Bagian 33

6.1K 369 7
                                    

"Jadi, kapan kamu tanding basket?" tanya Pandu seraya melahap es krim cokelatnya.

"Hmm... Bulan Januari awal," jawab Nada seraya mengunyah pelan cone waffle es krim tersebut.

Ya, mereka sedang berada di taman komplek saat ini. Mereka asyik menikmati es krim sambil menyaksikan orang-orang yang lalu lalang di sore hari. Tentu sore hari, karena Pandu lebih banyak meluangkan waktunya di sore dan malam hari. Menurutnya, itu waktu yang lebih santai daripada pagi hari yang dipenuhi kegiatan apel dan garjas. Ya, meskipun santai, kalau ada panggilan tugas atau giliran jaga ya sama saja.

"Tanggal?"

"Tanggal 3."

Pandu tak menjawab lagi. Kini hanya tersisa keheningan antara mereka. Mereka tengah asyik sendiri dengan es krim masing-masing.

Terdengar suara anak-anak kecil yang memang suka bermain disini dengan para ibu persit. Ada juga beberapa ibu persit yang sedang bermain bola voli. Tak hanya itu, mereka juga melihat beberapa pria berbaju loreng yang lalu lalang sambil sesekali menyapa Dantonnya, yakni Pandu.

"Kakak bisa datang kan?" tanya Nada ragu.

"Hmm... Bisa. Aku akan jadi orang yang paling mendukungmu, jadi penonton yang melihatmu di barisan terdepan, lalu jadi orang pertama yang berteriak atas kemenanganmu." ucapnya seraya menatap Nada lekat.

Nada tersipu malu. Ia tersenyum kikuk.

"Janji ya?" ucap Nada seraya mengangkat jari kelingkingnya.

"Janji." Pandu mengaitkan kelingking mereka. Lalu keduanya tersenyum senang.

Tiba-tiba, Pandu seakan teringat akan sesuatu. Ya, tugasnya. Bagaimana jika ia tak bisa hadir ketika hari itu tiba? Hari dimana gadisnya tengah berjuang memenangkan turnamen yang membawa nama baik keluarga dan sekolahnya. Bagaimana jika nanti ia mendapat panggilan tugas yang mengharuskan ia pergi meninggalkan Nada? Bagaimana pun, bila tugas sudah memanggil, ia tak bisa mengelak dan bertindak apapun selain menuruti panggilan tersebut. Bagi prajurit, panggilan tugas adalah panggilan jiwa dan raga mereka untuk mengabdi pada sang merah putih.

Ah, sudahlah. Berdoa saja semoga ia bebas tugas saat itu. Semoga ia bisa menepati janji yang sudah terlanjur diucapkannya itu.

Ya, semoga saja. Batinnya.

Sesaat kemudian, Pandu kembali asyik dengan es krimnya. Ia tak peduli kendati banyak orang yang tengah memperhatikan mereka. Banyak juga gadis yang berlalu lalang sambil mencari perhatian pada sosok pria dingin tersebut. Pandu diam tak mengacuhkannya.

Kriuk... Kriuk! Nada menyelesaikan gigitan terakhir waffle es krim cokelatnya. Ia bingung karena tentara tampan di sampingnya masih berkutat dengan es krim yang seolah-olah tak pernah habis.

"Enak banget ya es krimnya?" tanya Nada seraya tersenyum gemas. Lucu sekali ekspresi Pandu saat sedang memakan es krim seperti ini.

Pandu hanya mengangkat kedua alisnya yang berarti 'iya'.

Dan... Plukk!

Nada sengaja menyenggol tangan Pandu sehingga es krim itu mengenai ujung hidungnya yang lancip. Jadi deh hidungnya yang semula berwarna putih ternodai dengan es krim cokelat. Hihihi.

"Duh, jahil banget sih kamu, Dek!" tegur Pandu. Ini adalah kali kedua ia memanggil Nada dengan sebutan 'Dek'. Ya, yang pertama kalinya adalah saat dia membohongi Nada tentang kepulangannya lewat telepon.

Sementara itu, Nada si tersangka utamanya malah nyengir-nyengir tanpa dosa.

"Hehehe..."

"Hei, jangan macem-macem kamu ya sama aku!" ancamnya yang lagi-lagi ditanggapi dengan cengiran aneh plus ejekan dari gadis tersayangnya.

"Wleee!" ejek Nada seraya menjulurkan lidahnya. Otomatis mereka jadi main kejar-kejaran seperti di film india. Wkwkwk.

"Awas kamu ya! Kalau ketangkap, aku balas kamu!" ancam Pandu dengan nada bercanda. Ia tak gentar mengejar Nada yang masih saja berlari kecil di taman komplek yang lumayan banyak pengunjungnya. Alhasil, mereka jadi bahan tontonan ibu-ibu persit, anak-anak, para gadis, dan para tentara yang tak sengaja lewat situ.

Duh, maafin om dan tante ya deadek, kalian terpaksa ikutan jadi penonton. Hehehe...

"Aaaaaa!" jerit Nada nyaring saat tubuh mungilnya didekap dari belakang dan diangkat oleh Pandu. Mereka tertawa gembira.

"Ya! Kena kamu!" ucapnya puas. Sementara itu, ibu-ibu persit yang sedang main voli jadi senyum-senyum lantaran adegan romantis Pak Danton dengan gadis kesayangannya.

"Cie cieee... Pak Danton nih..." goda salah seorang ibu persit.

"Nikahin cepet, Bang... Biar bisa gabung sama kita-kita..."

"Iya tuh bener hehehe..."

"Wah, jadi dapet tontonan gratis nih kita,"

"Duh... Yang lagi kasmaran nih!"

"Iya, mereka romantis banget ya, cocok deh!"

Godaan demi godaan diluncurkan oleh para penonton gratis yang sedari tadi menyaksikan adegan romantis mereka. Pandu hanya tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Bagaimana dengan Nada? Ah, gadis periang itu terus menutup wajahnya yang jadi super duper merah saking malunya. Eh, malu sekaligus senang sebenarnya. Hehehe.

***

Hai hai... Untuk part ini sampai disini aja ya? Sori kalau kependekan. Hihihi.

Oh ya, fyi tentang es krim yang nemplok di ujung hidungnya Pandu itu, author terinspirasi dari iklan salah satu merk es krim loh. *disini author ngga bakal sebut merk yaa, ntar dikira endorse. Hahaha...

So, jangan lupa voment yang banyak yaa readers. Voment dari kalian sangat membantu kelancaran author menulis cerita. Dueng!

Okee, sampai bertemu di part selanjutnya 🙌

Disappeared Memory (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang