Bagian 30

6.7K 369 11
                                    

"Saya sungguh merasa kecewa sama kalian berlima. Bisa-bisanya kalian melakukan tindakan semena-mena pada teman kalian sendiri. Apalagi Nada ini masih tergolong baru bagi kalian!" cecar Bu Widya, guru BK yang juga ikut menceramahi anak-anak nakal di depannya.

Sementara kelima anak yang ditegurnya itu malah diam menunduk, tak sanggup bicara sepatah kata pun.

"Sebenarnya, apa yang membuat kalian begitu membenci Nada? Memang apa salahnya?" tanya Bu Laras.

"Tolong jawab pertanyaan wali kelas kalian, anak-anak." pinta Bu Widya lembut, atau sengaja dilembut-lembutkan.

"S-saya... Saya hanya tidak menyukai kedekatan Kevin dan Nada, Bu." ucap Vivian merasa bersalah.

"Jadi, kalian seperti ini hanya karena cowok? Siapa sebenarnya yang mendalangi aksi kalian?" tanya Bu Laras.

Tak ada satu pun dari mereka yang sanggup menjawab. Nada dan ayahnya lebih memilih bungkam sambil terus menyaksikan persidangan yang dilakukan wali kelas dan guru BK-nya pada sang dalang, Vivian.

Bahkan, Bu Sonia juga tak bisa berbuat apa-apa sebelum mengetahui semuanya tentang aksi kriminal yang dilakukan putrinya dan teman-temannya.

"Bu, Kevin itu anak kelas mana?" desis Bu Laras.

"Setahu saya anak kelas IPA 5, Bu. Yang leader basket itu, kan?" ucap Bu Widya.

Bu Laras hanya ber-ooh ria.

"Sebentar, ya. Saya panggilkan Kevin dulu." ujar Bu Laras pamit. Beliau bergegas keluar ruangan menuju kelas 12 IPA 5, tempat Kevin berada.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Dan Vivian serta teman-temannya masih bungkam, seolah tak ingin menjelaskan apapun soal pembulian sore itu.

Kevin sudah hadir di tengah-tengah mereka sejak beberapa menit yang lalu. Dan ia sukses menjadi korban kebisuan dan kebingungan yang diciptakan di ruangan pengap itu.

"Ya sudah, kalau kalian tak ingin mengaku. Saya bisa buktikan bahwa kalian bersalah." ucap Bu Laras seraya merogoh sesuatu dari balik tasnya. Perkataan itu mampu membuat para pelaku mendongak dan memandang panik.

Dan... Ting!

Sebuah lipstik merah yang saat itu digunakan Vivian untuk mencoret wajah Nada, kini berada di tangan Bu Laras.

"Ini punya kamu kan, Vian?" tanya Bu Laras.

"Bu-bukan, Bu... Bukan punya saya!" elaknya berbohong.

"Oh ya? Lalu apa maksud dari nama yang ada disini?" tanya Bu Laras seraya menunjukkan sebuah nama yang tertera di lipstik tersebut.

"Vivian Adreadinata R"

Vivian tertunduk. Ia bingung harus berbuat apa. Sangat malu baginya untuk mengaku. Apa jadinya dia kalau sampai teman-temannya mengetahui keburukan si Ratu Cetar yang selama ini disegani siswa-siswi lainnya? Kepopularitasan mereka akan hancur karena hal itu.

"Ibu, anak ibu telah melakukan aksi pembulian terhadap salah satu siswi kami, yaitu Nada Khayra Hendrawan. Putri ibu dan kawan-kawannya melakukan itu di sebuah tempat luas namun strategis di sekolah ini, yakni di gelanggang olahraga." jelas Bu Laras pada Bu Sonia, mama Vivian.

"Em, tapi Bu, saya yakin anak saya tidak melakukan itu..." pungkas Bu Sonia membela anaknya.

"Baiklah, kalau begitu, akan kami tunjukkan sesuatu yang lebih bisa meyakinkan hal ini," ucap Bu Laras seraya menyalakan laptopnya.

Mereka semua menyaksikan aksi para gadis yang secara diam-diam membuli gadis tak berdosa seperti Nada.

Ini adalah pertama kalinya siswi seperti Vivian dan teman-temannya mengetahui adanya CCTV yang terpasang di tempat mereka beraksi. Ya, para pihak sekolah akhirnya mengungkapkan hal ini pada siswinya demi terkuaknya kasus mencengangkan Vivian.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang