Pemaksa

919 58 2
                                    

Saat kau ingat aku kuingat kau

-Bunga Citra Lestari-

•••

Arga
Besok gue tunggu di depan rumah jam set. 7

Rufina tersedak. Air yang harusnya masuk ke kerongkongan kini menjalarkan rasa perih ke hidung. Ia megap-megap. Gadis itu menarik napas berkali-kali sampai rasa perih perlahan hilang. Dengan kesal ia mengetikkan sesuatu pada layar.

Rufina
Gue biasa berangkat jam 5

Arga
Yaudah besok gue jemput jam set. 5

Rufina mendengus. Ia menjatuhkan pantatnya di atas kursi. Tatapannya masih fokus pada layar ponsel.

Rufina
Lo pikir gue hantu penunggu sekolah?

Arga tertekeh pelan sambil membaringkan tubuhnya.

Arga
Tadi yang bilang biasa berangkat jam 5 siapa?

Rufina
Intinya besok ga usah jemput gue.
Gue juga harus antar adik gue

Arga
Kita bisa antar bareng

Rufina mengumpat sebal. Ia seharusnya tidak melupakan fakta bahwa Arga adalah seorang pemaksa.

Rufina
Dih kaga mau. Lagi juga lo tau gue ga suka dipaksa

Arga
Gue ga mau tau. Pokoknya lo harus tetap nunggu gue

Rufina
Kita ga punya aturan/perjanjian khusus jadi tolong ga usah paksa-paksa

Rufina rasa layar ponselnya sebentar lagi rusak karena ia terlalu nafsu untuk menekan.

Arga
Bersikaplah sebagai pacar yang sesungguhnya

Percakapan selesai. Rufina langsung menekan tombol home. Ia menyesal sudah meladeni pesan Arga. Seharusnya, ia tidak membuka pesan tersebut dan besok pagi ia berangkat sebelum jam setengah 7. Gadis itu menggigit kukunya lalu berdecak kesal.

"Arga sialan!"

***

"Din, gue berangkat duluan, ya. Nanti lo diantar Pa Indra aja," katanya sembari membenarkan tali ransel. Ia juga sempat meminum susu yang sudah dibuat oleh adiknya.

Adina termenung. "Kenapa emang, Kak?" Ini adalah rekor tercepatnya pergi ke sekolah. Bahkan, Adina saja masih memakai baju tidur.

Rufina mengangkat ponselnya. "Gapapa. Gue lagi kepengen naik grab aja. Gue udah hubungin Pa Indra buat nyiapin mobil kok."

"Ga sarapan dulu, Kak? Gue udah buatin roti isi cokelat kesukaan lo nih," ucapnya dengan menunjuk-unjuk piring berisi roti di atas meja.

Kaki Rufina gemetar tak menentu. Ia mengangguk lalu mengambil roti tersebut dan memasukkan langsung ke dalam mulut.

Gadis itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Ia menarik napas lega karena jam masih menunjukkan pukul 6 kurang 10. Tidak sia-sia usahanya untuk menyalakan semua jam beker yang ada di kamarnya juga alarm dari ponsel.

RufinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang