Bagian 44

6.5K 372 14
                                    

Priiiittt!

Supporter terkaget-kaget tatkala melihat seorang gadis yang berhasil menyelamatkan timnya terkapar di dekat tiang ring basket. Timnya telah berhasil memenangkan turnamen tersebut. Tapi semua orang yang berada di lapangan itu merasa bingung hendak berkata apa. Apakah mereka harus senang, atau justru sedih saat melihat sang juara terkapar lemah.

Teman-temannya berusaha membangunkan Nada yang terjatuh pingsan. Pak Erwin yang sejak awal mendampingi anak-anak bertanding, juga ikut berlari menghampiri muridnya. Sang papa dan para ajudannya turun dari kursi penonton lalu berlari menghampiri sang putri.

"Serda Bayu! Tolong panggilkan ambulans!" titahnya.

"Siap, laksanakan." Serda Bayu segera menepi untuk menelepon ambulans. Dia menelepon ambulans dari RSAD yang tak terlalu jauh dari asrama dan gelanggang olahraga ini.

"Nad... Lo kenapa Nad? Lo kenapa?" tanya teman-temannya panik.

Willa menepuk pelan pipi gadis tersebut. Tubuhnya terasa panas.

"Nada kamu kenapa...." lirih Zara menahan tangis.

Tiba-tiba datanglah para MC dan panitia turnamen tersebut.

"Sebaiknya anak bapak dibawa ke rumah sakit terdekat, Pak." ujar ketua panitia tersebut.

Pak Hendrawan mengangguk. "Saya sudah panggilkan ambulans." ujarnya.

"Om, kita semua boleh ikut ke rumah sakit ya?" pinta Deara meminta persetujuan Pak Hendrawan.

"Iya Om, kita semua ingin menemani Nada disana," timpal Rahman.

Belum sempat Pak Hendrawan menjawab, Ketua Panitia turnamen bertanya pada mereka.

"Maaf sebelumnya, lalu bagaimana dengan penyerahan piala dan piagamnya?" tanyanya.

"Maaf Pak, kami semua nggak bisa menerima semua itu tanpa Nada." ujar Willa.

"Iya, Pak. Bagaimana pun, tim kami menang karena dia, Pak. Kami tak ingin bersenang-senang dengan kemenangan kami sedangkan teman kami sedang jatuh sakit." ujar Kevin. Diam-diam, Pak Hendrawan merasa tersentuh dengan teman-teman putrinya yang sangat menjunjung tinggi nilai solidaritas. Mereka tak egois. Putrinya tak salah dalam memilih pergaulan.

Mereka semua diam mencari ide.

"Em, Pak, kalau begitu, piala dan piagamnya biar saya yang wakilkan, selaku pembina tim mereka. Biar pihak sekolah yang memberikannya pada anak-anak saat upacara sekolah nanti." usul Pak Erwin. Para anggota tim mengangguk setuju.

"Kira-kira pengumumannya kapan ya, Pak?" tanya Pak Erwin.

"Kira-kira setelah ishoma, Pak. Sehabis isya." ucapnya. Pak Erwin mengangguk paham.

"Izin melapor, Pak. Ambulansnya sudah datang." ujar Serda Bayu melaporkan.

Tak lama kemudian para petugas rumah sakit memasuki lapangan untuk membawa pasien ke mobil ambulans, diikuti dengan teman-teman Nada, Pak Hendrawan dan juga para ajudannya.

"Sebelumnya selamat ya," ucap salah seorang pemain dari tim lawan kepada Kevin. Mereka berjabat tangan. Kevin menyunggingkan senyum tipisnya.

"Iya, makasih. Selamat juga ya," ucapnya.

"Semoga dia nggak kenapa-kenapa," ucap pemain basket tersebut. Kevin mengangguk pelan.

Suara alarm ambulans terdengar nyaring di luar gelanggang olahraga. Tak disangka kemenangan mereka harus diiringi dengan sebuah kecelakaan yang menimpa salah satu pemain terbaik di tim mereka.

***

Pencarian masih berlanjut. Siang ini tim kami masih berpencar menyisir keberadaan anak buah Baron. Aku berjalan menyusuri hutan sambil terus berjaga-jaga kalau-kalau ada peluru musuh yang mengancam keselamatanku. Pandangan mataku terus menerawang tajam ke penjuru hutan. Senapan laras panjang terus bertopang di kedua tanganku, bersiaga kalau-kalau ada musuh yang harus dilumpuhkan. Dan sebenarnya, kali ini aku tak berjalan sendirian. Ada seorang gadis tangguh yang ikut berjalan mengekoriku. Siapa lagi kalau bukan kawan karibku, Eka. Ia juga sama telitinya denganku. Senapan yang sama bertengger di kedua tangannya.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang