And in my hour of darkness, she is standing right in front of me.
-The Beatles-
•••
Arga memilih duduk di ruang tamu sembari menunggu Rufina. Merasa ada yang datang, Arga mengalihkan pandangan ke bocah kecil yang sekarang sedang berdiri di depannya dengan bingung. Bocah itu mengucek mata sebelum akhirnya bertanya. "Abang ini siapa?"
Walau tidak semirip Bunda, Arga bisa menyimpulkan bahwa ini adalah adik pacarnya. Ia menepuk tempat kosong di sampingnya. "Panggil aja Bang Arga." Otak Adina berusaha untuk mengingat sesuatu. Mulutnya ternganga lebar ketika sadar bahwa lelaki di hadapannya adalah orang yang setiap pagi menjemput kakaknya. Adina tahu karena ia pernah sekali mengintip dari balik jendela.
Arga mengernyit ketika sadar bahwa air wajah Adina berubah. "Kamu kenapa?"
"Abang yang suka jemput Kakak setiap pagikan? Yang jadi Ketua OSIS di SMA juga?"
Kepalanya mengangguk. Adina menutup mulutnya. Memang anak ini terlalu dramatis. "Abang pacarnya Kakak juga?"
Arga terkekeh disusul gerakan kepala ringan. "Kakak pernah cerita sesuatu?" tanya Arga kepo.
Adina mengangguk. "Aku sama Kakak emang suka cerita satu sama lain. Kakak tahu semua tentang aku dan sebaliknya. Ya kecuali untuk beberapa hal yang memang sengaja Kakak sembunyikan dari aku."
"Oh, ya?" Rasa penasaran Arga semakin bertambah. "Kakak cerita apa aja emang?"
"Banyak. Emang Abang penasaran tentang apa?"
"Tentang apa aja yang Kakak ceritain menyangkut Abang," imbuhnya lagi.
Kedua tangan Adina membentuk sudut siku-siku. Yang Arga tangkap, Adina sedang berusaha mengingat sesuatu. Ia menatap bocah itu dengan penasaran. Adina memiringkan kepalanya lalu menatap Arga dengan kilatan jail. "Nunggu aku cerita, ya?" godanya yang langsung mendapat decakan dari Arga. "Kamu iseng, ya."
Adina tertawa lebar. "Habis Abang mukanya serius banget. Kalau tadi bisa aku videoin, mungkin Abang akan menyesal pernah pasang ekspresi kaya gitu."
Arga memperhatikan lekat-lekat bocah yang masih saja tertawa karena kebodohannya. "Oke-oke aku minta maaf. Kenalin dulu..." Adina menjulurkan tangan kecilnya, "Aku Adina, adik kandungnya Kak Rufina yang sekarang jadi pacar Abang. Aku kelas 3 SMP. Makanan kesukaan aku banyak, kecuali batu, besi, kayu dan lain-lain. Pecinta berat drama Korea, tapi bukan K-Popers."
Dari cara bicaranya saja Arga tahu bahwa bocah ini lebih barbar dari kakaknya. "Waktu itu, pas Kakak pulang dia keliatan kesal. Pas aku tanya kenapa katanya dia habis taruhan sama cowok. Udah deh."
"Itu doang?"
Adina melipat kakinya dan mengangguk. "Kalau tentang Abang emang cuma dikit."
"Kakak pernah pac--"
"Adina kok tumben udah bangun?"
Mereka berdua sama-sama menoleh ke anak tangga. Rufina sudah siap dengan overall selutut serta kaos yang warnanya tak sengaja senada dengan kaosnya. "Ya kalau belum, aku ga mungkin duduk di sini sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rufina
Teen FictionAmazing cover by @unicorngraph Karena Arga, Rufina harus terlibat taruhan bodoh dengannya. Bayangkan, dua rival ini harus berada dalam satu hubungan yang bernama jadian. Apa jadinya? Apakah benar pepatah 'Perasaan seseorang berubah seiring berjalan...