Kenangan manis di hari ini
Jadi alasan untuk kembali.-Pamungkas-
•••
Rumah ini terasa seperti hidup kembali. Apalagi hari ini adalah hari keberangkatan Rufina ke Bandung untuk graduation kakak kelasnya. Seluruh barang yang dibutuhkan telah disiapkan, namun entah kenapa masih ada saja yang tertinggal. Seperti saat ini, ibunya berdecak sembari memasukkan obat-obatan ke dalam tas kecil kemudian memasukkannya ke dalam tas Rufina.
Gadis itu berdiri. Tangannya menunjuk satu persatu barang bawaannya, mengecek kembali apakah ada yang tertinggal atau tidak. Charger, earphone, dompet, dan liptint ia masukkan ke dalam tas kecil yang ia silangkan di tubuhnya. Sebenarnya barang yang ia bawa tidak begitu banyak, namun karena ibunya kelewat khawatir, maka jadilah seperti ini. Dan Rufina sangat menikmati momen ini.
Konsentrasinya buyar saat ponselnya berdering. Ia menggeser bulatan berwarna hijau ke sebelah kanan. "Halo," sapanya.
"Udah bisa gue jemput belum?"
Rufina menepuk pelan jidatnya, lupa akan suatu hal. "Gue sama sopir, Ga. Sorry lupa kasih tau."
"Kenapa?" Meski mereka hanya berkomunikasi lewat sambungan suara, Rufina yakin bahwa saat ini Arga sedang mengerutkan dahi atau mengangkat kedua alisnya bingung.
"Dari sana ke sinikan lumayan makan waktu, Ga. Kemarin Bunda udah minta sopir untuk antar gue biar ga ngerepotin lo juga," jelasnya.
"Seriusan ga usah sama gue? Gue gapapa loh, Ruf."
Rufina berdecak, "Iya gapapa. Udah mending sekarang lo sarapan terus berangkat."
Telinganya dapat mendengar jelas desahan pelan di seberang sana sebelum akhirnya ia menutup telepon setelah mengucapkan hati-hati.
Rina hanya tersenyum mendengar perdebatan kecil di ujung tempat tidur setelah memastikan barang-barang yang dibawa putrinya sudah komplet. "Sudah, Sayang?" Rufina memasukkan ponsel ke dalam tas lalu mengangguk. Ia membawa barang bawaannya yang tidak begitu banyak. Mereka menuruni satu persatu anak tangga dengan hati-hati.
Sarapan pagi pun berlangsung. Rufina meneguk segelas air lalu berdiri. Barang-barangnya sudah dimasukkin ke dalam mobil oleh mbok yang bekerja di rumahnya dibantu sopir keluarga. "Aku berangkat sekarang, ya, Bun," pamitnya.
Rina ikut meneguk segelas airnya dan berdiri begitu juga dengan Adina. Tanpa penjelasanpun Rufina paham bahwa mereka ingin mengantarkannya sampai masuk ke dalam mobil. Di depan pintu, baik ibu mau pun adiknya mendekapnya dengan erat. "Hati-hati, ya, Sayang. Kabarin Bunda kalau udah sampai. Oke?"
Jari tangan Rufina ikut bertaut membentuk tanda 'oke'. "Dadah, Kak," ujar Adina sebelum pintu mobil yang ditumpangi Rufina tertutup, namun tidak dengan jendelanya. Sampai pada mobil yang menghilang dari pandangan, barulah Rina dan Adina masuk ke dalam rumah.
***
Setelah perjalanan yang lebih banyak didominasi dengan guyonan konyol baik dari Alden mau pun yang lainnya, kini sampailah mereka di tempat tujuan, salah satu hotel di kota kembang. Mereka membuka bagasi mobil dan membawa barangnya masing-masing. Meski tidak begitu banyak, namun Arga tetap mengambil alih tas tenteng yang sebelumnya Rufina bawa.
"Gue bisa bawa sendiri Ga kalau lo lupa," decaknya sebal.
Bukannya menjawab, Arga justru menyelipkan jari-jarinya pada sela jari gadis di sampingnya yang keterkejutannya dapat ia sadari. Arga tidak dapat menahan senyum gelinya. Gadis ini malah terlihat semakin manis dengan pipi bersemu merah. Ia tidak tahan dan segera mengelus pipi itu dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rufina
Teen FictionAmazing cover by @unicorngraph Karena Arga, Rufina harus terlibat taruhan bodoh dengannya. Bayangkan, dua rival ini harus berada dalam satu hubungan yang bernama jadian. Apa jadinya? Apakah benar pepatah 'Perasaan seseorang berubah seiring berjalan...