Kau Bunda yang kusayang.
-Edward Chen & Agnes Chen-
•••
"Eh ada cewek cantik. Sini duduk!" ucap Vino sambil nyengir.
Haidar mendesis, mengundang Vino untuk menoleh. "Abang cemburu ya ga pernah gue gituin?" godanya sambil memutar-mutar telunjuk.
"Najis!"
Bella tertawa canggung dan meletakkan makanannya di atas meja. Rufina tersenyum tipis. Kalau dipikir-pikir, kenapa juga kemarin ia menyebut Bella sebagai 'calon musuhnya' padahal ia tak punya alasan untuk itu. Lagi, wajar saja, Arga tipe orang yang gampang bersosialisasi. Harusnya ia bersikap biasa saja. Ia tidak mau jadi cewek pengekang.
Maka dari itu, sejak detik ini ia mau belajar untuk bersikap sewajarnya pada gadis mana pun yang dekat dengan Arga. Rufina juga tak lupa bahwa status mereka hanya sebatas taruhan. Arga bisa meninggalkannya kapan pun ketika lelaki itu sudah nyaman dengan gadis lain.
"Ruf, kok diem? Gue ... ga boleh duduk sini, ya?" tanyanya hati-hati. Sejujurnya Rufina agak bingung. Kenapa Bella bisa mengetahui namanya padahal mereka belum berkenalan? Atau mungkin saja Sarah mengetahui itu saat pemilihan ketua OSIS lalu.
Rufina mengedipkan mata beberapa kali, lalu tersadar. "Eh gapapa, Bel. Duduk aja," katanya mempersilahkan tempat duduk di depan Arga. Sangat manis.
Haidar melirik jam tangannya. "Gue balik duluan, ya. Entar ada ulangan. Lupa belajar," pamitnya. Tanpa menunggu jawaban, Haidar segera undur diri.
"BANG TUNGGU! KITAKAN SEKELAS," jerit Vino setelah Haidar -dengan langkah panjang- meninggalkan mereka.
"Rufina udah makan?"
"Ud--"
"Rufina ga suka makan, makanya jelek," cerca Arga asal. Seperti biasa.
Dengan kesal, Rufina mencubit pinggang Arga sampai terdengar ringisan. "Lo bisa ga sih sekali aja ga ngatain gue?"
"Dan lo bisa ga sih sekali aja kalau kesal ga nyubit pinggang gue?" desisnya tak kalah sengit.
Bella tertawa renyah. Sesekali menyuapkan makanan di meja. "Kalian lucu deh," bohongnya. Dalam hati ia sebal setengah mampus. Maksud kedatangannya ke sini ingin membuat Rufina tidak nyaman lalu pergi, tetapi dugaannya salah. Rufina justru memberi senyum dan tidak ada tatapan kebencian seperti awal mata mereka bertemu.
Rufina menatap Bella bingung. "Lucu dari mana? Kerjaannya berantem mulu."
"Iya lucu. Biasanya orang pacarankan mesra-mesraan sana-sini ga lihat tempat," jawabnya, "kalian udah berapa bulan?"
"Setahun," jawab Arga sekenanya.
"Lama juga, ya," tukas Bella sembari mengangguk-anggukan kepala.
Arga tersenyum dan merangkul Rufina dari samping. "Iya dong. Dari awal masuk SMA Rufina udah suka. Karena gue kasihan akhirnya gue tembak aja..." Melihat wajah pacarnya yang dongkol, ia tak sanggup untuk tidak melarikan tangan ke pipi Rufina, lalu mencubitnya pelan.
Baru saja mulutnya terbuka ingin menjawab kalimat konyol dan menyebalkan, namun kalimat yang Arga katakan justru membuatnya tidak mampu berkutik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rufina
Teen FictionAmazing cover by @unicorngraph Karena Arga, Rufina harus terlibat taruhan bodoh dengannya. Bayangkan, dua rival ini harus berada dalam satu hubungan yang bernama jadian. Apa jadinya? Apakah benar pepatah 'Perasaan seseorang berubah seiring berjalan...