Bagian 28

6.7K 378 3
                                    

"Siapa yang udah berani ngebuli kamu? Dan, apa motifnya?"

Nada diam membisu. Mulutnya bungkam seolah tak ingin menjelaskan apapun. Alih-alih menjawab, Nada justru malah diam seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Nad?" panggil Pandu.

"Eh, iya?" ujar Nada tersadar dari lamunannya.

"Kamu mikirin apa?"

"Eng... Nggak kok, Kak."

Pandu menghela nafas.

"Ya udah, sekarang, tolong jawab pertanyaanku." tegasnya.

"Aku... Aku..."

"Tolong, Nad. Mungkin kamu bisa merahasiakan itu dari papamu. Tapi kamu nggak akan bisa merahasiakan itu dariku." desak Pandu.

Nada tercekat. Ia meletakkan garpu dan sendoknya di atas piring, sehingga menimbulkan sedikit kegaduhan.

"Siapa yang berani ngebuli kamu?" tanya Pandu.

Nada masih diam.

"Apa... Lima orang cewek itu?" tebaknya.

Nada tersentak. Ia terdiam beberapa saat. Hingga kemudian, ia menghela nafas.

"Oke, aku akan cerita."

***

Rintik hujan kembali turun agak deras di luar kafe. Menemani kesenduan hati Nada yang baru saja meluapkan kejadian sebenarnya kepada tentara dingin yang duduk di seberang meja.

Nada memeluk erat jaket loreng milik Pandu. Ia tetap merasakan sentuhan dingin hawa malam yang menggigit. Ia mengelus kakinya yang juga merasa dingin. Ya, karena Nada hanya memakai rok sekolahnya yang batasnya hanya sampai lutut. Ditambah lagi dengan kain roknya yang masih terasa sedikit basah.

"Mereka ngelakuin itu atas dasar tuduhan dan kesalahpahaman," lanjut Nada. Pandu masih memasang telinganya lebar-lebar.

"Bahkan, mereka menganggapku cewek murahan, centil, perebut pacar orang, dan..." lirihnya, tak sanggup meneruskan kata-katanya karena takut ia akan menangis keras.

Pandu mengusap lelehan air mata yang mulai tampak di sudut mata gadisnya. Ia merasakan sakit yang teramat dalam di hatinya kala ia melihat gadisnya yang rapuh.

"Tapi kamu bukan gadis seperti itu," ucapnya menghibur.

"Tetep aja Kak, sebagai seorang gadis... Aku tetep nggak terima dibilang gitu," ujarnya sesunggukan.

Pandu menghela nafas.

"Ya udah, kalau gitu, kamu harus bener-bener jauh dari si Kevin itu, Nad." ucap Pandu.

Nada mengangguk.

"Aku nggak pernah ada niatan mau deket-deket sama Kevin, Kak..."

"Iya, aku tau, apapun itu... Kamu harus tetep ngejauh dari si Kevin itu. Aku nggak mau kamu kena masalah lagi sama mereka. Oke?"

"Iya, Kak," isaknya.

"Jadi, kamu mau ngelapor kejadian itu, atau gimana?" tanya Pandu.

Sejujurnya, aku ingin sekali menuntut tindakan Vivian dan temen-temennya ke pihak sekolah. Bagaimanapun, aku nggak terima kalau harus jadi korban bullying... Tapi, aku takut makin dijauhi sama teman-temanku yang lain. Takut dicap sebagai 'anak manja', 'tukang ngadu', dan lain sebagainya. Terlebih lagi papaku adalah seorang Jenderal, batin Nada.

Lalu, aku harus bagaimana?

Nada melirik ragu ke arah tentara bodyguard-nya yang kini tengah sibuk menatap layar ponselnya.

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang