Tidak Percaya?

277 36 0
                                    

Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah.

-Fiersa Besari ft. Tantri-

•••

"HALO!"

Rufina melambaikan tangannya, "Hai," jawabnya disertai senyum canggung.

"KAMU PASTI PACARNYA ARGAKAN? KAMU SERING DICERI--" Arga segera membekap mulut kakaknya yang entah kenapa semakin bawel.

"Arga apaan sih ah. Tangan kamu bau sambel terasi tau ga?" cerca Alga setelah menarik napasnya dalam-dalam.

"Ya makanya diem aja. Ga usah cerita atau nanya yang ga penting."

Rufina diam di depan pintu. Ia hanya tersenyum kikuk karena bingung harus bersikap seperti apa. Masuk disangka tak sopan, tetap di luar malah kedinginan.

Alga hanya mendengus dan segera menarik tangan Rufina untuk masuk ke dalam.

"Kak," kata Arga penuh penekanan.

"Apa lagi?! Ga liat apa Rufina udah cantik-cantik malah dianggurin di luar. Kakak jodohin juga nih pacar kamu sama temen Kakak."

Rufina hanya tertawa kecil. Tak tahu pasti roh apa yang merasukinya, intinya malam ini ia terlihat sangat kalem dan anggun.

Rufina mengamati tempat yang begitu asing baginya. Wajar saja, ia baru pertama kali masuk ke sini. Di ruang makan, sudah ada 2 orang paruh baya yang Rufina simpulkan adalah orang tua Arga sedang sibuk menata makanan.

"Ma, Pa." Panggilan Alga membuat keduanya menoleh.

Rufina maju dan mencium punggung tangan kedua orang itu seperti apa yang diajarkan kedua orang tuanya.

"Cantik," gumam Dena yang mengundang anggukan dari Dani, suaminya. Siapa yang tidak malu dipuji seperti ini? Rufina membalasnya dengan senyum tipis.

"Sampe lupa buat mempersilahkan kamu duduk karena saking cantiknya. Yuk, duduk," ajak Dena sembari terkekeh.

Rufina mengangguk. Arga menarik tangannya untuk duduk di sampingnya. Dena dan Dani duduk saling berhadapan dan Alga sendiri duduk di depan Rufina dan Arga.

"Rufina mau makan apa?" tanya Alga dengan semangat.

"Kak apaan sih," kata Arga dengan malas.

"Ishh kamu yang apaan. Orang Kakak cuma nanya yee."

"Kalian berdua ada tamu masih sempet aja bertengkar," tiba saatnya Dani buka suara.

"Daripada kalian debat mulu mending kita berdoa dulu karena Papa udah lapar."

Akhirnya mereka berdoa bersama. Setelah itu, satu persatu lauk yang tersedia di atas meja berpindah tempat ke piring-piring lain.

Betapa rindunya Rufina dengan suasana makan seperti ini, tetapi dengan usaha sebesar apa pun hal ini tak akan pernah terjadi lagi pada keluarganya. Terkadang ia iri pada keluarga lain yang memiliki anggota keluarga lengkap dan selalu bahagia. Cukup sadar dirinya bahwa memang semua impiannya tidak bisa digantungkan pada keluarga.

"Rufina kok diam, Sayang?"

Tersadar karena lamunannya menjadi perhatian, ia menggeleng. "Gapapa, Tante. Makanannya enak banget," pujinya jujur.

"Kamu bisa aja."

"Kenal Arga dari kapan, Ruf?" tanya Dena tiba-tiba.

Tunggu, apa ini sudah masuk ke tahap interupsi? Bahkan, Rufina belum juga memasukkan lebih dari 2 sendok makan. Meski begitu, Rufina tetap menjawabnya dengan sopan.

RufinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang