari titik terlemahnya. Dan... Dapat! Saat ia lengah, kurebut bola tersebut lalu segera melakukan lay up dan...

Pranggg!

Riuh supporter kami terus berteriak memacu semangat kami. Ya! Aku berhasil menambah satu poin untuk tim kami.

Budi mengambil alih permainan. Ia menggiring bola tak kalah cepatnya dengan tim lawan. Hingga akhirnya ia berhasil melindungi bola tersebut agar tak berpindah tangan ke tim lawan. Dan...

Pranggg!

"Tim basket SMA Pertiwi menambahkan tiga poin untuk tim mereka. Poin sementara yang mereka dapatkan adalah enam poin, dan SMA Rintisan Pelajar mendapatkan sebelas poin."

Oke, meski masih tertinggal cukup jauh, aku tak patah semangat. Harapan itu masih ada jika kita mau menggapainya. Dan aku akan jadi orang pertama yang menggapainya.

***

Waktu terus bergulir. Di menit-menit pertengahan jarak poin antara tim kami dengan tim lawan semakin menipis. Kami berhasil bangkit dan mendapat lima belas poin, berbeda tipis dengan tim lawan yang mendapat delapan belas poin. Oke, kami pasti bisa!

Pranggg! Bola ke tujuh belas berhasil Deara masukkan ke dalam ring. Kini tersisa dua poin lagi bagi tim kami menuju kemenangan.

"Ayooo! Ayooo! Tim Pertiwi kalian pasti bisa! Semangat!"

Pranggg! Yap! Kevin berhasil memasukkan bola ketujuh belas ke dalam ring. Yeay! Good job guys!

Di menit-menit terakhir, kami masing-masing membuat taktik memasukkan bola terakhir ke dalam ring. Tim lawan terlihat makin mengeratkan pertahanan mereka. Oke, kesempatan terakhir ini tak boleh kami sia-siakan.

Willa menggiring bola saat tim lawan berusaha merebutnya. Dan akhirnya banyak anggota tim lawan yang mengerumuninya. Karena terdesak, ia mengisyaratkan pada Rahman untuk mengambil alih bolanya. Dan... Hap! Willa melakukan over head pass pada Rahman. Rahman yang sudah menangkap sinyal dari Willa langsung mengambil alih bola yang dilempar dengan begitu cepatnya. Ia menggiring bola lalu mengalihkannya padaku. Oke, aku mulai mengerti jalannya permainan ini.

Aku berhasil menggiring bola menuju ring. Jantungku berdebar kencang sekali. Rasanya aku melihat kemenangan itu berada di depan mataku.

"...Lalu jadi orang pertama yang berteriak atas kemenanganmu..."

Sekali lagi Kak Pandu mengoceh di dalam pikiranku. Oke, aku mulai melakukan lay up. Tubuhku melompat tinggi menuju bibir ring. Dan... Pranggg! Bola tersebut berhasil memasuki ringnya. Aku berhasil! Aku berhasil! Di satu menit terakhir kami berhasil maju selangkah di depan tim lawan. Aku sungguh tak percaya! Riuhan supporter makin terdengar ramai melihat kemenangan kami. Teman-temanku tak henti-hentinya bersyukur melihat pencapaian kami. Sungguh akhir yang baik, kawan.

Priiittt! Aba-aba peluit tanda permainan berakhir dibunyikan. Aku tersenyum sumringah. Para penonton bersorak kegirangan. Akhirnya, aku berhasil membuktikan pada Kak Pandu bahwa ucapanku waktu itu benar adanya!

Tapi, tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh. Kepalaku terasa sakit sekali saat jari jemariku menyentuh bibir ring. Dan...

Bugg! Tubuhku jatuh terkapar di lapangan. Dan seketika itu, pandanganku gelap tak bersisa.

***

Akhirnya bisa update lagi😁
Btw, beberapa part lagi ending yaaw... Author gatel liat banyak draft di work saya:v

Oh ya, mau bonus part gak? Kalau mau, silakan komen di kolom komentar. Thxu:*

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang