Sebenarnya

278 28 3
                                    

Seperti detak jantung yang bertaut
Nyawaku nyala karena denganmu

-Nadin Amizah-

•••

Tentu bukan hal yang mudah bagi seseorang untuk menuturkan rentetan demi rentetan peristiwa yang menjadi alasan hatinya retak. Arga melihat gadis di sampingnya yang tertidur pulas yang ia sendiri tak tahu pasti kapan mata indah itu mulai tertutup.

Arga meminggirkan mobilnya sebentar. Ia tidak tega melihat posisi tidur gadis itu yang sudah pasti tidak nyaman. Kepalanya tertekuk dan bersandar pada pintu mobil. Pelan-pelan Arga memiringkan tubuhnya lalu tangan kekar Arga mendorong seat lifter tepat di samping Rufina hingga tubuh gadis itu sedikit terlentang. Setidaknya posisi ini lebih nyaman dari sebelumnya.

Lelaki itu sedikit mencondongkan tubuhnya. Ia menyapu halus anak-anak rambut Rufina yang membingkai wajah manis gadis itu. Tanpa sadar Arga tersenyum. Gadis ini terlalu kuat dan rapuh dalam waktu yang bersamaan.

Meski rasanya tidak akan pernah puas untuk menikmati wajah tenang sosok di sampingnya, namun mau tak mau perjalanan mereka harus dilanjutkan lantaran hari sudah semakin gelap.

Sesekali Arga menoleh ke samping untuk memastikan Rufina tidak terusik dengan perjalanan ini. Butuh beberapa menit lagi sampai akhirnya mereka tiba. Arga mengusap pipi Rufina dengan lembut. "Hei," katanya. Dilihatnya gadis itu terusik. Ia tertawa kecil lalu kembali mengusap pipinya.

Rufina membuka mata dan langsung gelagapan karena jarak Arga yang lumayan dekat. Ia segera mendorong Arga menjauh. "Ngapain lo?" Arga mengerutkan hidung dan menjawab, "Gue cuma mau bangunin lo doang. Kita udah sampai." Gadis itu memandangnya tajam lalu mencebik sebal. "Apa itu tadi? Pake pegang-pegang pipi gue," ketusnya, matanya menginventori kursi yang sedang ia duduki dan menatap Arga seolah meminta penjelasan.

Arga menggeleng-gelenggkan kepala dan berdecak, "Gue kasian liat lo tadi ketiduran dengan posisi ga enak. Gue cuma mau bikin tidur lo nyenyak doang kok," ujarnya.

"Baru juga tadi kita damai. Sekarang ribut lagi," lanjutnya. Oleh karena rasa hangat yang memenuhi relung hatinya, ia tidak dapat menahan bibirnya untuk menyunggingkan senyum. "Maaf," disertai kekehan kecil.

Arga memutar kedua bola matanya. "Ya udah sana turun. Udah sampe," pintanya. Rufina mengangguk dan mengkaitkan strap bahu ranselnya. Baru saja tangannya meraih kenop pintu mobil, tangannya sudah dicegat pleh Arga. Ia menatap Arga dengan bingung.

"Makasih, ya," katanya. Rufina kembali menatapnya bingung. "Makasih udah mau cerita semuanya sama gue. Gue minta maaf gue kurang ngertiin lo," lanjutnya lagi.

Rufina mau tak mau tersenyum lembut dan mengangguk. Arga menatap sosok di depannya dengan ragu. Menyadari hal tersebut Rufina buka suara, "Kenapa, Ga?"

"Boleh gue peluk lo?"

Senyum tipis yang Rufina tonjolkan cukup menjawab permintaannya. Meski tidak seleluasa biasanya, ia tetap memeluk gadis itu dan mencium puncak kepalanya kemudian berbisik, "Gue ga akan paksa lo lagi untuk cerita sesuatu yang memang belum siap untuk lo ceritakan. Gue akan tunggu sampai lo sendiri yang buka suara." Hati Rufina menghangat kala mendengar penuturan dari Arga yang ia rasa tulus. Dalam dekapan itu Rufina mengiyakan.

Selepas itu, Rufina keluar dan mulai memasuki rumahnya. Barulah Arga melajukan kembali mobilnya saat punggung gadis itu sudah hilang dari pengamatannya.

RufinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang