Bagian 15

7.7K 396 1
                                    

"Assalamu'alaikum," ucap Nada di ambang pintu rumahnya. Ia baru saja pulang dijemput oleh Serda Bayu, ajudan pribadi papanya. Ia melihat seorang wanita paruh baya berjalan ke arahnya. Wanita itu adalah Bi Siti. Bi Siti tersenyum dan membalas salam Nada.

"Eh, cah ayu wis pulang. Ayo, masuk, Non. Bibi sudah buatkan makanan kesukaan Non Nada." ujarnya ramah. Hari ini adalah hari ketiga Bi Siti bekerja di rumah Nada. Ya, tampaknya Nada sudah merasa nyaman tinggal dengan wanita yang sangat baik padanya. Bi Siti merasa senang sekaligus sedih. Senang karena akhirnya mereka bisa bertemu lagi, dan sedih karena suasana yang tercipta antara mereka berdua terasa lain, tak seperti dulu. Sikap Nada padanya agak berubah karena pengaruh amnesia yang dideritanya. Meski begitu, Bi Siti tetap sabar menemani anak majikannya tersebut.

Nada tersenyum lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Ia mengganti baju seragamnya dengan baju yang lebih santai. Setelah berganti baju, ia menghampiri Bi Siti di ruang makan.

Matanya berbinar senang tatkala ia melihat makanan kesukaannya di meja makan. Ada ayam goreng bacem, tempe goreng bacem, perkedel kentang dan sambal goreng ati ampela. Ada juga tumis brokoli sebagai sayurnya.

"Wih... Ada makanan kesukaanku..." gumamnya. Bi Siti tersenyum gemas melihat tingkah putri sang Jenderal. Lalu ia membantu mengambilkan nasi dan lauknya untuk Nada.

"Ini, Non. Dihabiskan ya," ujarnya.

"Siap, Bi! Pasti Nada habiskan." ujarnya bersemangat. Bi Siti geleng-geleng kepala seraya tersenyum melihat tingkah menggemaskan Nada.

Ketika Nada sedang bersiap-siap menyantap makanan kesukaannya, Bi Siti justru melenggang pergi menuju dapur.

"Bi? Bibi nggak makan? Makan yuk sama aku," ajak Nada. Bibi menoleh dan tersenyum.

"Non Nada duluan aja makannya. Nanti Bibi nyusul. Bibi harus nyelesain cucian dulu," ujarnya. Lalu melangkah kembali menuju dapur.

***

Nada keluar dari kamarnya setelah selesai mengerjakan PR. Ia melihat Bi Siti tengah mengelap meja dan lemari menggunakan kemoceng. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam.

"Bi? Bibi belum tidur?" tanya Nada.

Bi Siti menoleh lalu tersenyum pada Nada. "Belum, Non. Ada apa? Non mau dibuatkan apa?" tanya Bi Siti lembut.

"Nggak ada apa-apa, Bi." jawab Nada seraya menghampiri Bi Siti.

"Bi, Nada mau tanya boleh?"

"Boleh, mau nanya apa, Non?"

Nada mengetuk-ngetuk meja dengan jari-jemarinya. Mencoba merangkai kata untuk pertanyaan yang akan diajukannya. Sejujurnya, ia merasa bingung karena sepertinya Bi Siti sangat mengenalnya. Buktinya, Bi Siti bisa tahu makanan-makanan kesukaannya. Padahal, ia baru bekerja selama tiga hari.

"Umm... Emangnya Bi Siti udah kenal sama aku dari dulu, ya?" tanya Nada ragu. Bi Siti menghentikan aktivitasnya. Ia lalu tersenyum simpul. Ia merasa sedih karena anak majikannya itu masih belum mengingatnya. Ia pikir, makanan kesukaannya tadi bisa membantu memulihkan ingatannya. Tapi, ternyata tidak.

"Iya, Non. Dulu, waktu Non dan Tuan masih tinggal di Jakarta, Bibi bekerja di sana selama tiga tahun. Tapi, saat hari raya Bi Siti selalu pulang ke Jogja. Untungnya sekarang Tuan dan Non pindah ke sini. Jadi, jarak rumah Non dan rumah Bibi nggak begitu jauh." jelasnya.

"Oh, begitu ya, Bi? Kok aku nggak inget, ya?" tanya Nada bingung. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Bi Siti hanya tersenyum mendengarnya.

Oh ya, kalau Bi Siti tahu masa laluku, apa mungkin Bi Siti tahu siapa pacarku? Hmm, sepertinya aku harus bertanya pada Bi Siti tentang mimpiku.

"Em, Bi–"

Deringan ponsel memutus niatannya untuk bertanya. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Lalu senyumnya merekah tatkala melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

"Halo, assalamu'alaikum, Za?"

"Wa'alaikumsalam, Nad. Kamu lagi apa?"

Nada melirik Bi Siti, lalu tersenyum. Ia melangkah pergi menuju kamarnya.

"Aku habis ngerjain PR, Za. Ada apa?"

"Aku ada kabar gembira, Nad."

"Wah, apa tuh?"

"Aku diizinin sama Bunda nginep di rumahmu. Rencananya lusa aku bisa nginep di rumahmu."

"Oh, iya? Wahh asyikk! Ya udah, aku tunggu kamu lusa ya,"

"Iya, Nad. Ih aku nggak sabar deh,"

"Hihihi, aku juga, Za."

"Ya udah, Nad. Itu aja yang mau aku omongin. Hehe, maaf ganggu ya malem-malem."

"Iya iyaa santai aja, Za, malem minggu kok. Hehehe,"

"Hehe, kamu nggak keluar, Nad?"

"Hah? Keluar? Mau keluar sama siapa, Za, aku kan jomblo. Heheee,"

"Wahahaha bisa aja kamu. Umm... Mungkin si ajudan kamu tuh?"

Hmm, Om Pandu ya...batin Nada.

"Hehehe nggak lah, Za. Kamu ada-ada aja."

"Wkwkwk oke deh, kututup dulu ya."

"Oke, sampai bertemu besok lusa!"

"Sip, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam warahmatullah."

Telepon ditutup. Nada meringkik senang mendengar kabar gembira dari sahabatnya.

Uuh, rasanya aku ingin cepat-cepat bertemu dengan besok lusa. Yaa maklum lah, aku kan anak sematawayang. Lagipula, kenapa sih papa dan mama nggak ngasih aku adik? Kan jadinya aku kesepian kalau ditinggal papa tugas. Tapi, nggak pa-pa deh. Kan ada sahabatku yang bersedia menemaniku... Uh, jadi nggak sabar!

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang