Curhat

476 40 0
                                    

I believe that fate has brought us here.

-Jasmine Thompson-

•••

"Gue ke rumah lo, ya." Pertanyaan retoris itu ia ajukan.

Rufina menatapnya ragu. "Ngapain?"

Sarah menoleh. "Ngapain apanya? Emang salah kalau gue main ke rumah sepupu sendiri?" jawabnya enteng.

Rufina berdecak. "Ck. Iye bawel."

"Pulang jam berapa?" tanya Rufina.

"Jam 2."

"Sekarang jam?"

"3."

"Jadi pulangnya jam berapa?"

"2,3,..."

Kring Kring.

Semua murid mulai membereskan peralatan di atas meja. Doa yang dipimpin oleh ketua kelas menjadi menu penutup yang sangat menyenangkan bagi semua murid.

Belum sempat mereka pergi, Arga sudah terlebih dahulu menghampiri mejanya. Dengan sabar lelaki itu membantu Rufina memasukkan barang-barangnya padahal gadis itu tidak membutuhkannya.

Sarah mendongak. Jujur sebenarnya ia mulai menyukai hubungan Rufina dengan Arga. Sahabat sekaligus sepupunya terlihat menikmati momen kecil bersama Arga seperti saat ini meski kerap kali berdebat entah karena Arga yang salah memasukkan buku dan lainnya.

"Rufina pulang sama gue ya, Ga."

Arga menghentikkan kegiatannya dan menyipitkan mata. "Loh kenapa?"

Sarah menarik risleting tasnya hingga tertutup. "Gue ada urusan sama dia. Lagi juga semenjak kalian jadian, Rufina lebih punya banyak waktu ke lo dibanding gue," katanya seolah cemburu.

Arga mendengus geli. "Ya jelas. Gue pacarnya. Jadi lebih diprioritaskan."

Rufina menatap ganas Arga yang sudah duduk di kursi sebelah kanan dari meja mereka. Sarah sendiri hanya mampu mendengus. "Jijik!"

"Jadi gimana? Bolehkan?" tanya Sarah memastikan.

Arga tertawa renyah dan mengangguk. "Bolehlah. Masa iya gue larang sih," jawabnya, "Gue anter sampai bawah. Takutnya nih nenek-nenek oleng karena udah ketuaan," ledeknya sambil menunjuk kearah Rufina yang sudah memanggul ransel dan bersiap keluar.

Rufina maju dan mencubit pinggang Arga kesal. "LO TUH UDAH TUA! BANGKOTAN LAGI!"

Beberapa siswa yang tersisa di kelas terkikik geli karena tingkah Arga yang suka sekali membuat Rufina kesal dan marah. Dengan sigap Rufina menarik tangan Sarah untuk segera pergi sebelum lelaki yang berstatus sebagai pacarnya itu memancing tanduknya untuk keluar.

Sembari mengelus-elus pinggang, Arga mengambil langkah panjang untuk mengikuti kedua gadis itu.

***

"Halo, Bunda!"

Perempuan di depannya tersenyum dan membalas pelukan Sarah. Gadis itu merasa tubuhnya menghangat.

Berbeda dengan Sarah, Rufina justru terpaku di tempat. Ia memilih untuk mengalihkan pandangannya ke tempat lain dan berpura-pura tidak terganggu dengan pemandangan memilukan di depan. Sebenci apa pun ia dengan bundanya, tetap saja ia juga ingin merasakan apa yang orang-orang rasakan.

Apa seharusnya ia menurunkan egonya saja, lalu memaafkan agar semuanya kembali seperti semula?

Rufina dalam posisi gamang sekarang.

RufinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang